Lili Sarmili
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. DR. Junjunan No. 236, Telp. 022 603 2020, 603 2201, Faksimile 022 601 7887, Bandung

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

KETERDAPATAN MINERAL ZIRKON DAN HUBUNGANNYA DENGAN BATUAN METAMORFIK DI TELUK WONDAMA, PAPUA Lili Sarmili; Jevie F.X.
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 7, No 1 (2009)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1251.244 KB) | DOI: 10.32693/jgk.7.1.2009.169

Abstract

Mineral Zirkon sebagai mineral primer umumnya ditemukan pada batuan beku, batugamping kristalin, sekis, dan genes, juga di dalam batuan sedimen sebagai sedimen plaser yang diendapkan di pantai dan di muara sungai. Hasil analisis petrografi dari empat lokasi contoh di teluk Wondama Papua Barat, menunjukan WDM06-20 adalah amfibolit, WDM06-21 adalah mica schist, WDM06-22 adalah amfibolit, dan WDM06-23 adalah schist. Hasil analisis kimia lainnya menunjukan bahwa batuan asal termasuk kedalam batuan yang bersifat siliceous-alkali-calsic rock, sedangkan keterdapatan zirkon di daerah penyelidikan berada di dalam lingkungan batuan metamorf. Hasil ploting tipologi, mineral zirkon yang diambil dari percontohan di sepanjang pantai, termasuk kedalam tipe utama granite terutama berasal dari kerak benua dan berdasarkan populasi dan bentuk kristal termasuk ke dalam (Sub)autochthonous Monzogranit and Granodiorites. Berdasarkan data analisis kimia dan bukti-bukti di lapangan bahwa batuan asal dapat ditafsirkan sebagai batuan bersifat granitik yang telah mengalami proses granitisasi menjadi batuan metamorfik. Kata Kunci : Mineral zirkon, batuan metamorf, granit, Teluk Wondama Papua. A zircon mineral as a primary mineral is generallly formed in the igneous rocks, crystalline limestones, schists, and gneisses also in sedimentary rocks in beaches and rivers as placer deposits. The petrographical analyses from four differents samples shows that WDM 06-20 is amphibolite, WDM 06-21 is micca schist, WDM 06-22 is amphibolite and WDM 06- 23 is schist. From other chemical analyses show that the source rocks belong to siliceous-alkali-calsic rocks whereas the occurrences of zircon minerals in the study area are correlates to metamorphic rocks. On typological evolution trends, zircon minerals from samples taken alongs the shoreline are plotted as granitic rocks of continental crust, and based on their population and crystallographical forms they are in (sub) autochthonous Monzogranite and Granodiorite. Based on data of chemical analyses and fieldworks, the source rock can be interpreted as granitic rocks which have been substituted by granitization process to be metamorphic rocks. Keyword : Zircon mineral, metamorphic rock, granite, the Wondama Bay of Papua.
REKONSTRUKSI PROSES SEDIMENTASI PERAIRAN "LAGOON SAGARA ANAKAN" Ediar Usman; Lili Sarmili
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 3, No 3 (2005)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (750.932 KB) | DOI: 10.32693/jgk.3.3.2005.128

