Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perbedaan Efektivitas Parasetamol Oral Dengan Tramadol Oral Sebagai Tatalaksana Nyeri Pasca Operasi Transurethral Resection of The Prostate Ismail Muhammad; Alvarino Alvarino; Nasman Puar; Hafni Bachtiar
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v2i1.66

Abstract

AbstrakPendahuluan. Transurethral Resection of The Prostate (TURP) merupakan tindakan operasi endoskopi yang sudah menjadi standar baku untuk penatalaksanaan pembesaran kelenjar prostat jinak yang memerlukan tindakan bedah. Nyeri pasca operasi TURP disebabkan karena trauma (reseksi jaringan prostat), iritasi foley kateter dan traksi kateter pasca TURP pada luka operasi. Metode. Merupakan jenis penelitian eksperimental yang membandingkan efektivitas pemakaian parasetamol oral 500 mg dengan tramadol oral 50 mg sebagai tatalaksana nyeri pasca TURP. Penelitian ini melibatkan 30 orang pasien yang dibagi 2 kelompok yaitu 15 orang kelompok parasetamol dan 15 orang kelompok tramadol. Intensitas nyeri dengan skala VAS dan efek samping obat dinilai pada 3jam, 5jam, 7jam pasca spinal anesthesia. Hasil penelitian kemudian diuji dengan independen T.test dan Chi-square. Hasil. Rata-rata nilai VAS 3 jam pasca spinal anastesia kelompok parasetamol adalah 0,6267 cm dan tramadol 0,6400 cm. Pada 5 jam pasca spinal anastesi rata-rata nilai VAS kelompok parasetamol 1,5800 cm, kelompok tramadol 1,4933 cm. Pada 7 jam pasca spinal anesthesia rata-rata nilai VAS kelompok parasetamol 3,5800 cm dan kelompok tramadol 3,1667 cm. Setelah uji statistik baik pada 3jam, 5jam, 7jam pasca spinal anesthesia tidak terdapat perbedaan yang bermakna intensitas nyeri pada ke 2 kelompok dengan p > 0,05. Sedangkan kejadian mual dan alergi juga tidak ada perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok. p > 0,05. Kesimpulan. Parasetamol 500 mg oral versus tramadol 50 mg oral memiliki efektifitas yang sama dalam mengatasi nyeri pasca operasi TURP. Sedangkan kejadian mual dan alergi tidak ada perbedaan yang bermakna pada ke 2 kelompok.Kata kunci: TURP, parasetamol, tramadol, VASAbstractArial 9 italic Introduction. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) is an endoscopic surgery that become the gold standard for the treatment of benign enlargement of the prostate gland that requires surgery. Postoperative pain due to trauma TURP (resection of prostate tissue), irritation foley catheters and catheter traction after TURP surgery on the wound. Methods. This study was an experimental research that compares the effectiveness of the use of oral paracetamol 500 mg with 50 mg oral tramadol as a pain management of post-TURP. This study involved 30 patients divided into 2 groups: 15 people group of paracetamol and 15 people group of tramadol. Pain intensity with the VAS scale and drug side effects rated at 3 hours, 5 hours, 7 hours after spinal anesthesia. Results were then tested with independent T.test and Chi-square Results were then tested with independent T.test and Chi-square. Results. Mean VAS values after 3 hours spinal anesthesia group of paracetamol and tramadol were 0.6267 cm 0.6400 cm. At 5 hours after spinal anesthesia the mean VAS value of paracetamol group was 1.5800 cm, group of tramadol was 1.4933 cm. At 7 hours after spinal anesthesia mean VAS value group of paracetamol was 3.5 800 cm and group of tramadol was 3.1667 cm. After a statistical test at 3 hours, 5 hours, 7 hours after spinal anesthesia, we conclude that there was no significant difference in pain intensity on the 2 groups with P> 0.05. While the incidence of nausea and allergies also had no significant difference in both groups. P> 0.05. Conclusion. Paracetamol 500 mg orally versus tramadol 50 mg orally had the same effectiveness in addressing postoperative pain TURP. While there was no significant difference in the 2 groups in the incidence of nausea and allergies
Anestesi Spinal Levobupivacaine Isobarik pada Sectio Caesarea Nasman Puar
MEDICINUS Vol. 34 No. 1 (2021): MEDICINUS
Publisher : PT Dexa Medica

