Haryadi Permana
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Cisitu Lama, Bandung

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

GUNUNGAPI DAN KEGIATAN HIDROTERMAL BAWAHLAUT DI PERAIRAN SULAWESI UTARA: MINERALISASI DAN IMPLIKASI TEKTONIK Haryadi Permana; Pirlo M.
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 6, No 2 (2008)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1670.708 KB) | DOI: 10.32693/jgk.6.2.2008.151

Abstract

Ekspedisi kelautan IASSHA (Indonesia Australia Survey for Submarine Hydrothermal Activity) 2003 di kawasan perairan kepulauan Sangihe, Sulawesi utara telah mengidentifikasi Kawio Barat sebagai gunungapi bawahlaut dan indikasi kegiatan hidrotermal bawahlaut antara lain di Roa, Naung dan Banua Wuhu. Kegiatan gunungapi Kawio Barat dicirikan oleh anomali transmisi cahaya akibat adanya influk fluida (plume) pada airlaut dan tingginya kandungan gas metan dalam airlaut yang berhubungan dengan tingginya kandungan mangan. Kamera bawahlaut merekam koloni dari polychaete (“tube worms”) yang tumbuh pada batuan dimana gas metan muncul. Gejala mineralisasi pada batuan dicirikan adanya diseminasi pirit dan markasit pada batuan. Indikasi hidrotermal gunung Roa dicirikan adanya tingginya kandungan gas metan dalam airlaut sekitar puncak bukit sedangkan gejala aktivitas hidrotermal gunungapi Naung teridentifikasi berdasarkan tingginya kandungan gas metan dalam airlaut. Batuan penutup perbukitan Naung berupa andesit, batuapung dan breksi andesit. Perbukitan bawahlaut Banua Wuhu kemungkinan sebagai kawah parasit bawahlaut, terletak dilereng barat pulau gunung tidak aktif Mahengetang. Aktivitasnya ditunjukan oleh anomali lemah kekeruhan airlaut. Mineral ubahan berupa lempung, karbonat, klorit dan opak. Batuan terubah mengandung mineral halus pirit dan noda-noda kalkopirit. Kata Kunci: Gunungapi bawahlaut; hidrotermal, transmisi cahaya, influk fluida, gas metan, mangan, koloni dari polychaete, diseminasi pirit dan markasit, kawah parasit. The 2003 IASSHA (Indonesia Australia Survey for Submarine Hydrothermal Activity) expedition at Sangihe islands waters, North Sulawesi has identified the submarine volcano of Kawio Barat and also observed hydrothermal activities at Roa, Naung and Banua Wuhu. The activity of Kawio Barat volcano is characterized by light transmission anomaly with correlated to fluids influx (plume) and higher methane gas in sea waters correlates to higher manganese content. A submarine camera grab recorded a polychaete (“tube worms”) colony that growth on the rock where a methane gas seep. The pyrite disemination and marcasite indicates rocks mineralization. The Roa and Naung hydrothermal activities indicated by higher content of methane gas in sea water. The Naung volcano is covered by andesite, pumice and andesite breccia. The Banua Wuhu hill is possibly as a parasitic cone of active Mahengetang volcano. The weak anomaly transmissometer of sea water indicates a hydrothermal activity. The alteration mineral are clay, carbonate, chlorite and opaq mineral with fine mineral of pyrite and chalcopyrite. Keywords: Submarine volcano, hydrothermal, light transmission, fluids influx, methane gas, manganese, polychaete colony, pyrite dissemination and marcasite, parasitic cone.
DINAMIKA MORFOLOGI DAERAH SISI LUAR (OUTER) DELTA MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR, INDONESIA Haryadi Permana; Praditiya Avianto
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 6, No 1 (2008)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1596.878 KB) | DOI: 10.32693/jgk.6.1.2008.147