Abstract

Proses sedimentasi di Laguna Sagara Anakan tidak terlepas dari proses transportasi oleh S. Citanduy. Tetapi jauh sebelum tahun 1944, sebelum sungai-sungai yang lebih muda terbentuk, proses transportasi dan sedimentasi oleh S. Citanduy dengan Daerah Aliran Sungai mencapai bagian utara hingga ke Kabupaten Kuningan - Jawa Barat. DAS Citanduy mencapai 1.675.000 ha (167,5 km2). Perkembangan garis pantai Laguna Sagara Anakan sejak tahun 1944 hingga 2002 menunjukkan pertumbuhan seluas 64,73 ha per-tahun. Berdasarkan perkembangan tersebut dapat dilakukan prediksi dan rekonstruksi tahapan kedudukan garis pantai hingga stadia terakhir. Jika pada tahun 2002, luas kolam air Laguna Sagara Anakan sebesar 1.596,11 ha dan pada saat stadia akhir proses sedimentasi tinggal 1.065,05 ha maka pertumbuhan daratan mencapai luas 531,06 ha. Bila laju sedimentasi per-tahunnya 64,73 ha, maka stadia akhir sedimentasi Sagara Anakan akan terjadi 8,20 tahun kemudian atau 8 tahun 2,4 bulan sejak tahun 2002. Dengan demikian dapat diprediksi stadia akhir sedimentasi di Sagara Anakan akan terjadi pada tahun 2010. Sedimentation process in Lagoon Sagara Anakan is not quit of transportation process by S. Citanduy. But far before year 1944, before more formed young rivers, transportation process and sedimentation by S. Citanduy with Catchment Area till to Kuningan District - West Java. Catchments Area of S. Citanduy is 1.675.000 ha (167,5 km2). Coastline Lagoon Sagara Anakan growth since year 1944 till 2002 showing growth for the width of 64,73 ha per-year. Pursuant to the growth can be predicted and reconstructed step domicile coastline till last stadia. If on 2002, wide of Lagoon Sagara Anakan basin equal to 1.596,11 ha and at the time of final stadia of sedimentation process remain 1.065,05 ha hence growth of coastline 531,06 ha. If accelerateing its sedimentation per-year 64,73 ha, the final stadia of Lagoon Sagara Anakan sedimentation will happened 8,20 year later (8 years 2,4 months) since year 2002. The final stadia of sedimentation can be predicted in Sagara Anakan will happened in the year 2010.
PEMBENTUKAN UNDAK BATUGAMPING DAN HUBUNGANNYA DENGAN STRUKTUR DIAPIR DI PERAIRAN TANJUNG AWAR-AWAR PACIRAN JAWA TIMUR Lili Sarmili; GM. Hermansyah
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 8, No 3 (2010)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1243.7 KB) | DOI: 10.32693/jgk.8.3.2010.193

Abstract

Batuan yang mendominasi di daerah penyelidikan adalah batugamping koral Formasi Paciran zona Rembang. Batugamping koral inilah membentuk undak pantai di Tanjung Awar-awar dan di pantai Tuban dan sekitarnya. Terdapatnya undak batugamping ini, menandakan adanya pengangkatan secara vertikal pada satuan batuan ini. Batimetri daerah penyelidikan secara umum merupakan dataran dimana bagian yang dangkal terdapat di bagian baratdaya (ke arah pantai) dengan kedalaman 2 meter dan terdalam ke arah timurlaut dengan kedalaman 9 meter. Sebanyak 7 lintasan seismik berarah timurlaut-baratdaya dan 15 lintasan berarah barat laut – tenggara telah dilakukan dan beberapa titik bor untuk memperkuat penafsiran jenis batuan di setiap lapisan penampang seismik. Struktur geologi yang ditafsirkan dari seismik pantul ini adalah adanya suatu blok batuan yang seperti tersesarkan dan terdorong ke atas sebagai struktur diapir. Struktur diapir ini berkembang sangat baik di penampang seismik ke arah barat daya atau ke arah daratan dimana di sekitar pantainya batugamping ini membentuk undak batugamping. Munculnya struktur diapir ini kemungkinannya dikarenakan bagian selatan dari zona Rembang ini terdapat suatu zona yang mempunyai anomali gaya berat negatif dan karena batugampingnya banyak terpatahkan sehingga sangat mudah diintrusi oleh sedimen yang mempunyai berat jenis kecil. Kata kunci : undak pantai, batugamping koral, struktur diapir, Tanjung Awar-Awar Jawa Timur The study area is dominated by coral reef limestone of Paciran Formation of Rembang Zone. This coral reef limestone is responsible to form the beach terraces along the Tanjung Awar-Awar and Tuban beach and its surrounded. The formation of this coral reef limestone terraces closely related to vertical movement of these rocks units. The study area is bathymetrically flat where the shallow part is on southwest (towards the beach) with 2 meters depth and the deeper part is to northeast part with 9 meters depth. There are 7 seismic reflection lines of NE-SW and 15 lines of NW-SE have been done and some rocks drilling to emphasize the seismic sequences. The interpretation of geological structure from seismic reflection shows a feature of rocks unit was faulted and intruded as diapiric structures. These features are well developed towards the beach where the terrace of coral reef limestone can be found on the beaches. The formation of these diapiric structures are interpreted where on southward of the Rembang Zone there is a gravity negative anomalies and also due to the limestone were faulted and it seems to be easy intruded by a sediment with low density. Keywords : beach terraces, coral reef limestone, diapiric structure, Tanjung Awar- Awar East Java
GUNUNGAPI BAWAH LAUT KAWIO BARAT, PERAIRAN SANGIHE, SULAWESI UTARA: AKTIVITAS HIDROTERMAL DAN MINERALISASI Rainer Arief Troa; Lili Sarmili; Haryadi Permana; Eko Triarso
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 11, No 1 (2013)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (867.577 KB) | DOI: 10.32693/jgk.11.1.2013.226

