Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

TANGGUNG JAWAB CAMAT SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH SEMENTARA SETELAH TIDAK MENJABAT LAGI TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA Ricki Yoan; Amzulian Rifai
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Volume 6 Nomor 2 November 2017
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v6i2.307

Abstract

Camat selaku PPAT sementara mendapat kewenangan dalam hal melakukan perbuatan hukum dalam membuat akta yang otentik, dikarenakan jabatan yang melekat padanya, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Penelitian ini merumuskan permasalahan tentang bagaimanakah tanggung jawab camat selaku PPAT Sementara setelah tidak menjabat lagi sebagai PPAT Sementara terhadap akta yang dibuatnya, dan bagaimanakah kedudukan akta dan sanksi yang diterima Camat apabila akta otentik yang dibuatnya tidak memenuhi persyaratan dalam proses pendaftaran tanah. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menganalisis suatu aturan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum yang berlaku  untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi. Penelitian tesis ini menggunakan metode pendekatan Perundang-undangan (Statue Approach), pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mejelaskan akan tanggung jawab camat setelah tidak menjabat lagi sebagai PPAT sementara terhadap akta yang dibuatnya, apabila mengalami permasalahan hukum di kemudian hari,  serta menjelaskan sanksi dan kedudukan akta yang dibuat oleh PPAT sementara setelah tidak menjabat lagi jika tidak memenuhi persyaratan untuk dilakukan pendaftaran tanah. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengembangan Ilmu Hukum Kenotariatan khususnya disiplin Ilmu Hukum Agraria dalam bidang pertanahan dan dapat memberikan kontribusi pemikiran hukum kepada Notaris/PPAT maupun calon Notaris/PPAT, Khususnya bagi camat yang mengemban jabatan sebagai PPAT Sementara
INDEPENDENSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PASCA PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Merchelyna Merchelyna; Amzulian Rifai
Lex LATA Volume 3 Nomor 3, November 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/lexl.v3i3.1232

Abstract

ABSTRAK: Korupsi telah menjadi masalah serius bagi bangsa Indonesia karena telah merambah keseluruh lini kehidupan masyarakat yang dilakukan secara sistematis sehingga memunculkan stigma negatif bagi negara dan bangsa Indonesia di dalam pergaulan masyarakat internasional. Independensi “KPK menjadi tolak ukur untuk pelaksanaan pemberantasan korupsi, namun pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menimbulkan polemik dan kritik pada masyarakat. Adapun perubahan yang dikritisi yaitu dengan dibentuknya Dewan Pengawas KPK bertugas untuk mengatur penyelenggaraan wewenang dan tugas KPK. Salah satu tugas Dewan Pengawas KPK adalah memperbolehkan izin atau tidak memperbolehkan izin penyitaan, penggeledahan, dan/atau penyadapan. Tujuan Penelitian ini untuk menjelaskan hubungan hukum antara Komisi Pemberantas Korupsi sebagai lembaga independen dengan Dewan Pengawas dalam pelaksanaan penyelidikan; untuk menjelaskan bagaimana implikasinya terhadap independensi KPK dalam pelaksanaan penyelidikan. Metode Penelitian yang digunakan merupakan hukum normatif. Dari hasil penulisan dapat diketahui bahwa : Hubungan antara Dewan Pengawas dan KPK sebagai lembaga independen dalam menjalankan pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan hubungan yang timbul berdasarkan fungsional, karena dalam pelaksanaan pemberantasan tindak pidana korupsi, Dewan Pengawas berfungsi dapat memperbolehkan Izin dan/atau tidak memperbolehkan izin dalam hal penyidikan. Implikasinya perubahan kedua Undang-Undang KPK terhadap independensi KPK dengan keberadaan Dewan Pengawas membuat kinerja KPK dalam penyidikan/penyelidikan menjadi tereduksi sehingga mempengaruhi indepedensi KPK. Belum ditambah lagi KPK masuk dalam ranah eksekutif sehingga dikhawatirkan akan ada campur tangan /intervensi dari pemangku jabatan tertinggi eksekusif. Jadi, kata indepedensi pada KPK hanya penyebutan” saja. Kata Kunci: Korupsi, Indepedensi, Komisi Pemberantas Korupsi
Legal Certainty In The Implementation of Judicial Review Decisions By The Constitutional Court In Indonesia Joi Phiau, Bun; Rifai, Amzulian; Latif, Abdul
Asian Journal of Social and Humanities Vol. 3 No. 5 (2025): Asian Journal of Social and Humanities
Publisher : Pelopor Publikasi Akademika

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59888/ajosh.v3i5.497

Abstract

This study aims to analyze the implementation of Constitutional Court decisions in Indonesia, particularly focusing on the gap between the legal force of such decisions and their actual enforcement. Despite the Constitutional Court's decisions being final and binding, many are not implemented in accordance with the principle of erga omnes, leading to legal uncertainty and hindering the achievement of justice. This research employs a normative juridical approach, utilizing the theory of the state of law, the constitution, and legal certainty as analytical tools. The study's findings indicate that while Constitutional Court decisions have permanent legal force and should be binding on all parties, inconsistent implementation by institutions such as the House of Representatives and the President remains a significant issue. The primary cause of non-compliance is often the lack of adequate legislative responses or the absence of clear implementing regulations. Furthermore, the study highlights that an ideal implementation of Constitutional Court decisions would require stronger monitoring mechanisms and sanctions to ensure compliance. In conclusion, this study recommends revising relevant laws and regulations and establishing more detailed implementation procedures to support the effective execution of Constitutional Court decisions, ensuring legal certainty, justice, and public trust in the legal system.
Indonesian Ombudsman: Strengthening Role in Improving the Quality of Public Services Taqwa, Taqwa; Rifai, Amzulian; Nashriana, Nashriana; RS, Iza Rumesten
Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol. 22 No. 001 (2023): Pena Justisia (Special Issue)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/pj.v22i3.3605

Abstract

When residents have issues with a government agency, they may resort to the impartial Ombudsman. This research looks at how the Indonesian Ombudsman has affected service quality there. This research aims to clarify the need for an Ombudsman in the fight against bad administration and to propose reforms to the legislation that would give them more authority. This research blends a normative judicial approach with a descriptive analytic technique. This research shows that the Indonesian Ombudsman has the potential to become a powerful advocate for improving the quality of government services and protecting people' rights against infringement by the state. The Ombudsman in Indonesia can do a better job of sustaining good governance and guaranteeing justice in the provision of public services if given the sufficient resources and support from the government and society, as well as the required legal framework.