Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Rekonstruksi Run-Up Dan Kecepatan Tsunami Berdasarkan Data Endapan Tsunami Studi Kasus: Tsunami Mentawai 2010 Dan Tohoku Oki 2011 Purna Sulastya Putra
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi Vol 7, No 3 (2016)
Publisher : Badan Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2713.441 KB) | DOI: 10.34126/jlbg.v7i3.105

Abstract

ABSTRAKTulisan ini bermaksud menguji sebuah metode sederhana perhitungan run-up dan kecepatan tsunami yang dimodifikasi oleh Srisutam dari metode yang sudah ada. Dasar modifikasi ini adalah jarak maksimum pengendapan sedimen oleh run-up tsunami dihitung dari plot nilai rata-rata besar butir terhadap jarak untuk setiap lapisan, dengan asumsi ukuran besar butir mengecil ke arah darat. Perhitungan dengan metode hasil modifikasi ini dengan studi kasus tsunami Mentawai 2010 (di Tumalei) dan Tohoku Oki 2011 (di Yunuki), menunjukkan hasil yang melebihi hasil pengukuran di lapangan. Hasil perhitungan kecepatan rata-rata run-up tsunami pada lintasan Yunuki adalah 5,67 m/s, sedangkan di lintasan Tumalei maksimal mencapai 1,86 m/s. Lereng di Yunuki yang lebih landai dibandingkan di Tumalei, mungkin berpengaruh terhadap kecepatan run-up yang lebih besar dan daerah yang tergenang lebih jauh. Tinggi runup tsunami Tohoku Oki 2011 di Yunuki hasil perhitungan adalah 5,75 m, berada di kisaran tinggi run-up hasil survei yang mencapai maksimal 20 m. Namun, jarak genangan hasil perhitungan (11,76 km) dua kali lipat lebih jauh dari jarak genangan hasil pengukuran (4,8 km). Sementara itu, hasil perhitungan tinggi run-up di Tumalei adalah 14,27 m, lebih dari dua kali hasil perhitungan di lapangan (6 m). Jarak genangan hasil perhitungan di Tumalei adalah 1,19 km, hampir sepuluh kali hasil pengukuran yang hanya 136 m. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa metode Srisutam ini menggunakan asumsi yang terlalu sederhana, sehingga dihasilkan perhitungan yang tidak sesuai dengan hasil pengukuran. Secara umum, nilai rata-rata besar butir endapan tsunami memang menghalus ke arah daratan. Namun, variasi lokal (misalnya mikrotopografi) di sepanjang lintasan akan berpengaruh terhadap distribusi besar butir, dan pada akhirnya akan memengaruhi hasil perhitungan metode Srisutam. Metode ini masih memerlukan pengembangan lebih lanjut untuk bisa diaplikasikan dalam studi paleotsunami.Kata kunci: endapan tsunami, kecepatan tsunami, run-up, rekonstruksiABSTRACTThis paper is to examine a simple model of calculating tsunami run-up and velocity developed by Srisutam. This simple model is the result of the modification of an existing model. The idea of this modification is that the maximum distance of sediment deposition by tsunami run-up is calculated from the plot of mean grain size with the distance for every layer, with the assumption that the grain size of the deposit decreases landward along the transect. Bu using the data from the 2010 Mentawai tsunami and the 2011 Tohoku Oki tsunamis as the case study, the result of the calculation by using this simple model is overestimated. The calculated tsunami mean run-up velocity in Yunuki is 5.67 m/s, meanwhile in Tumalei is 1.86 m/s. The slope of the transect in Yunuki is very gentle compared to Tumalei, that may have an effect to the tsunami run-up that resulted the higher velocity and longer inundation distance. The calculated run-up height in Yunuki (5.75 m) is in the range of measured run-up height which is up to 20 m. However, the calculated inundation distance (11.76 km) is more than twice the measured inundation distance (4.8 km). The calculated run-up height in Tumalei is 14.27 m, which is more than twice the measured height (6 m). The calculated inundation distance in Tumalei is 1.19 km, almost ten times of the measured distance. The results of this calculation show that the assumption used in this Srisutam method is too simple and it results inaccurate calculation. In general, mean grain size of the tsunami deposit is fining landward. However, local variation (i.e. microtopography) along the transect may affect the grain size distribution, and finally will affect the model calculation. This method still needs further development to be applied in paleotsunami studies.Keywords: tsunami deposit, tsunami velocity, run-up, reconstruction
STRATIGRAFI ENDAPAN TSUNAMI KRAKATAU 1883 DI DAERAH LIMUS, PANTAI BARAT TELUK SEMANGKO, LAMPUNG Purna Sulastya Putra; Eko Yulianto
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi Vol 7, No 1 (2016)
Publisher : Badan Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (462.602 KB) | DOI: 10.34126/jlbg.v7i1.93

