Satri ani
Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

TRADISI MAPPATAMMA’ PADA MASYARAKAT KELURAHAN LAMERORO KECAMATAN RUMBIA KABUPATEN BOMBANA Satri ani
KABANTI : Jurnal Kerabat Antropologi Vol 3 No 2 (2019): Volume 3 Nomor 2 Juli - Desember 2019
Publisher : Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.532 KB) | DOI: 10.33772/kabanti.v3i2.984

Abstract

Tradisi mappatamma’salah satu cara hidup orang Muslim Khususnya di Kelurahan Lameroro yang memiliki arti yang sangat mendalam sehingga tradisi ini menjadi perayaan bagi orang yang telah tamat mengaji. Jika seseorang belum melaksanakan tradisi mappatamma’ dianggap masih menjadi tanggungan guru mengaji atau masih menjadi anak dari guru mengaji. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Orang Bugis masih mempertahankan tradisi mappatamma, bagaimana tradisi mappatamma dalam Kehidupan Orang Moronene dan makna tradisi Mappatamma di Kelurahan Lameroro. Teori yang digunakan adalah teori fenomenologi agama. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif berupa deskripsi mendalam, dengan pengumpulan data menggunakan pengamatan terlibat (participation observation) dan wawancara mendalam (indepth interview). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: tradisi Mappatamma masih dipertahankan karena sebuah tradisi pada saat tamat mengaji. Sedangkan tradisi mappatamma dalam Kehidupan Moronene tujuannya sebagai tanda syukur kepada sang pencipta atas pencapaian kepada anak dalam khataman AL-Quran. Maka yang terkandung dalam tradisi ada duayakni makna perilaku yang dilakukan oleh iman pada saat memimpin terjadinya proses mappatamma’ sedangkan perlengkapan yang dipakai dalam tradisi Mappatamma’ yakni sokko ketan putih dimaknai sebagai bentuk rasa syukur atas rejeki yang didapatkan, kue tujuh wanah dimaknai tentang persatuan Islam atau doa, ayam dimaknai sebagai tanda terimaksih kepada sang Guru mengaji, pisang dimaknai sebagai pengungkap rasa cinta sedangkan dupa dan kemenyam dimaknai sebagai penguhung dengan leluhur mereka.
TRADISI MAPPATAMMA’ PADA MASYARAKAT KELURAHAN LAMERORO KECAMATAN RUMBIA KABUPATEN BOMBANA Satri ani; Akhmad Marhadi
JURNAL KABANTI: Kerabat Antropologi Vol 3 No 2 (2019): Volume 3 Nomor 2 Juli - Desember 2019
Publisher : Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/kabanti.v3i2.984

Abstract

Tradisi mappatamma’salah satu cara hidup orang Muslim Khususnya di Kelurahan Lameroro yang memiliki arti yang sangat mendalam sehingga tradisi ini menjadi perayaan bagi orang yang telah tamat mengaji. Jika seseorang belum melaksanakan tradisi mappatamma’ dianggap masih menjadi tanggungan guru mengaji atau masih menjadi anak dari guru mengaji. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Orang Bugis masih mempertahankan tradisi mappatamma, bagaimana tradisi mappatamma dalam Kehidupan Orang Moronene dan makna tradisi Mappatamma di Kelurahan Lameroro. Teori yang digunakan adalah teori fenomenologi agama. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif berupa deskripsi mendalam, dengan pengumpulan data menggunakan pengamatan terlibat (participation observation) dan wawancara mendalam (indepth interview). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: tradisi Mappatamma masih dipertahankan karena sebuah tradisi pada saat tamat mengaji. Sedangkan tradisi mappatamma dalam Kehidupan Moronene tujuannya sebagai tanda syukur kepada sang pencipta atas pencapaian kepada anak dalam khataman AL-Quran. Maka yang terkandung dalam tradisi ada duayakni makna perilaku yang dilakukan oleh iman pada saat memimpin terjadinya proses mappatamma’ sedangkan perlengkapan yang dipakai dalam tradisi Mappatamma’ yakni sokko ketan putih dimaknai sebagai bentuk rasa syukur atas rejeki yang didapatkan, kue tujuh wanah dimaknai tentang persatuan Islam atau doa, ayam dimaknai sebagai tanda terimaksih kepada sang Guru mengaji, pisang dimaknai sebagai pengungkap rasa cinta sedangkan dupa dan kemenyam dimaknai sebagai penguhung dengan leluhur mereka.