Abstract

Bentuk morfologi bagian luar (outer) delta Mahakam, khususnya Muara Pegah, (Kalimantan Timur) sangat dinamis. Pengukuran batimetri pada dua musim dan tahun berbeda menunjukan proses sedimentasi dan erosi serta progradasi delta meskipun tidak diikuti oleh perubahan garis pantai yang jelas seperti diamati dari citra satelit. Peta batimetri 2005 menunjukan proses sedimentasi yang intensif sedangkan batimetri 2006 menunjukan proses erosi pada delta bagian luar. Secara umum, bila dibandingkan dengan peta batimetri 1989, delta bagian luar Muara Pegah telah mengalami progradasi. Proses progradasi delta bagian luar Muara Pegah dicirikan oleh proses pergeseran garis kedalaman (batimetri) 5 m sampai 20 m telah bergeser ke arah laut atau ke tenggara disebabkan telah terjadinya penimbunan sedimen dalam jumlah yang cukup berarti. Ke arah luar dari delta front, pada kedalaman 20 m atau lebih, bentuk batimetri dipengaruhi oleh arus di Selat Makassar yang mengalir secara kontinu ke arah utara. Pemodelan perubahan batimetri pada kawasan Muara Pegah menggambarkan telah terjadinya erosi dasar sungai secara kontinu sebagai pengaruh dari besarnya debit sungai yang mengalir melalui muara menuju laut lepas. Proses erosi sebagai akibat kondisi arus pasang surut juga terlihat di luar muara Pantai Muara Pegah, akan tetapi besarnya sangat bergantung terhadap kondisi arus pasang surut. Kata Kunci: morfologi delta bagian luar, proses sedimentasi, erosi, progradasi, batimetri, pemodelan, pasang surut The outer delta morphology form of Mahakam delta, e.g. Muara Pegah (East Kalimantan) is very dynamic. The bathymetry of different seasons and times indicate sedimentation, erosion processes and delta progradation although do not followed coastal line changes as shown by satellite image. The bathymetry map in 2005 show the intensive sedimentation process while in 2006 the bathymetry map indicate the erosion process of the outer delta. In general, since it is compared to the 1989’s bathymetry map, the outer delta of Muara Pegah had undergone progradation. The delta progradation of Muara Pegah is characterized by seaward displacement (southeastward) of 5 m and 20 m contour depth as it caused by significance sediment accumulations. To the outer delta front at 20 m depth or more, the bathymetry pattern is influenced by Makassar Strait currents flowing continuously to the North. The dynamics bathymetry modeling of Muara Pegah illustrates a continuous erosion of the river base being influenced by the important river debit that flows via delta to the open sea. The tide erosion process is also observed at the outer part of Muara Pegah coast line, but the intensity is depend on tide condition. Keyword: outer delta morphology, sedimentation processes, erosion, prograde, bathymetry, modeling, tide
GUNUNGAPI BAWAH LAUT KAWIO BARAT, PERAIRAN SANGIHE, SULAWESI UTARA: AKTIVITAS HIDROTERMAL DAN MINERALISASI Rainer Arief Troa; Lili Sarmili; Haryadi Permana; Eko Triarso
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 11, No 1 (2013)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (867.577 KB) | DOI: 10.32693/jgk.11.1.2013.226