Abstract

ABSTRAKPenelitian stratigrafi dan sedimentologi endapan Krakatau 1883 dilakukan di daerah Limus di pantai barat Teluk Semangko, Lampung. Berdasarkan analisis stratigrafi terhadap dua belas percontoh inti yang diambil pada rendahan di antara pematang (swale) 1, stratigrafi endapan letusan Gunung Krakatau tahun 1883 di daerah penelitian dapat dibagi menjadi: endapan pasir pada bagian bawah, endapan abu gunung api pada bagian tengah, serta endapan batu apung pada bagian atas. Berdasarkan hasil analisis besar butir, foraminifera, dan mineralogi, endapan-endapan tersebut diidentifikasi sebagai endapan tsunami dan diklasifikasikan menjadi:1) fasies pasir endapan tsunami; 2) fasies abu gunung api batuapungan yang mengalami pengangkutan oleh tsunami; dan 3) fasies batu apung yang mengalami pengangkutan oleh tsunami. Rekaman stratigrafi yang didapatkan di lapangan memang tidak selengkap stratigrafi hipotetik yang disusun dari catatan sejarah. Meskipun demikian, rekaman stratigrafi yang dikombinasikan dengan catatan sejarah dapat digunakan untuk merekonstruksi kejadian erupsi dan tsunami tahun 1883 di daerah penelitian.Kata kunci: catatan sejarah, Krakatau 1883, stratigrafi, tsunami,, ,Teluk SemangkoABSTRACTA research was conducted on the sedimentology and stratigraphy of the 1883 Krakatau eruption and tsunami in Limus area in the western coast of Semangko Bay, Lampung. Based on the stratigraphy of the twelve cores taken from the swale 1, the 1883 Krakatau deposits in the researched area can be divided into: sand layer in the bottom, ash layer in the middle, and pumice layer in the top of the stratigraphy. Based on the grain size, foraminifera, and mineralogy analysis, these deposits are identified as tsunami deposits and can be classified as: 1) tsunami sand deposit facies; 2) tsunami reworked of pumiceous ash facies, and: 3) tsunami reworked of pumice facies. The field stratigraphy records were not as complete as the hypothetical stratigraphy. Nonetheless, the stratigraphy records when combined with the historical record can be used to reconstruct the eruption and tsunami during the paroxysmal eruption of the 1883 Krakatau event.Keywords: historical record, stratigraphy, Krakatau 1883, tsunami,, ,Semangko Bay
PENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO Purna Sulastya Putra
Jurnal Ilmiah MTG Vol 2, No 2 (2009)
Publisher : Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral UPN "Veteran" Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9.277 KB)

Abstract

Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh penulis di bagian barat Cekungan Baturetno menyimpulkan bahwa tidak terdapat indikasi adanya Danau Baturetno Purba serta pembalikan arah Bengawan Solo Purba tidak pernah terjadi. Kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan karakteristik stratigrafi dan sedimentologi Formasi Baturetno. Karakteristik sedimentologi dan mikropaleontologi endapan lempung hitam tidak mencerminkan hasil pengendapan danau Baturetno Purba. Dua hal penting hasil penelitian penulis tersebut sangat berbeda dengan penelitian – penelitian terdahulu. Tulisan ini bermaksud mengurai fakta lapangan dan laboratorium yang terbaru tentang Formasi Baturetno dan keterkaitannya dengan Danau Baturetno Purba dan Bengawan Solo Purba serta hal – hal yang harus dilakukan untuk menguak kebenaran ilmiah ada tidaknya pembalikan arah Bengawan Solo Purba dan pembentukan danau Baturetno Purba
FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI PARIGI DI DAERAH PALIMANAN, CIREBON Praptisih Praptisih; M. Safei Siregar; Kamtono Kamtono; Marfasran Hendrizan; Purna Sulastya Putra
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 22, No 1 (2012)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2595.097 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2012.v22.56

