Wilayah NTB yang terdiri dari Pulau Lombok dan Sumbawa, terletak di bagian Indonesia Timur dan tergolong wilayah gersang dan rawan kekurangan air. Hal ini terjadi akibat curah hujan rendah setiap tahunnya dan tidak menutup kemungkinan karena adanya hal tersebut, akan terjadi kekurangan sumber air. Kondisi saat ini ditemukan bahwa jumlah DAS di Pulau Lombok dan Sumbawa mengalami kerusakan sangat tinggi. Perubahan iklim sendiri diprediksi akan memperparah dan turut berdampak pada berkurangnya sumber daya air di NTB. Dalam penelitian kali ini dilakukan analisis terhadap pengaruh perubahan iklim terhadap ketersediaan air di NTB berdasarkan proyeksi model CCAM dengan skenario RCP 4.5. Dampak perubahan iklim saat ini dan akan datang dianalisis untuk mendukung pertumbuhan perekonomian wilayah NTB. Analisis ini dilakukan berbasis data observasi, re-analisis, model CCAM (histori dan RCP), dan model hidrologi. Data yang digunakan adalah data observasi (1990-2017), data curah hujan dan data temperatur, data hasil luaran model CCAM 1990-2014 (histori/RCP) resolusi 14 km. Hasil model divalidasi terlebih dahulu dengan menggunakan data observasi. Dengan menggunakan metode komposit, downscaling, regriding, komposit, dan perhitungan neraca air, serta analisis terhadap ketersediaan air maka diperoleh bahwa bias antara model dan data observasi di Mataram adalah mencapai 95 mm/bln, dan Bima: 85 mm/bln. Dengan nilai korelasi di masing-masing tempat tersebut adalah 0.69 dan 0.63. Dari hasil analisis diketahui akan terjadi defisit air pada Bulan Januari tahun 2040 jika dibandingkan dengan tahun 2018 masing-masing sebesar 80 mm di Mataram dan 120 mm di Bima. Sedangkan pada Bulan Agustus 2040 akan terjadi defisit air jika dibandingkan dengan tahun 2018 yaitu sebesar 40 mm di Mataram dan cenderung tetap di Bima. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya optimasi pola operasi Waduk akibat Dampak Perubahan Iklim di masa yang akan datang.