Abstract

Ekspedisi INDEX-SATAL 2010 telah mengungkapkan fenomena aktivitas hidrotermal di bawah perairan barat Kepulauan Sangihe pada Gunungapi Bawah Laut Kawio Barat dengan puncaknya yang berada pada kedalaman laut sekitar 1860 m dan kakinya pada kedalaman sekitar 5400 m. Penyelaman ROV (Remotely Operated Vehicle) Little Hercules di Gunungapi Kawio Barat yang dipusatkan di sisi baratlaut dari puncak gunung menyapu mulai kedalaman 3000 m hingga menuju ke arah puncak pada kedalaman 1860 m. Kelompok batuan dicirikan oleh bongkahan lava yang sudah pecah ditutupi sedimen halus berwarna abu-abu cerah; sedangkan pada sisi tenggara umumnya ditempati aliran lava bantal. Pada sisi baratdaya, tempat lembah dalam menoreh Gunungapi Kawio Barat dijumpai kepulan asap dari lereng bagian bawah yang akhirnya pada kedalaman sekitar 1890 m dijumpai aktivitas hidrotermal bawah laut yang merupakan suatu fenomena yang pertama kali direkam langsung dari bawahlaut perairan Indonesia. Fenomena yang terekam berupa pemunculan asap (smokers) di sepanjang rekahan (fissures), dicirikan oleh warna asap yang bervariasi dari putih, kuning atau abu-abu cerah yang kemungkinan menunjukkan indikasi perbedaan komposisi kimiawi dari fluida hidrotermal. Selain asap, teramati juga adanya gelembung cairan (panas) atau bubbles dari rekahan. Penemuan baru lainnya adalah adanya fluida hidrotermal muncul ke permukaan dan membentuk suatu cerobong hidrotermal atau chimney di daerah yang secara tektonik dikontrol oleh konvergensi lempeng. Batuan-batuan di sekitar rekahan hidrotermal (hydrothermal vent) umumnya telah terubah dengan dominasi warna putih hingga kelabu. Di sekitar rekahan hidrotermal diendapkan belerang berwarna kuning kehitaman. Mineralisasi kemungkinan terjadi di sekitar cerobong hidrotermal, terakumulasi membentuk endapan mineral yang ditunjukkan oleh warna coklat, abu-abu, dan kemerahan. Hal ini terutama teramati di sekitar cerobong yang sudah tidak mengeluarkan gelembung atau asap, serta dijumpai kehadiran endapan serakan butiran batuan atau mineral berwarna coklat atau hitam. Kata kunci: INDEX-SATAL 2010, aktivitas hidrotermal, ROV, asap hidrotermal, gelembung cairan, cerobong hidrotermal, konvergensi lempeng, mineralisasi INDEX-SATAL Expedition 2010 has revealed the phenomenon of hydrothermal activity in the western part of the Sangihe Waters in Kawio Barat Submarine Volcano with the peak which is located at 1860 m depths and the bottom at about 5400 m depths. A ROV (Remotely Operated Vehicle) "Little Hercules" dive in Kawio Barat was centered on the northwest side of the mountain began to sweep from the depths of 3000 m toward the top of 1860 m depths. The lithologic unit is characterized by the present of broken lavas covered with fine grey colored sediment whilist in the southeast side is composed of pillows lavas. In the southwest side, in which the deep valleys incise Kawio Barat, a clouds of smoke from the lower slopes are observed; finally at 1890 m depths a submarine hydrothermal activity is noted. This phenomenon represents the first submarine direct record made from the bottom of the Indonesian Waters. Those smokers phenomena are recorded along fissures, characterized by various colors of white, yellow to grey due to different chemical composition of hydrothermal fluids. Besides, the hot bubbles are also arised from the fissures. The other new discovery is the presence of hydrothermal chimney in the area of tectonically controlled by convergence plates. Rocks surrounding the hydrothermal vents are generally altered giving grey to white colors and the presence of dark yellow sulfur deposits. Mineralization may occur and accumulated in hydrothermal chimney and its surrounding to form brown-, grey-, and reddish- color deposits The latter are commonly found in inactive chimneys, indicated by the presence of dispersed brown and black color grains/chips of both sedimentary rocks or minerals as well. Keywords: INDEX-SATAL 2010, hydrothermal activity, ROV, hydrothermal smokers, bubbles, hydrothermal chimney, plate convergence, mineralization
GRANIT KELUMPANG SEBAGAI GRANIT TIPE-I DI PANTAI TELUK BALOK, BELITUNG Noor C.D. Aryanto; Nasrun Nasrun; Andy Hermanto Sianipar; Lili Sarmili
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 3, No 1 (2005)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1216.554 KB) | DOI: 10.32693/jgk.3.1.2005.121