Abstract

ABSTRAK Batuan karbonat Formasi Parigi tersingkap baik di Komplek Kromong daerah Palimanan, Cirebon dimana studi fasies karbonat ini dilakukan.  Berdasarkan karakter fisik dan biota yang dikandungnya, batuan karbonat Komplek Kromong dapat dikelompokkan menjadi  7 fasies, yakni : (1) fasies boundstone, (2) fasies rudstone, (3) fasies cross bedded grainstone, (4) fasies foraminiferal packstone, (5) fasies algal-foram packstone,  (6) fasies floatstone, dan (7) fasies thin bedded wackestone-packstone. Fasies boundstone dapat dibagi menjadi 2 subfasies yaitu subfasies bafflestone dan subfasies framestone. Lingkungan pengendapan Formasi Parigi diperkirakan  diendapkan pada lingkungan reef front, reef crest, back reef, lagoon-surge chanel dan tidal flat-tidal chanel. Hasil analisis  fosil foraminifera besar menunjukkan  umur Formasi Parigi adalah Miosen Awal. Berdasarkan pada  pola lingkungan pengendapan Formasi Parigi diinterpretasikan terumbu bagian depan berada di sebelah timur laut, sedangkan terumbu bagian belakang di bagian baratdaya.
Sekuen Pengendapan Sedimen Miosen Tengah Kawasan Selat Madura Purna Sulastya Putra
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 17, No 1 (2007)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (800.098 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2007.v17.142

Abstract

ABSTRACT Penelitian sekuen pengendapan sedimen telah dilakukan di kawasan Selat Madura.Daerah penelitian termasuk dalam Cekungan belakang busur Jawa Timur Utara. Penelitian difokuskan pada sedimen Miosen Tengah yang merupakan reservoar utama di cekungan ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui runtunan stratigrafi sikuen dan penyebaran system tract-nya yang selanjutnya diaplikasikan untuk mengetahui daerah yang potensial menjadi pemerangkap hidrokarbon. Berdasarkan hasil analisis stratigrafi sikuen dengan menggunakan 18 lintasan seismik dan 2 data sumuran, daerah penelitian terbagi menjadi lima runtunan pengendapan yaitu Sikuen Miosen Tengah – 1 (Sikuen MT – 1) yang terdiri dari Lowstand System Tract Miosen Tengah – 1 (LST MT – 1), Transgressive System Tract Miosen Tengah – 1 (TST MT -1) dan Highstand System Tract Miosen Tengah – 1 (HST MT – 1); Sikuen Miosen Tengah – 2 (Sikuen MT – 2) yang terdiri dari TST MT –2 dan HST MT – 2; Sikuen Miosen Tengah – 3 (Sikuen MT – 3) yang terdiri dari LST MT – 3, TST MT –3 HST MT – 3; Sikuen Miosen Tengah – 4 (Sikuen MT – 4) yang terdiri dari LST MT – 4, TST MT – 4 dan HST MT – 4; dan Sikuen Miosen Tengah – 5 (Sikuen MT – 5) yang terdiri dari TST MT – 5 dan HST MT – 5. Prospek pemerangkapan hidrokarbon di daerah penelitian dijumpai di beberapa bagian. Prospek pemerangkapan hidrokarbon pada endapan LST MT – 3 berupa perangkap antiklin. Prospek pemerangkapan hidrokarbon pada endapan LST MT – 4 yaitu perangkap struktur berupa antiklin dan perangkap stratigrafi berupa pembajian endapan LST MT – 4 sebagai reservoar pada tinggian Miosen Awal. Prospek pemerangkapan hidrokabon pada HST MT – 2 berupa perangkap antiklin. Prospek pemerangkapan hidrokarbon pada HST MT – 3 dan HST MT – 4 berupa perangkap antiklin di dua daerah dan pada endapan HST MT – 5 prospek pemerangkapan hidrokaron juga berupa struktur antiklin.