Abstract

Ekspedisi INDEX-SATAL 2010 telah mengungkapkan fenomena aktivitas hidrotermal di bawah perairan barat Kepulauan Sangihe pada Gunungapi Bawah Laut Kawio Barat dengan puncaknya yang berada pada kedalaman laut sekitar 1860 m dan kakinya pada kedalaman sekitar 5400 m. Penyelaman ROV (Remotely Operated Vehicle) Little Hercules di Gunungapi Kawio Barat yang dipusatkan di sisi baratlaut dari puncak gunung menyapu mulai kedalaman 3000 m hingga menuju ke arah puncak pada kedalaman 1860 m. Kelompok batuan dicirikan oleh bongkahan lava yang sudah pecah ditutupi sedimen halus berwarna abu-abu cerah; sedangkan pada sisi tenggara umumnya ditempati aliran lava bantal. Pada sisi baratdaya, tempat lembah dalam menoreh Gunungapi Kawio Barat dijumpai kepulan asap dari lereng bagian bawah yang akhirnya pada kedalaman sekitar 1890 m dijumpai aktivitas hidrotermal bawah laut yang merupakan suatu fenomena yang pertama kali direkam langsung dari bawahlaut perairan Indonesia. Fenomena yang terekam berupa pemunculan asap (smokers) di sepanjang rekahan (fissures), dicirikan oleh warna asap yang bervariasi dari putih, kuning atau abu-abu cerah yang kemungkinan menunjukkan indikasi perbedaan komposisi kimiawi dari fluida hidrotermal. Selain asap, teramati juga adanya gelembung cairan (panas) atau bubbles dari rekahan. Penemuan baru lainnya adalah adanya fluida hidrotermal muncul ke permukaan dan membentuk suatu cerobong hidrotermal atau chimney di daerah yang secara tektonik dikontrol oleh konvergensi lempeng. Batuan-batuan di sekitar rekahan hidrotermal (hydrothermal vent) umumnya telah terubah dengan dominasi warna putih hingga kelabu. Di sekitar rekahan hidrotermal diendapkan belerang berwarna kuning kehitaman. Mineralisasi kemungkinan terjadi di sekitar cerobong hidrotermal, terakumulasi membentuk endapan mineral yang ditunjukkan oleh warna coklat, abu-abu, dan kemerahan. Hal ini terutama teramati di sekitar cerobong yang sudah tidak mengeluarkan gelembung atau asap, serta dijumpai kehadiran endapan serakan butiran batuan atau mineral berwarna coklat atau hitam. Kata kunci: INDEX-SATAL 2010, aktivitas hidrotermal, ROV, asap hidrotermal, gelembung cairan, cerobong hidrotermal, konvergensi lempeng, mineralisasi INDEX-SATAL Expedition 2010 has revealed the phenomenon of hydrothermal activity in the western part of the Sangihe Waters in Kawio Barat Submarine Volcano with the peak which is located at 1860 m depths and the bottom at about 5400 m depths. A ROV (Remotely Operated Vehicle) "Little Hercules" dive in Kawio Barat was centered on the northwest side of the mountain began to sweep from the depths of 3000 m toward the top of 1860 m depths. The lithologic unit is characterized by the present of broken lavas covered with fine grey colored sediment whilist in the southeast side is composed of pillows lavas. In the southwest side, in which the deep valleys incise Kawio Barat, a clouds of smoke from the lower slopes are observed; finally at 1890 m depths a submarine hydrothermal activity is noted. This phenomenon represents the first submarine direct record made from the bottom of the Indonesian Waters. Those smokers phenomena are recorded along fissures, characterized by various colors of white, yellow to grey due to different chemical composition of hydrothermal fluids. Besides, the hot bubbles are also arised from the fissures. The other new discovery is the presence of hydrothermal chimney in the area of tectonically controlled by convergence plates. Rocks surrounding the hydrothermal vents are generally altered giving grey to white colors and the presence of dark yellow sulfur deposits. Mineralization may occur and accumulated in hydrothermal chimney and its surrounding to form brown-, grey-, and reddish- color deposits The latter are commonly found in inactive chimneys, indicated by the presence of dispersed brown and black color grains/chips of both sedimentary rocks or minerals as well. Keywords: INDEX-SATAL 2010, hydrothermal activity, ROV, hydrothermal smokers, bubbles, hydrothermal chimney, plate convergence, mineralization
STUDI AWAL POLA STRUKTUR BUSUR MUKA ACEH, SUMATRA BAGIAN UTARA (INDONESIA): Penafsiran dan Analisis Peta Batimetri Haryadi Permana; L. Handayani
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 8, No 3 (2010)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (975.864 KB) | DOI: 10.32693/jgk.8.3.2010.191