Abstract

Batuan granit mempunyai arti penting terutama akan kandungan mineral ekonomisnya. Di Indonesia bagian barat, batuan granit lebih terkenal dengan asosiasi mineralisasi kasiterit (timah). Tidak semua batuan granit mempunyai kandungan mineral kasiterit. Batugranit biotit berhubungan dengan mineralisasi kasiterit, sedangkan batugranit hornblende tidak ada hubungannya dengan mineralisasi kasiterit. Batuan granit di Pulau Belitung ditemukan di empat daerah berbeda, yaitu Tanjung Pandan di baratlaut, Gunung Mang di timurlaut, Parangbuloh di baratdaya dan Kelumpang di tenggara. Granit Kelumpang adalah salah satu dari jenis granit di daerah telitian. Secara megaskopis, batuan granit di Kelumpang terbentuk oleh mineral-mineral berbutir kasar, berwarna abu-abu-putih dan kaya akan megakristik K-Feldspar Identifikasi karakteristik granit di daerah penelitian berdasarkan hasil analisa petrografis dan penafsiran seismik pantul dangkal, yang ditunjukkan oleh pola reflektor yang membentuk struktur kerucut yang tidak menerus. Penyebaran dari batuan granit ini dapat dipetakan sepanjang lintasan kapal. Pada akhirnya, berdasarkan kenampakan megaskopis dan analisa petrografi terlihat bahwa granit di lokasi kegiatan memiliki sifat yang menyerupai granit tipe-I bukan pembawa mineral kasiterit. The granitic rock is an important rock in economic mineral deposit. In westernpart of Indonesia, the granitic rocks are well known in associated with cassiterite (tin) minerals. Not all of the granitic rocks contain of cassiterite minerals. The biotite-granitic rocks are associated with cassiterite minerals while the hornblende-granitic rocks are not related with cassiterite mineralisation. The Granitic rock in Belitung Island found in four different areas, those are, in Tanjung Pandan of northwest Belitung, Gunung Mang of northeast of Belitung, Parangbuloh of southwest Belitung, and Kelumpang of southeast Belitung. Granit Kelumpang is one of granitic rocks in the investigated area. It is megascopically formed by coarse-grained, greyish white in color and rich in K-feldspar megacrystic minerals. Identification of granitic rock in the investigated area characterised by petrographically analysis and seismic reflection interpretation. It has a reflector pattern shown by an uncontinous cone structure. The distribution of granitic rock can be mapped along the ship track as well as the shallow seismic lines. Finally, the granitic rocks in the investigated area are megascopically and petrographically belong to type I-Granite those are not associated with cassiterite.
PEMBENTUKAN PRISMA AKRESI DI TELUK CILETUH KAITANNYA DENGAN SESAR CIMANDIRI, JAWA BARAT Lili Sarmili; Deny Setiady
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 13, No 3 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (651.615 KB) | DOI: 10.32693/jgk.13.3.2015.272

