Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

IPP AS PREDICTIVE FACTOR FOR ACUTE URINARY RETENTION IN BPH PATIENTS Budaya, Taufiq Nur; Purnomo, Basuki B.; Daryanto, Besut; Seputra, Kurnia Penta; Satyagraha, Paksi
Indonesian Journal of Urology Vol 21 No 1 (2014)
Publisher : Indonesian Urological Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32421/juri.v21i1.26

Abstract

Objective: To demonstrate usefulness of Intra Prostatic Protrusion (IPP) as Predictive Factor for Acute Urinary Retention (AUR) in Benign Prostate Hyperplasia (BPH) Patients. Material & methods: Cross sectional retrospective study of case records from January to July 2012 of BPH patients at Saiful Anwar General Hospital (SAGH) Malang was carried out. The data were collected from the Medical Record Division in SAGH Malang. We noted age, prostate volume, IPP, IPSS and urinary retention status. The patients were classified by IPP degree < 5 mm (group A), 5-10 mm (group B), 10 -15mm (group C), > 15mm (group D) and we compared all parameters that we noticed. Results: Eighty patients, mean age was 66.32 years were enrolled. Transabdominal ultrasound determined the mean IPP was 13.5 mm, and prostatic volume 95 cc. IPP values were distributed as follows: group A 10 (12.5%), group B 25 (31.25%), group C 24 (30%), group D 21 (26.25%), with AUR incidence in group A 20%, group B 36%, group C 79%, and group D 81%. The IPP showed a significant correlation with urinary retention (r = 0.8, p < 0.05, OR = 15) and IPSS (r = 0.6, p < 0.05). Conclusion: IPP can be used as predictive factor for the incidence of acute urinary retention in BPH Patients.Keywords: Intra Prostatic Protrusion, Acute Urinary Retention, Benign Prostate Hyperplasia.
Urinary Kidney Injury Molecule-1 (KIM-1) in Early Diagnosis of Acute Kidney Injury in Pediatric Critically Ill Paramastuty, Irma Lestari; Soebandiyah, Krisni; Purnomo, Basuki B.
Journal of Tropical Life Science Vol 6, No 1 (2016)
Publisher : Journal of Tropical Life Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11594/jtls.06.01.06

Abstract

Acute kidney injury (AKI) often associated with a high hospital morbi-mortality rate in the intensive care unit patients. Kidney injury molecule-1 (KIM-1), has many characteristics of ideal biomarker for kidney injury. The aim of this study was to compared the temporal pattern of elevation urinary KIM-1 level following critically ill children with SCr as standart biomarker of AKI. Prospective analytic observational study was conducted during October to March 2014 in the Saiful Anwar General Hospital and Physiology Laboratory Brawijaya University. There were 13 critically ill as subjects. SCr and KIM-1 levels from all subjects were measured three times ( at admission, after 1st and 6th hour). Subjects were devided into AKI - non-AKI groups by SCr level and survivor - non survivor group at the and of the observations. Results showed that there were significantly increased levels of KIM-1 in the AKI and non-AKI and survivor-non survivor group at time point. However, we found that delta KIM-1 at time point increased significant in non AKI group and survivor group. KIM-1 at admission can diagnosed AKI in critically ill children. We conclude that urinary KIM-1 is a sensitive non-invasive biomarker to diagnosed acute kidney injury in critically ill children. Increase level of KIM-1 by time shows protective and good outcome in critically ill children.
INHIBIN B MENURUNKAN KONSENTRASI FOLLICLE STIMULATING HORMONE (FSH) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus): UPAYA PENGEMBANGAN KONTRASEPSI HORMON PRIA BERBASIS PEPTIDA Akmal, Muslim; A, Aulanniam; Widodo, M. Aris; Sumitro, Sutiman B.; Purnomo, Basuki B.; Siregar, Tongku Nizwan; Hambal, Muhammad; A, Amiruddin; S, Syafruddin; Aliza, Dwinna; Sayuti, Arman; Adam, Mulyadi; Armansyah, T.; Rahmi, Erdiansyah
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 9, No 1 (2015): March
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v9i1.2788