Abstract

Analisis morfostruktur daerah penelitian menunjukan tiga unit struktur geologi yang berbeda, antara lain zona penunjaman, zona deformasi aktif dan busur muka termasuk didalamnya tinggian busur muka dan cekungan busur muka. Struktur geologi zona penunjaman lempeng teramati sepanjang Palung Sunda paralel dengan zona deformasi aktif. Struktur geologi pada Tinggian Busur Muka membentuk sistim prisma akresi yang disusun oleh sesar anjak, sesar geser, perlipatan dan perlipatan naik. Pola kelurusan struktur umumnya berarah berarah utara baratlaut-selatan tenggara di sebelah utara lintang 5°U, arah baratlaut-tenggara pada posisi 3°-5°U, kelurusan kemudian berbelok hampir barat-timur di sekitar 2°-3°U. Perubahan arah pola kelurusan struktur tersebut ditafsirkan sebagai jawaban terhadap naiknya tingkat kemiringan penunjaman lempeng dari daerah Simeulue ke arah Lintang 5°U -7°U atau secara umum dari selatan Sumatra ke arah utara Sumatra. Di bagian tengah daerah telitian berkembang kelurusan patahan berarah utara-selatan yang memotong kelurusan berarah baratlaut-tenggara. Kelurusan tersebut ditafsirkan sebagai patahan geser dekstral dan kemungkinan masih aktif. Kata Kunci: Analisis morfostruktur, zona penunjaman, zona deformasi aktif, busur muka, kelurusan, sesar anjak, sesar geser, perlipatan, perlipatan naik, kemiringan penunjaman lempeng Morphostructure analyses of study area demonstrate three different units of geological structures: subduction zone, active deformation zone and fore-arc region, which include Fore Arc High and Fore Arc Basin. The plate subduction zone observes along Sunda Trench parallel with active deformation zone. Structure geology in Fore Arc High builds an accretionary prism system. It was composed by thrust fault, strike slip fault, folding and thrust fold. General trend of structural pattern is NNE-SSE at the north of 5°N, NW-SE direction at around 3°-5°N and changed in direction relative to E-W at about 2°-3°N. This direction variation of structural pattern trend was interpreted as a response to increase of obliquity degree of subducted plate from Simeulue area to 5° -7°N, or in general, from southern of Sumatra to north of Sumatra. NS trend lineament has developed in the middle part of study area that also sliced the NW-SE main structural direction. These structural lineaments interpreted as dextral strike slip fault and it is possibly still active. Keywords: morphostructure analyses, subduction zone, active deformation zone, fore-arc lineament, thrust fault, strike slip, folding, thrust fold, plat, plate subduction obliquity
SUBMARINE LANDSLIDE AND LOCALIZED TSUNAMI POTENTIALITY OF MENTAWAI BASIN, SUMATRA, INDONESIA Haryadi Permana; C. Singh
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 23, No 1 (2008)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.797 KB) | DOI: 10.32693/bomg.23.1.2008.5

Abstract

The new bathymetry and seismic data were acquired during the PreTI-Gap marine survey (February 15 to March 6, 2008). The survey was carried out along the NE margin of Mentawai Island using multi-beam swath bathymetry equipment, and 28-channels seismic streamer and four-airgun source. The first target was the Mega Island region near the epicenter of the 2007 great earthquake. The shallow bathymetry is characterized as a flat coral platform suggesting that 200 km elongated plateau is slowly subsiding without any active faults. Further north, from South Pagai to North of Siberut Islands, the seafloor morphology changes significantly. The deep and wide canyons or valleys produce very rough seafloor morphology between 50 and 1100 m water. In general, the submarine topography shows two break slopes at different depths. Between slope breaks, the undulating, hilly and circular features dominate, possibly caused by landslides. A push-up ridge is observed that dams the sediments eroded within a steep slope northeastward side. The seismic reflection data acquired along 14 dip seismic lines at the NE flank of Mentawai Islands, from Siberut to the South of Pagai Islands. We observed a set of southwestward dipping back thrust bounding the NE margin of the Mentawai Island. Keywords: submarine landslide, tsunami, Mentawai basin, Sumatra. Data batimetri dan seismik baru telah dihasilkan selama survey kelautan PreTi-Gap (15 Februari hingga 6 Maret 2008). Survei dilaksanakan sepanjang tepian timurlaut P. Mentawai menggunakan peralatan multibeam, seismic saluran ganda 28 kanal dengan sumber energi airgun. Sasaran pertama adalah memetakan kawasan pulau dekat pusat gempa tahun 2007. Kenampakan batimetri dangkal dicirikan dengan adanya dataran terumbu karang yang secara perlahan mengalami penurunan tanpa aktifitas sesar. Lebih jauh ke Utar, dari Pagai Selatan ke utara P. Siberut, morfologi dasar laut memperlihatkan perubahan secara signifikan, dimana lembah dasar laut memiliki lebar dan beda kedalaman antara 50 hingga 1100 meter. Secara umum, topografi dasar laut memperlihatkan dua kemiringan pada kedalaman yang berbeda dengan dicirikan adanya kenampakan perlipatan, perbukitan dan bentuk yang melingkar diperkirakan sebagai hasil gelinciran. Sebanyak 14 line data seismik refleksi pada sayap bagian timurlaut P. Mentawai, dari Siberut hingga ke selatan P. Pagai memperlihatkan adanya bukti sesar naik yang miring ke arah baratdaya yang masih satu set dengan tepian timurlaut P. Mentawai. Kata kunci: longsoran bawah laut, tsunami, Cekungan Mentawai, Sumatra.
FAULT PATTERN AND ACTIVE DEFORMATION OF OUTER ARC RIDGE OF NORTHWEST OF SIMEULUE ISLAND, ACEH, INDONESIA Haryadi Permana; K. Hirata
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 26, No 1 (2011)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1412.318 KB) | DOI: 10.32693/bomg.26.1.2011.33