Abstract

Kumpulan sesar naik yang ditafsirkan dari penampang seismic refleksi di teluk Ciletuh mengindikasikan adanya prisma akresi di daerah penelitian. Prisma akresi di daerah penelitian terletak di perairan teluk Ciletuh yang ditandai olef kumpulan sesar naik akibat adanya zona tumbukan antara kerak benua dan kerak samudera. Kerak samudera yang terangkat dan tersingkap di daratan teluk Ciletuh berupa batuan basalt (lava bantal), batuan ultra basa dan batuan bancuh. Prima akresi ini diduga berumur lebih tua dari prisma akresi yang masih terjadi saat ini, diperkirakan umurnya Tersier. Posisi prisma akresi di daerah penelitian ini berada di utara zona subduksi yang masih aktif di selatan di pulau Jawa. Beberapa struktur sesar naik juga terdapat di utara teluk Pelabuhan Ratu. Kumpulan sesar naik di sekitar teluk Pelabuhan Ratu dapat dianggap sebagai prisma akresi tua, dan mempunyai kaitan dengan kumpulan sesar naik di teluk Ciletuh. Posisi sesar-sesar naik yang terpisah antara sesar naik di lokasi teluk Pelabuhan Ratu dan di teluk Ciletuh diperkirakan terpisah oleh suatu sesar. Sesar yang memisahkan kedua kumpulan sesar naik ini diduga adalah sesar Cimandiri dengan jenis sesar mendatar menganan Kata kunci prisma akresi, teluk Ciletuh, batuan ultra basa, sesar sisnistral Cimandiri. A series of thrust faults which is interpreted from seismic reflection profile at Ciletuh bay indicate the occurrence of accretionary prism in the study area. The accretionary Prism in the study area indicated by series of thrust faults as a product of the collision zone between continental crust and oceanic crust. Uplifted oceanic crust was exposed on Ciletuh mainland such as basaltic rocks, pillow lavas, ultra basic rocks and melange. The accretionary prism is thought to be older than the accretionary prism that is still occurs on south Java island, and it was estimated Tertiary in age. The position of accretionary prisms in this study area is in the northern active subduction zone in the south of Java island. Some thrust faults are also found in the northern of Pelabuhan Ratu Gulf. A series of these faults can be regarded as an old accretionary prism, and have a relationship with a series of thrust fault at Ciletuh bay. The position of these thrust faults separate between the thrust of Pelabuhan Ratu bay and the thrust of Ciletuh bay and estimated have been disturbed by a fault. Fault which separates these two sets thrust fault is interpreted due to Cimandiri dextral fault. Keywords: the accretionary prism, Ciletuh bay, ultra basic rocks, Cimandiri sinistral fault.
INDIKASI GUNUNGAPI BAWAH LAUT DI PERAIRAN SANGEANG SUMBAWA NUSA TENGGARA BARAT Lili Sarmili; Lukman Arifin
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 13, No 2 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8772.322 KB) | DOI: 10.32693/jgk.13.2.2015.263