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui efek injeksi inhibin B terhadap penurunan konsentrasi follicle stimulating hormone (FSH) di dalamserum pada tikus putih (Rattus norvegicus). Dalam penelitian ini digunakan 24 ekor tikus putih berjenis kelamin jantan dengan strain Wistar berumur 4 bulan dengan bobot badan 150-200 g. Tikus-tikus dikelompokkan secara acak ke dalam 4 kelompok, yaitu KK0, KP1, KP2, dan KP3, masing-masing kelompok terdiri atas 6 ekor. Kelompok KK0 merupakan kelompok kontrol hanya diinjeksi dengan phosphate buffer saline (PBS), sedangkan kelompok KP1, KP2, dan KP3 diinjeksi dengan inhibin B dengan dosis berturut-turut 25, 50, dan 100 pg/ekor. Injeksi inhibin B dilakukan secara intraperitoneum sebanyak 5 kali selama 48 hari dengan interval waktu 12 hari. Injeksi pertama inhibin B dilarutkan dengan0,05 ml PBS dan 0,05 ml Freuds complete adjuvant (FCA). Injeksi kedua sampai kelima, inhibin B dilarutkan dengan 0,05 ml PBS dan 0,05 ml Freuds incomplete adjuvant (FICA). Pada hari ke-6 setelah injeksi inhibin B terakhir, tikus dikorbankan secara dislocatio cervicalis,lalu darah dikoleksi langsung dari jantung dan didiamkan hingga didapatkan serum untuk pemeriksaan konsentrasi FSH dengan menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa injeksi inhibin B dengan dosis 100 pg/ekor menurunkan konsentrasi FSH secara nyata (P0,05) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Berdasarkan hal tersebut, inhibin B berpeluang untuk dikembangkan sebagai kandidat kontrasepsi pria hormon berbasis peptida.
EKSTRAK DAUN KESUM (Polygonum minus) MEMPERBAIKI KERUSAKAN PARU MELALUI DITEKANNYA PRODUKSI REACTIVE OXYGEN SPECIES (ROS) Agus Wibowo, Muhamad; Widodo, M. Aris; Purnomo, Basuki B.; A, Aulanniam
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 7, No 2 (2013): September
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v7i2.936

Abstract

Penelitian ini bertujuan membandingkan efek pemberian fraksi n-heksan, etilasetat, dan metanol dari ekstrak daun kesum dalam memperbaiki kerusakan organ paru akibat paparan benzopirena. Penelitian dilakukan secara in vivo dengan menggunakan hewan model terpapar benzopirena. Pembuatan hewan model kanker terpapar benzopirena dilakukan secara intraperitoneal dengan dosis 200 mg/kg yang dilanjutkan dengan pengobatan menggunakan fraksi n-heksana, etil-asetat, dan metanol dari ekstrak daun kesum. Uji keberhasilan penelitian dilakukan dengan pengukuran kadar malondialdehid (MDA) dan pemeriksaan histologis organ paru dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE). Kadar MDA tikus kontrol; tikus terpapar benzopirena; tikus terapi fraksi n-heksana; tikus terapi fraksi etil-asetat; dan tikus terapi fraksi metanol masing-masing adalah 8,44; 6,24; 7,21; 8,47; dan 5,27 ppm. Tingkat kerusakan organ paru tikus kontrol, terpapar benzopirena, terapi fraksi n-heksan, terapi fraksi etil-asetat, dan fraksi metanol masing-masing adalah normal (0,728), strong (3,002), light (1,687), moderate (2,600), dan strong (3,060). Fraksi n-heksana merupakan fraksi yang paling bagus dalam memperbaiki kerusakan organ paru hewan model akibat paparan benzopirena.
INHIBIN B: KANDIDAT KONTRASEPSI PRIA BERBASIS HORMON PEPTIDA Akmal, Muslim; a, Aulanni'am; Widodo, Muhammad Aris; B. Sumitro, Sutiman; Purnomo, Basuki B.
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 5, No 1 (2011): March
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v5i1.391