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (73.328 KB) | DOI: 10.56951/medicinus.v34i1.56

Abstract

Sectio caesarea (SC) atau operasi sesar merupakan metode persalinan di mana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding rahim. Menurut WHO, jumlah tindakan sectio caesarea pada tahun 2011 dilaporkan mengalami peningkatan 5 kali dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penggunaan teknik anestesi yang aman dan efektif pada tindakan sectio caesarea membutuhkan pemahaman yang menyeluruh mengenai perubahan fisiologi yang terjadi pada kehamilan, proses melahirkan, dan kelahiran bayi. Salah satu agen anestesi lokal yang sering digunakan untuk anestesi spinal adalah bupivacaine. Bupivacaine adalah obat anestesi lokal jenis amida yang memiliki masa kerja panjang dan mula kerja yang pendek. Bupivacaine merupakan campuran rasemat dari isomer optik levobupivacaine dan dextrobupivacaine dengan perbandingan yang sama, yang dikenal juga sebagai enantiomer S(-) dan R(+). Levobupivacaine adalah enantiomer S(-) murni dari bupivacaine dengan profil toksisitas yang lebih minimal terhadap sistem saraf dan kardiovaskular. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan levobupivacaine isobarik pada pasien yang menjalani tindakan sectio caesarea menghasilkan efek yang sebanding dengan bupivacaine hiperbarik dengan profil keamanan yang lebih baik.
Efektivitas Edukasi dan Pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Mahasiswa di Provinsi Sumatera Barat sebagai Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana Puar, Nasman; Abdullah, Yulinda; Ananta, Liliriawati; Taslim, Emilzon; Anggraini, Fika; Yemigoe, Randy
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 5 No. 1 (2025): COMSERVA: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v5i1.3096

Abstract

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam Bantuan Hidup Dasar (BHD) sangat penting, terutama bagi mahasiswa yang memiliki peran sebagai agen perubahan dan relawan potensial dalam situasi darurat medis atau bencana. Dalam konteks bencana, pemahaman yang baik tentang BHD memungkinkan mahasiswa untuk memberikan pertolongan pertama yang krusial, sehingga dapat mengurangi risiko fatalitas dan meningkatkan peluang keselamatan korban. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas edukasi dan pelatihan BHD terhadap peningkatan pengetahuan mahasiswa Universitas Andalas. Penelitian dilakukan pada 140 mahasiswa dari tujuh fakultas, menggunakan metode kuantitatif pre-test dan post-test dengan 20 pertanyaan untuk mengukur tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum pelatihan, mayoritas peserta berada pada kategori pengetahuan cukup (64,29%) dan kurang (35,71%), dengan tidak ada peserta yang mencapai kategori baik. Setelah pelatihan, terjadi peningkatan signifikan, dengan 85,71% peserta mencapai kategori baik dan 14,29% berada pada kategori cukup, serta tidak ada peserta dalam kategori kurang. Secara keseluruhan, terdapat peningkatan kemampuan pengetahuan mahasiswa sebesar 55,56%. Edukasi berbasis kuliah dan pelatihan berbasis demonstrasi terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan peserta. Dalam konteks pengabdian masyarakat, hubungan antara BHD dan kesiapsiagaan bencana menegaskan pentingnya pelatihan ini untuk mempersiapkan mahasiswa menghadapi situasi darurat di lapangan. Ke depan, pelatihan dapat ditingkatkan dengan teknologi simulasi modern untuk memberikan pengalaman yang lebih realistis dan mendalam.