Abstract

Penelitian dengan menggunakan metode seismik pantul saluran ganda (multichannel) dan geomagnet mengindikasikan adanya gunungapi bawah laut. Dari penampang rekaman seismik dapat ditafsirkan bahwa Gunungapi bawah laut ditandai dengan bentuk tonjolan atau terobosan menembus dasar laut. Dari data megnetik kelautan diperoleh bahwa pada lokasi gunungapi bawah laut diketahui nilai anomali intensitas magnet total cukup tinggi yaitu sekitar 124 nT. Umumnya anomali intensitas magnet tinggi terdapat di bagian selatan daerah penelitian yang ditafsirkan juga sebagai penipisan kerak atau adanya Gunungapi bawah laut. Bagian selatan memang banyak didapat Gunungapi seperti gunungapi Sangeang Api yang terdapat diujung timur dan rangkaian Gunungapi lainnya yang terdapat di pulau Sumbawa (Gunungapi Tambora dan lainnya).Kata kunci metode seismik dan geomagnet, gunungapi bawah laut, Perairan Sangiang The study is equipped by using multi-channel seismic reflection and marine geomagnetic method and it indicates a submarine volcano. The seismic reflection profile can be interpreted that the submarine volcano is characterized by the bulge or break shape penetrate the seabed. From the data obtained of marine geomagnetic, the location of submarine volcanoes known value of the total magnetic intensity anomalies is quite high which is about 124 nT. Generally, the intensity of high magnetic anomaly is located in the southern part of the study area. This anomaly is interpreted as a thinning crust or the presence of submarine volcanoes. The southern part is the area where volcanoes are found such as Sangeang Api volcano located at the eastern tip and other volcanoes series on the island of Sumbawa (volcano Tambora and others). Keywords: seismic and geomagnetic methods, submarine volcanoes, Sangiang waters
KETERDAPATAN BEBERAPA MINERAL BERAT DI PERAIRAN PULAU BINTAN DAN SEKITARNYA SEBAGAI HASIL ROMBAKAN DARI SEDIMEN HOLOSEN ASAL PAPARAN SUNDA Deny Setiady; Lili Sarmili
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 3, No 3 (2005)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.588 KB) | DOI: 10.32693/jgk.3.3.2005.126

