Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

REAKTUALISASI NILAI ISLAM DALAM BUDAYA MINANGKABAU MELALUI KEBIJAKAN DESENTRALISASI Rahmat, Aulia
El-HARAKAH (TERAKREDITASI) el-Harakah (Vol 13, No 1
Publisher : UIN Maliki Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/el.v0i0.2018

Abstract

The decentralization have been represent the form of law development in pasca-reform 1998 era. Stipulate of regulation in Solok Sub-Province represents responsibility to this policy. Through this institution, the Minangkabau’s elite figure shown the integration of Islamic value with Minangkabau’s culture to maintain its individuality in modern era.Keyword : Desentralisasi, Islam dan Budaya Minangkabau.
Gugatan Isbat Nikah Terhadap Pasangan yang Meninggal Dunia: Studi Kasus Pada Pengadilan Agama Solok Rahmat, Aulia; Hadrizal, Hadrizal
Ijtihad Vol 33, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/ijt.v33i1.25

Abstract

Isbat nikah merupakan sebuah isntitusi yang berada dalam kewenangan Peradilan Agama di tingkat pertama dalam upaya mengesahkan perkawinan yang tidak mempunyai bukti otentik pelaksanaannya. Lazimnya, perkara isbat nikah dikategorikan sebagai sebuah permohonan atau perkara volunteer, dimana dalam putusannya hanya bersifat penetapan dan bukan putusan. Namun, pada penelitian pendahuluan yang sudah dilakukan sebelumnya ditemukan bahwa perkara isbat nikah yang salah satu pihaknya telah meninggal dunia harus diselesaikan dalam bentuk gugatan atau kontensius, pihak yang telah meninggal dunia diwakili oleh ahli warisnya yang secara hukum belum bisa dibuktikan karena bukti otentik pernikahan pihak-pihak yang berperkara tidak ada. Demikian juga dengan bentuk putusannya yang hanya bersifat penetapan, sedangkan perkara tersebut diajukan dalam bentuk gugatan. Artikel ini merupakan hasil penelitian lapangan terhadap 3 (tiga) perkara gugatan isbat nikah yang diajukan dan diselesaikan pada Pengadilan Agama Solok pada tahun 2014. Mekanisme penyelesaian perkara isbat nikah apabila salah satu pihak telah meninggal dunia termasuk kategori contensius (gugatan) dikarenakan adanya keterlibatan pihak ketiga selain suami atau istri yang ingin mengisbatkan pernikahannya. Keterlibatan pihak ketiga yang diposisikan sebagai ahli waris dari pihak yang telah meningal dunia inilah yang membuat pemeriksaan perkara isbat nikah harus dalam bentuk contensius (gugatan) dikarenakan di dalamnya termuat materi yang berkaitan dengan perlawanan atau bahkan ada sengketa. Keterlibatan pihak ketiga ini dirasa sangat perlu mengingat adanya peluang dalam upaya penyelundupan hukum apabila isbat nikah pada salah satu pihak yang telah meninggal dunia dunia diajukan oleh pihak lain yang masih hidup saja. Meskipun di dalamnya tidak ada materi petitum yang bersifat condemnatoir, namun proses pemeriksaannya harus tetap dilaksanakan dalam bentuk gugatan dan produk hukum yang dihasilkan adalah putusan.
Model Pembaharuan Hukum Islam: Sebuah Kajian Sosio-Historis Rahmat, Aulia
Ijtihad Vol 34, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/ijt.v34i1.6

Abstract

Kajian ini merupakan kajian normatif terhadap ketentuan perundang-undangan dari beberapa Negara. Fokus kajian ini adalah model pembaharuan hukum Islam dengan mengambil kasus yang berkaitan dengan regulasi pengangkatan anak pada beberapa negara muslim. Pengangkatan anak atau yang lazim juga disebut dengan adopsi merupakan salah satu bentuk tindakan hukum yang mempunyai implikasi penting terhadap beberapa status hukum pihak yang terlibat di dalamnya. Pengkajian mengenai pengangkatan anak tidak ditemukan dalam beberapa literatur fiqih klasik sebagai satu pembahasan tersendiri, sehingga seolah-olah pengkajian mengenai hal ini tidak begitu penting –paling tidak sampai pada masa kodifikasi fiqh klasik–. Merujuk pada kondisi aktual saat ini, institusi pengangkatan anak merupakan salah satu institusi yang perlu diperhatikan dan diberikan perhatian lebih, mengingat beberapa implikasi signifikan yang bisa ditimbulkannya. Metode pembentukan regulasi tentang pengangkatan ini secara sederhana akan menunjukkan model pembaharuan hukum Islam era kontemporer pada beberapa negara Muslim.
Civil Society Nagari Minangkabau: Restrukturisasi Adat dalam Lintasan Kebijakan Rahmat, Aulia
Bakaba : Jurnal Sejarah, Kebudayaan dan Kependidikan Vol 8, No 1 (2019)
Publisher : Laboratorium Program Studi Pendidikan Sejarah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1218.925 KB) | DOI: 10.22202/bakaba.2019.v8i1.3453