Abstract

New bathymetric map of northwest Simeuleu Island area (3° 01’N-4°57’N and 93°16’E-94°08’E) has evidently illustrated fine morphological image of Outer Arc ridge and Aceh Fore Arc. The structural lineament pattern, inferred from the bathymetric map, could define in general elongated major NW-SE thrust fault complex, thrust fold, or bedding trace and N-S, NNE-SSW, WNW-ESE or ENE-WSW and E-W structural lineament trend. High intensity deformation processes related to high degree obliquity subducted plate was represented by rough and sigmoidal morphological shape, landward and steep to very steep dip angle of bedding plan. Rough morphology, V to U shape valley, dissected ridge and circular shape of landslide trace are common morphology features of active deformation zone. In the near future, high resolution marine seismic will be planned across this area to capture and confirm the subsurface structure configuration and fault movement. Keyword: bathymetric map, Outer Arc ridge, thrust fault, thrust fold, bedding trace, sigmoidal morphological, V to U shape valley,and landslide. Peta batimetri baru di sebelah barat laut Pulau Simelue (3° 01’LU - 4°57’LU and 93°16’BT-94°08’BT), memperlihatkan citra morfologi yang halus pada punggungan busur luar dan busur depan Aceh. Pola kelurusan struktur mengacu pada peta batimetri, dibagi dalam komplek sesar naik yang berarah umum baratlaut - tenggara, lipatan, atau jejak perlapisan dengan kecendrungan arah struktur utara-selatan, utara timur laut – selatan barat daya, barat - barat daya, timur tenggara atau timur laut - barat daya dan timur - barat. Proses deformasi intensitas tinggi berkaitan dengan derajat kemiringan penunjaman yang tinggi, diwakili oleh bentuk morfologi sigmoid dan kasar, ke arah darat dicirikan oleh kemiringan bidang lapisan terjal hingga sangat terjal. Bentuk morfologi kasar seperti bentuk lembah V hingga U, punggungan yang terpotong dan bentuk melingkar dari jejak longsoran merupakan gambaran morfologi umum dari zona deformasi aktif. Dalam waktu dekat, seismik laut resolusi tinggi akan direncanakan memotong daerah ini untuk menggambarkan dan mengkonfirmasi konfigurasi struktur bawah permukaan dan pergerakan sesar. Kata kunci : peta batimetri, punggungan busur luar, sesar naik, lipatan, jejak bidang perlapisan, morfologi sigmoid, bentuk lembah V hingga U,dan longsoran.
SUBMARINE MASS MOVEMENT AND LOCALIZED TSUNAMI POTENTIALITY OF MENTAWAI BASIN, SUMATERA, INDONESIA Haryadi Permana; C. Singh
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 25, No 2 (2010)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (675.386 KB) | DOI: 10.32693/bomg.25.2.2010.25

