Marianus Patora
Sekolah Tinggi Agama Kristen Teruna Bhakti Yogyakarta

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Menelisik Ketuhanan Yesus dalam Frasa “Eloi Eloi Lama Sabakthani”: Analisis Tekstual Markus 15:34 Marianus Patora; Nunuk Rinukti; Devi Maria Bungaa
JURNAL TERUNA BHAKTI Vol 4, No 1: Agustus 2021
Publisher : SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN TERUNA BHAKTI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47131/jtb.v4i1.74

Abstract

There are doubts about the divinity of Jesus from non-Christian circles and the limited understanding of lay Christians in providing an explanation of the phrase Eloi Eloi Lama Sabaktani. This research is a study of the meaning of the phrase "Eloi Eloi Lama Sabakthani" as well as the Christian faith's answer to questions about the doubts of Jesus' divinity through his words on the cross. [A1] This study uses a qualitative method with an exegetical exposition approach [A2] to Inil Markus 15:34. Thus, it can be concluded that the meaning of the phrase “Eloi Eloi Lama Sabakthani” is a condition of separation between Jesus and God the Father. Jesus was abandoned by God the Father because He became a substitute for sinners, namely to replace man's position before God and reconcile man's relationship with God which had been damaged by sin, redeemed man who was in the curse of sin and justified human existence in perfect righteousness before God.  AbstrakAdanya keraguan tentang Keilahian Yesus dari kalangan non ktistiani dan  keterbatasan pemahaman kalangan awam kristiani dalam memberikan penjelesan tentang frasa Eloi Eloi Lama Sabaktani. Penelitian ini merupakan suatu kajian terhadap pemaknaan frasa “Eloi Eloi Lama Sabakthani” sekaligus sebagai jawaban iman Kristen terhadap pertanyaan-pertanyaan atas keraguan keilahian Yesus melalui perkataannya di atas kayu salib. Penelitian ini mengunakan metode Kualitatif dengan pendekatanan eksposisi eksegesa  terhadap Inil Markus 15:34.  Dengan demikian, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa makna dari frasa “Eloi Eloi Lama Sabakthani” merupakan suatu kondisi keterpisahan antara Yesus dan Allah Bapa. Yesus ditinggalkan Allah Bapa karena Ia menjadi penganti orang berdosa, yaitu untuk menganti posisi manusia dihadapan Allah dan mendamaikan hubungan manusia dengan Allah yang telah rusak karena dosa, menebus manusia yang ada dalam kutuk dosa dan membenarkan keberadaan manusia dalam kebenaran yang sempurna dihadapan Allah.   
Peranan Kekristenan dalam Menghadapi Masalah Ekologi Marianus Patora
JURNAL TERUNA BHAKTI Vol 1, No 2 (2019): Februari 2019
Publisher : SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN TERUNA BHAKTI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (389.672 KB) | DOI: 10.47131/jtb.v1i2.19

Abstract

Ecological issues are now very worried man on the planet. Deforestation, soil excavation, burning forests, polluted rivers, sewage plant that is not well controlled, until the waste can not control it advanced technology. All this makes the concerns are very exceptional in all areas of the human race. There have been many non-governmental organizations and governments are fighting to awaken humanity of the dangers of ecological destruction of the earth. In the spiritual realm, the role of religious communities are required to be actively involved to become agents of change, with a mouthpiece for the creation of the world's ecological sistima good and true. This also applies to Christians. What and how the role of Christians in the face of this ecological issues? This paper inspires Christians to engage actively to preserve the universe, such as what is contained in the word of God or the Bible. Abstrak Persoalan Ekologi saat ini sudah sangat mencemaskan manusia di planet ini. Pengrusakan hutan, penggalian tanah, pembakaran hutan, sungai-sungai yang tercemar, limbah pabrik yang tidak dikontrol dengan baik, sampai dengan tidak dapat dikontrolnya limbah teknologi canggih. Semua hal ini membuat keprihatianan yang sangat luar biasa di segala bidang umat manusia. Sudah banyak lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah yang berperang untuk menyadarkan umat manusia akan bahaya rusaknya ekologi bumi ini. Dalam bidang spiritual, peranan umat beragama dituntut untuk terlibat aktif untuk menjadi agen perubahan, dengan menjadi corong bagi terciptanya sistima ekologi dunia yang baik dan benar. Hal ini juga berlaku bagi orang Kristen. Apa dan bagaimana peranan orang Kristen dalam menghadapi isu-isu ekologi ini? Tulisan ini menggugah orang Kristen untuk terlibat aktif untuk menjaga kelestarian alam semesta, seperti apa yang termaktub dalam firman Tuhan atau Alkitab.
Agama dan Pelestarian Budaya: Sebuah kajian Alkitab terhadap Praktik Aluk Rambu Solo’ dalam Upacara Kematian orang Kristen Toraja Marianus Patora
EPIGRAPHE: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani Vol 5, No 2: November 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Torsina Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33991/epigraphe.v5i2.296

Abstract

Acara Rambu Solo’ merupakan bagian dari upacara kematian Aluk Todolo atau agama para leluhur orang Toraja. Sampai saat ini pelaksanaan Rambu Solo’ masih tetap dilaksanakan dan telah menjadi identitas orang toraja pada umumnya yang sulit untuk ditinggalkan, meskipun orang Toraja itu sendiri telah memiliki keyakinan sebagai agama Kristen. Bagi orang Kristen Toraja, dalam melaksanakan upacara Rambu Solo’ mereka tidak melakukan agama Aluk Todolo melainkan hanya melaksanakan Adat Toraja dan berpartisipasi untuk melestarikan budaya. Penelitian ini mengunakan metode Kualitatif  dengan tehnik penulisan adalah melalui observasi literatur kepustakaan. Setelah meneliti dan membahasan tentang pelaksanaan acara Rambu Solo’ dalam kehidupan orang Kristen Toraja, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan acara Rambu Solo’ yang dilakukan orang Kristen Toraja masih diwarnai oleh unsur Aluk Todolo. Sudah saatnya gereja hadir untuk tidak selalu bersikap kritis terhadap suatu budaya, akan tetapi memberikan solusi melalui pemberian pola-pola baru dengan makna kekristenan terhadap praktik acara rambu solo’ yang dianggap tidak sesuai dengan iman Kristen. Dengan cara inilah, maka pelestarian budaya akan dapat terus dilakukan oleh orang Kristen toraja tanpa harus mengaburkan iman kekristenan mereka.