Abstract

The hegemony between religious and ethnic identities that are part of cultural rights and community rights to identity. Later both of these exponents then came into contact with the concepts of modernization and globalization, even the civil society. Nagari as the crystallization of the cultural rights of the Minangkabau’s indigenious people on the history of Indoesian government always changes. This study uses a grounded research approach with constant comparacy analysis. A series of changes that occurred did not eliminate the existence of modeling civil society that is different from the western concept. This can be seen in the nagari governance model in regulation.  
Rasionalisasi Hukum Alam oleh Hugo Grotius: Dari Humanisasi Menuju Sekularisasi Aulia Rahmat
Undang: Jurnal Hukum Vol 2 No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.091 KB) | DOI: 10.22437/ujh.2.2.433-470

Abstract

Hugo Grotius is a figure who is recognized as a thinker from rational natural law. Grotius thought about law is interesting to review, because of their existence at the turn of the Middle Ages and the tendency to shift or change of thought and knowledge at that time. This article shows that the socio-historical background of Grotius was born and grew up influencing him as a humanist and secular legal figure. At first, the rationalization of law by Grotius was carried out by humanizing natural law, but at the next stage he cundocted secularization by limiting religious domination of state authority. This shift in thinking occurred during the Middle Ages, where reason was no longer intended to explain Divine reason but rather emphasized the ability of logical thinking in humans. In this way, the law-making authority is slowly shifted from God to human ratio. This article also shows that the rationalization of law by Grotius is urgent and relevant at this time, especially in the development of international humanitarian law, international treaty law, intellectual property law, alternative dispute resolution, and arbitration. For Indonesia, the legal idea from Grotius is also relevant in seeking the role of law that supports the development of the economic and tourism sector, which has recently become a priority. Abstrak Hugo Grotius merupakan tokoh yang dikenali sebagai pemikir dari kalangan hukum alam yang rasional. Pemikiran Grotius tentang hukum menarik untuk diulas, mengingat keberadaannya pada masa peralihan Abad Pertengahan dan kecenderungan pergeseran atau perubahan pemikiran dan pengetahuan pada masa itu. Artikel ini menunjukkan, latar belakang sosio-historis Grotius lahir dan besar turut memengaruhinya sebagai tokoh yang berhukum secara humanis sekaligus sekular. Apabila pada awalnya rasionalisasi hukum oleh Grotius dilakukan dengan melakukan humanisasi terhadap hukum alam, pada tahap berikutnya ia melakukan sekularisasi dengan mengadakan pembatasan dominasi agama terhadap otoritas kekuasaan negara. Pergeseran pemikiran ini terjadi pada masa peralihan Abad Pertengahan, di mana akal budi tidak lagi dimaksudkan untuk menjelaskan akal budi ilahiah melainkan lebih menekankan pada kemampuan berpikir logis manusia. Dengan begitu, otoritas pembuatan hukum perlahan digeser dari Tuhan kepada rasio manusia. Artikel ini juga menunjukkan, rasionalisasi hukum oleh Grotius urgen dan relevan pada saat ini terutama dalam pengembangan hukum humaniter internasional, hukum perjanjian internasional, hukum kekayaan intelektual, hukum perdamaian, alternatif penyelesaian sengketa, dan juga arbitrase. Bagi Indonesia, ide hukum dari Grotius juga relevan dalam mengupayakan peran hukum yang mendukung pengembangan sektor ekonomi dan pariwisata, yang belakangan ini menjadi prioritas.
Rekognisi dan Reposisi Aktor dalam Asimilasi Hukum Lama di Nagari (Baru) Sumatera Barat Aulia Rahmat
Indonesian Journal of Religion and Society Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Indonesian Center for Religion and Society Studies (InTReSt)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36256/ijrs.v2i2.106

Abstract

Nagari as a system of local wisdom that lives in the Minangkabau society has a long way in it relation to national law and international values, especially in the era of transnationalization of law. The regulations have been always led to a shifted the structure and function of the customary government structure in Minangkabau. This article is an evaluation of existing Nagari Government regulations in West Sumatra. The paradigm used is constructivist with a socio-legal approach. The result indicate that there is a shift in the order, structure, and function of cultural actors in society in the established local laws. The formation of local laws regarding Nagari as a response to the opportunities provided by the Village Law reaffirms the independence of the nagari through the existence of the Adat Salingka Nagari. The discussion to results leads to the use of the old legal assimilation in the legislation of Nagari Regulation has not succeeded to present a representative local law in protecting local wisdom in West Sumatra. So it is deemed necessary to minimize the state's domination of the people's needs in creating a balanced and comprehensive democracy.
Institutionalization of Islam and Adat: The Legal System of Hak Langgeih in Aceh Duhriah Duhriah; Fauzi Yati; Tezi Asmadia; Aulia Rahmat; Muslim Muslim; Ahmad Syukran Baharuddin
JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah) Vol 23, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Mahmud Yunus Batusangkar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31958/juris.v23i1.7482

Abstract

This study aims to discuss the institutionalization of custom and Islam in the Fatwa of Aceh’s Ulama Consultative Council (MPU). Local genius and adat have recently emerged as essential role of the legal pluralism discourse in the age of globalization. This fatwa was issued in an effort to preserve Muslim land and property ownership in Aceh, Indonesia, after the tsunami. The effort has its dynamics, considering the existence and control of property by non-Muslims. The problem in this study is how the dynamics of the legal system, encompassing legal substance, legal structure, and legal culture, interact with the institutionalization of legal rights in Aceh's MPU Fatwa. This research is socio-legal research. The results of this study indicate that adherence to adat, mediated by ‘hak mieung’, has placed adat structures as dispute resolution processes. Legal culture is of greater significance than legal structure and substance in the institutionalization of hak langgeih in Aceh.