Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Disisi lain dalam penerapan sanksi pidana masih sering terjadi dualisme di dalam penerapan ketentuan pemidanaan. Dualisme tersebut terjadi seiring diundangkannya Undang- Undang PKDRT tetapi masih berlaku pula aturan dalam KUHP. Tipe penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah normatif (legal research), dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Permasalahan dalam tesis ini yaitu: Bagaimana penyelesaian perkara tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh pasangan kawin siri dan Bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan oleh pasangan kawin siri.Hasil penelitian dalam tesis ini adalah Terjadi perbedaan penerapan hukum oleh penegak hukum dalam penyelesaian tindak pidana KDRT yang terjadi pada pasangan kawin siri. Sebagian penegak hukum menggunakan pasal di dalam KUHP, sebagaian lagi menggunakan Undang-Undang PKDRT dalam penegakan hukum tindak pidana KDRT. Hal tersebut merupakan akibat adanya pasal multi tafsir atau kekaburan norma dalam Undang-Undang PKDRT khususnya Pasal 2 Undang-Undang PKDRT. Di dalam pasal terebut tidak menyebut perkawinan harus sebagai perkawinan yang tercatat. Hal tersebut mengakibatkan banyak penafsiran, sehingga terjadi perbedaan penggunaan undang-undang dalam penegakan hukum tindak pidana KDRT antara KUHP dan Undang-Undang PKDRT. Bahkan di dalam Pasal 2 Undang-Undang PKDRT juga menyebutkan bahwa orang yang tidak mempunyai hubungan darah pun, apabila menetap dalam suatu rumah tangga, dapat dimasukan dalam kategori lingkup rumah tangga sehingga apabila terjadi tindak pidana kekerasan di dalam lingkup rumah tangga tersebut dapat dimaksukkan sebagai KDRT. Penegak Hukum khususnya Penuntut Umum dalam menghadapi perkara tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh pasangan kawin siri seringkali menggunkan dakwaan alternatif, yakni pasal KUHP dan pasal UU PKDRT. Hal tersebut untuk mengantisipasi paradigma manakah yang kemudian dianut oleh Hakim. Apakah mengangap perkawinan siri termasuk atu tidak dalam lingkup rumah tangga. Hal semacam itu tentunya tidak baik jika terus menerus dilakukan karena berkaitan dengan keadilan dan kepastian hukum dalam penegakan hukum. Konkritnya, dalam penegakan hukum diperlukan adanya harmonisasi dari semua unsur, mulai dari subtansi/isi, struktur/aparaturnya, dan juga didukung oleh kulturnya.