Abstract

The new bathymetry and seismic data were acquired during the PreTI-Gap marine survey (February 15 to March 6, 2008). The survey was carried out along the NE margin of Mentawai Island using multi-beam swath bathymetry equipment, and 28-channels seismic streamer and four-airgun source. The first target was the Mega Island region near the epicenter of the 2007 great earthquake. The shallow bathymetry is characterized as a flat coral platform suggesting that 200 km elongated plateau is slowly subsiding without any active faults. Further north, from South Pagai to North of Siberut Islands, the seafloor morphology changes significantly. The deep and wide canyons or valleys produce very rough seafloor morphology between 50 and 1100 m water depth. In general, the submarine topography shows two break slopes at different depths. Between slope breaks, the undulating, hilly and circular features dominate, possibly caused by mass movement. A push-up ridge is observed that dams the sediments eroded within a steep slope northeastward side. The seismic reflection data acquired along 14 dip seismic lines at the NE flank of Mentawai Islands, from Siberut to the South of Pagai Islands. We observed a set of southwestward dipping back thrust bounding the NE margin of the Mentawai Island and the push-up ridge observed on bathymetric image, which suggest that Mentawai fault is not pure a strike slip fault, but consists of a set of back thrusts. Such kind of back thrust movement at the flank of Mentawai basin can trigger mass movement or landslide that can produce localized tsunami causing damages to Sumatera mainland such as Padang, Painan or northern Bengkulu provinces and Mentawai Islands. Therefore, it is important to re-design the tsunami warning system, especially in this region, in order to mitigate tsunami risk to coastal region of western Sumatera. Keywords: multi-beam swath bathymetry, 28-channels seismic streamer, seismic reflection, back thrust, mass movement or landslide, tsunami warning system, mitigate tsunami risk Data batimetri dan seismik baru telah didapatkan selama survey kelautan PreTi-Gap (15 Februari hingga 6 Maret 2008). Survei dilaksanakan sepanjang tepian timurlaut Kepulauan. Mentawai menggunakan peralatan multibeam batimetri, seismik saluran ganda 28 kanal dengan 4 sumber energi airgun. Sasaran pertama adalah memetakan kawasan perairan P. Mega dekat pusat gempa besar tahun 2007. Kenampakan batimetri dangkal dicirikan dengan adanya dataran paparan terumbu karang sepanjang 200km yang secara perlahan mengalami penurunan tanpa akifitas sesar. Lebih jauh ke utara dari P. Pagai Selatan sampai di utara P. Siberut, morfologi dasar laut memperlihatkan perubahan secara signifikan yaitu lembah dalam dan lebar membentuk morfologi dasarlaut yang kasar dengan beda kedalaman antara 50 hingga 1100 meter. Secara umum, topografi dasar laut memperlihatkan perhentian dua lereng pada kedalaman yang berbeda. Diantara batas lereng yang dicirikan adanya kenampakan perlipatan, perbukitan dan bentuk melingkar diperkirakan sebagai hasil gelinciran batuan/tanah. Punggungan terangkat yang teramati merupakan penahan endapan yang melongsor pada lereng curam pada sisi sebelah timurlaut. Sebanyak 14 lintasan sismik refleksi pada sayap bagian timurlaut Kepulauan Mentawai, dari P. Siberut hingga ke selatan P. Pagai. Patahan anjak belakang yang teramati dengan sudut kemiringan ke arah baratdaya memotong bagian tepian timurlaut dari Kepulauan Mentawai dan punggungan terangkat yang terekam pada peta batimetri menegaskan bahwa Patahan Mentawai bukan murni sebagai patahan geser mengkanan akan tetapi juga memiliki komponen patahan anjak belakang. Setiap pergerakan sesar anjak di sisi Cekungan Mentawai dapat memicu gerakan tanah atau longsoran bawah laut dapat membangkitkan tsunami lokal yang mengakibatkan kerusakan di daratan Sumatera seperti di Padang, Painan atau Propinsi Bengkulu bagian utara dan Kepulauan Mentawai. Oleh karena itu adalah sangat penting untuk merencanakan sistim peringatan tsunami khususnya di kawasan tersebut dengan tujuan untuk melakukan mitigasi resiko bencana tsunami di kawasan pantai barat Sumatera. Kata Kunci: multibeam batimetri, seismik saluran ganda 28 kanal, sismik refleksi, sesar anjak belakang, gerakan tanah atau longsoran, peringatan dini tsunami, mitigasi resiko tsunami