Background: Construction projects have varying levels of risk, ranging from low to high. This demonstrates the importance of understanding and implementing occupational health and safety (K3) to minimize potential risks. Companies engaged in construction services face varying levels of potential hazards and risks in each type of work, particularly in the substructure phase, which involves activities such as piling, excavation, casting, and welding. Purpose: To provide an overview of potential hazards using the Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Control (HIRADC) method for bridge construction projects. Method: Descriptive, observational, and qualitative methods. Data collected consisted of primary data obtained through direct field observation using HIRADC worksheets and interviews with the HSE team and daily workers, as well as secondary data from internal company documents and related literature. Observations included identifying the types of work activities in the workplace, determining the location, and conducting a risk assessment based on an identification table. The HIRADC worksheet is used as a process for describing hazard sources in detail, including activities, hazards, risks, impact and probability figures, risk level scores, bands, risk rankings and control actions that will be recommended for improvement (action) so as to minimize potential hazards. Result: The bridge construction project has 6 types of work with 2 areas, namely the west side work area and the east side work area. The six types of work include spun pile driving work using a diesel hammer, spun pile connection work (welding), excavation work, spun pile cutting work with a grinder, and H-Beam breaching installation work, and foundation concreting work. From the 6 types of work, 29 potential hazards were found which were classified into 13 high risks, 11 medium risks, and 5 low risks. There are 2 hazards with high risks, namely physical hazards, namely noise with a score of 9, which comes from spun pile driving activities using a diesel hammer which can cause hearing loss. The next high-risk hazard is an environmental hazard, namely extreme hot weather during spun pile driving activities with a score of 8 which can cause dehydration and fainting. And the next high-risk hazard comes from physical hazards, namely radiation from spun pile connection activities (welding) which can cause eye damage. It is necessary to implement appropriate risk controls, including technical and administrative engineering and the use of personal protective equipment (PPE), to minimize the impact of hazards on occupational safety and health in the project environment. Conclusion: Each type of work in the substructure bridge construction phase has different potential hazards. Of the six types of work analyzed, 29 potential hazards were identified, including three high-risk hazards: noise hazards, environmental hazards, and radiation hazards. The most predominant high-risk hazards originate from spun pile driving and spun pile connection activities. Therefore, appropriate risk control measures, including engineering, administrative, and personal protective equipment (PPE), are required to minimize the impact of hazards on occupational safety and health within the project environment. Overall, comprehensive control measures based on the hierarchy of controls (elimination, substitution, engineering, administrative, and PPE) must be implemented to reduce risk levels, improve occupational safety, and support safe and efficient project implementation. Suggestion: Future research is recommended to quantitatively measure the effectiveness of each control (engineering, administrative, and PPE) in reducing accident risk. Tools such as noise, vibration, gas detectors, and lighting are also recommended to provide objective data on hazard levels in the field. Keywords: Construction work; HIRADC; Potential hazards; Work activity risks Pendahuluan: Pembangunan konstruksi memiliki tingkat risiko dari yang paling rendah hingga paling tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam pembangunan konstruksi perlu pemahaman dan penerapan K3 untuk meminimalisir risiko yang akan terjadi. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi dalam mengerjakan proyek memiliki potensi bahaya dan tingkat risiko di setiap jenis pekerjaan yang berbeda-beda. Terutama pada tahap struktur bawah yang melibatkan aktivitas seperti pemancangan, penggalian, pengecoran, dan pengelasan. Tujuan: Untuk memberikan gambaran potensi bahaya menggunakan metode Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Control (HIRADC) pada proyek pembangunan jembatan. Metode: Deskriptif observasional dengan metode kualitatif. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer, yang diperoleh melalui observasi langsung di lapangan menggunakan lembar kerja HIRADC dan wawancara dengan tim HSE serta pekerja harian, serta data sekunder yang berasal dari dokumen internal perusahaan dan literatur terkait. Kegiatan observasi dengan melakukan identifikasi jenis kegiatan pekerjaan di tempat kerja, yaitu dengan menentukan tempat atau lokasi dan melakukan penilaian risiko berdasarkan tabel identifikasi. HIRADC worksheet yang digunakan sebagai proses penjabaran sumber bahaya secara terperinci meliputi aktivitas, bahaya, risiko, angka dampak dan probabilitas, skor level risiko, bands, ranking risiko dan tindakan pengendalian yang akan direkomendasikan untuk perbaikan (action) sehingga dapat meminimalisir potensi bahaya. Hasil: Proyek pembangunan jembatan memiliki 6 jenis pekerjaan dengan 2 area yaitu area kerja sisi barat dan area kerja sisi timur. Enam jenis pekerjaan di antaranya adalah pekerjaan pemancangan spun pile menggunakan diesel hammer, pekerjaan penyambungan spun pile (welding), pekerjaan penggalian, pekerjaan pemotongan spun pile dengan gerinda, dan pekerjaan pemasangan breaching H-Beam, dan pekerjaan pengecoran (concreating) pondasi. Dari 6 jenis pekerjaan tersebut didapati 29 potensi bahaya yang diklasifikasikan ke dalam 13 risiko tinggi, 11 risiko sedang, dan 5 risiko rendah. Terdapat 2 bahaya dengan risiko tinggi adalah bahaya fisik yaitu kebisingan dengan skor 9 yaitu berasal dari aktivitas pemancangan spun pile menggunakan diesel hammer yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Bahaya dengan high risk selanjutnya adalah bahaya lingkungan yaitu cuaca panas yang ekstrim pada saat aktivitas pemancangan spun pile dengan skor 8 yang dapat menyebabkan dehidrasi dan pingsan. Dan bahaya dengan risiko tinggi selanjutnya berasal dari bahaya fisik yaitu radiasi dari aktivitas penyambungan spun pile (pengelasan) yang dapat menyebabkan kerusakan pada mata. Diperlukan penerapan pengendalian risiko yang tepat, termasuk rekayasa teknis, administratif, dan penggunaan alat pelindung diri (APD), guna meminimalkan dampak bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan proyek. Simpulan: Setiap jenis pekerjaan pada pembangunan jembatan tahapan struktur bawah memiliki potensi bahaya yang berbeda-beda. Dari enam jenis pekerjaan yang dianalisis, ditemukan 29 potensi bahaya terdapat 3 jenis bahaya dengan risiko tinggi yaitu bahaya kebisingan, bahaya lingkungan, dan bahaya radiasi. Bahaya dengan risiko tinggi paling dominan berasal dari aktivitas pemancangan spun pile dan penyambungan spun pile. Diperlukan penerapan pengendalian risiko yang tepat, termasuk rekayasa teknis, administratif, dan penggunaan APD, guna meminimalkan dampak bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan proyek. Secara keseluruhan, perlu penerapan untuk pengendalian berdasarkan hierarki pengendalian (eliminasi, substitusi, rekayasa teknis, administratif, dan APD) harus diterapkan secara komprehensif guna menurunkan tingkat risiko, meningkatkan keselamatan kerja, dan mendukung pelaksanaan proyek secara aman dan efisien. Saran: Penelitian mendatang disarankan untuk mengukur secara kuantitatif efektivitas masing-masing kontrol (engineering, administrative, PPE) dalam menurunkan risiko kecelakaan. Serta disarankan menggunakan alat seperti untuk mengukur tingkat kebisingan, getaran, gas detector, dan pencahayaan untuk memberikan data yang objektif terhadap tingkat bahaya di lapangan