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui efek injeksi inhibin B sebagai kandidat kontrasepsi pria berbasis hormonpeptida terhadap berat badan, berat dan panjang testis, dan duktus epididimis. Sebanyak 24 ekor tikus (Rattusnovergicus) jantan strain Wistar berumur 4 bulan dengan berat badan 150-200 g dikelompokkan secara acak ke dalam 4 kelompok, yaitu kontrol (KO), KI, KII, dan KIII. Kelompok kontrol, tikus hanya diinjeksi dengan 0,1 ml PBS tanpa inhibin B; Kelompok KI, KII, dan KIII tikus diinjeksi dengan 25, 50, dan 100 pg inhibin B/ekor. Injeksi dilakukan secara intra peritoneal sebanyak 5 kali dengan selang waktu 12 hari selama 48 hari. Injeksi pertama, isolat inhibin B dilarutkan dalam PBS sebanyak 0,05 ml dan diemulsikan dengan 0,05 ml Freud's complete adjuvant (FCA). Pada injeksi kedua, ketiga, keempat, dan kelima menggunakan inhibin B dalam PBS 0,05 ml dan diemulsikan dengan 0,05 ml Freud's incomplete adjuvant (FICA). Pada hari keenam setelah injeksi terakhir, tikus dikorbankan secara dislocatio cervicalis setelah terlebih dahulu dilakukan penimbangan berat badan. Berat testis dan duktus epididimis ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik, sedangkan diameter dan panjang testis dan duktus epididimis diukur dengan menggunakan jangka sorong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P0,05) antara kelompok kontrol dan perlakuan terhadap berat badan, berat, panjang, dan diameter testis dan duktus epididimis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa inhibin B berpotensi dikembangkan sebagai kandidat kontrasepsi pria berbasis hormon peptida yang aman dan reversible.
INHIBIN B MENGHAMBAT EKSPRESI MOLEKUL PROTAMINE P2 DI DALAM KEPALA SPERMATOZOA TIKUS (Rattus norvegicus) a, Aulanni'am; Akmal, Muslim; Widodo, M. Aris; Sumitro, Sutiman B.; Purnomo, Basuki B.
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 5, No 2 (2011): September
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v5i2.365

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui efek inhibin B terhadap ekspresi protamine P2 di dalam kepala spermatozoa pada kauda epididimis. Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus jantan berumur 4 bulan yang dikelompokkan secaraacak ke dalam 4 kelompok (KO, KI, KII, dan KIII), setiap kelompok terdiri atas 6 ekor tikus. Kelompok KO merupakan kelompok kontrol hanya diinjeksi dengan PBS. Kelompok KI, KII, dan KIII diinjeksi dengan inhibin B dengan dosis masing-masing adalah 25, 50, dan 100 pg/ekor. Tikus diinjeksi sebanyak 5 kali secara intra peritoneal dengan interval waktu pemberian 12 hari selama 48 hari. Injeksi pertama, inhibin B dicampur dengan 0,05 ml PBS dan 0,05 ml CFA. Injeksi kedua hingga kelima, inhibin B dicampur dengan 0,05 ml PBS dan 0,05 ml IFA. Pada hari ke-6 setelah injeksi inhibin B terakhir, hewan coba dikorbankan secara dislocatio cervicalis lalu jaringan kauda epididimis dikoleksi dan difiksasi dengan paraformaldehid 4%. Setelah melalui proses dehidrasi, jaringan blok di dalam parafin dipotong dengan ketebalan 6 mikron dan diwarnai secara imunohistokimia dengan menggunakan antibodi anti protamine P2. Pengamatan secara imunohistokimia menunjukkan adanya ekspresi protamine P2 di dalam kepala spermatozoa pada semua kelompok perlakuan. Akan tetapi, seiring dengan penambahan dosis inhibin B menyebabkan terjadinya penurunan tingkat ekspresi protamine P2 di dalam kepala spermatozoa pada kauda epididimis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa injeksi inhibin B dengan dosis 100 pg/ekor menurunkan secara nyata jumlah ekspresi protamine P2 di dalam kepala spermatozoa pada epididimis (P0,05) dibanding KO.