Abstract

Daratan Sunda sebagai kerak benua Erasia yang terdiri dari gabungan pulau-pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa, biasa disebut Paparan Sunda, yang diperkirakan terjadi pada waktu zaman Es. Dalam zaman es tersebut aktifitas sungai mendominasi, mengalir dan mengerosi batuan serta mengendapkan sedimen beserta mineral ikutannya di bagian yang lebih dalam. Pada waktu es mencair, daratan Sunda mulai tenggelam dan terjadilah laut Jawa yang memisahkan pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Sungai-sungai yang dulunya mengalir dan memanjang di antara pulau-pulau tersebut sekarang berada di bawah laut Jawa dan lainnya. Beberapa mineral berat ditemukan di perairan dan pantai pulau Batam, Bintan dan sekitarnya, seperti: magnetit, kasiterit, zirkon, monasit, hornblenda, turmalin, pirit, ilmenit, hematit, leokosen, augit, dan diopsid. Terdapatnya kandungan mineral magnetit dan kasiterit yang tinggi di tengah-tengah selat Batam-Bintan menunjukkan bahwa sumber mineral tersebut diduga dari sedimen P. Batam dan P. Bintan bukan dari tempat yang jauh. Kandungan mineral magnetit dan kasiterit dalam sedimen pasir kerikilan tersebar dari pulau Batam ke timur kandungan mineral beratnya semakin rendah sehingga sumbernya diduga berasal dari Pulau Batam, sedangkan dalam sedimen kerikil pasiran (dekat pulau Batam) penyebarannya semakin ke timur semakin besar, maka sumbernya diduga berasal dari P. Bintan. Ke dua pulau ini merupakan tinggian di daratan Sunda pada waktu itu yang terbentuk oleh batuan terobosan Granit yang mengalami erosi sejak zaman es hingga saat ini dan sebagai sumber terdapatnya mineral kasiterit dan magnetit. Sunda Land of the Eurasian continental crust is composed of reunited islands of Sumatera, Java, and Kalimantan, usually called as Sunda Platform, which was formed in the glacial time. In that time, all rivers activities were dominated to flow, eroded and deposited the sediment included their placer deposits into the deeper part. In the interglacial time, the Sunda land was changed into seawater and separated the island of Sumatera, Kalimantan and Java. All early rivers which were flowed and elongated is now located under the Java sea. Some heavy minerals are found on the beach or in surfacial sediments of Batam, Bintan and its surroundings, such as: magnetite, cassiterite, zircon, monazite, tourmaline, pyrite, ilmenite, leucosen, augite and diopside. The high contents of magnetite and cassiterite minerals on the bay of Batam-Bintan show their occurences are not from far distance but they are from Batam and Bintan sediments. The magnetite and cassiterite contents in gravelly sands of Batam Island from west to east are decreasing in their distribution. They are interpreted come from the Batam Island. On the other hand, these minerals distribute to the east are increasing in sandy gravels and they are seemly from Bintan Island. These two islands were acts as platform of granitic intrusions and were eroded since the glacial-interglacial time and they were as the origin of cassiterite and magnetite minerals.
BATIMETRI, POLA ARUS DAN PERUBAHAN GARIS PANTAI DI SAGARA ANAKAN, CILACAP Dida Kusnida; Wayan Lugra; Lili Sarmili
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 1, No 3 (2003)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (519.427 KB) | DOI: 10.32693/jgk.1.3.2003.99

Abstract

Sedimentasi yang dicirikan oleh pertumbuhan pulau-pulau baru dan daratan di Sagara Anakan, setidaknya sejak tahun 1944 hingga sekarang, berawal dari proses pasang surut yang terjadi di Sagara Anakan. Kecepatan dan arah arus Citanduy merupakan faktor dominan dalam proses sedimentasi di Sagara Anakan. Penggabungan kecepatan dan arah arus Citanduy dengan kecepatan dan arah pasang surut laut menghasilkan resultante di Sagara Anakan berarah timur-tenggara. Tidal processes in Sagara Anakan at least since 1944 until present, triggered sedimentation characterized by the development of new islands and lands. Velocities and direction of Citanduy current are the dominant factors in sedimentation processes in Sagara Anakan. The interference of velocities and current directions of Citanduy and Indian Ocean tide in Sagara Anakan resulted east-southeast resultants directions.
PETROGENESA ENDAPAN PASIR BESI DI PANTAI PANGGUL, TRENGGALEK Harry Utoyo; Lili Sarmili
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 6, No 2 (2008)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2893.069 KB) | DOI: 10.32693/jgk.6.2.2008.154

Abstract

Endapan pasir besi di Pantai Panggul Trenggalek didominasi oleh mineral-mineral berat yang terdiri dari magnetit (> 70 %), ilmenit, piroksen, horenblenda, zirkon, apatit dan feldspar. Batuan sumber diduga berasal dari batupasir magnetit bagian dari Formasi Jaten serta batuan gunung api Tersier yang banyak tersebar di daerah Trenggalek. Terbentuknya magnetit diduga berasal dari mineralisasi magnetit dari batuan gunung api Formasi Mandalika, seperti yang dijumpai di Ngadipuro, Kecamatan Munjungan. Batuan gunung api Tersier daerah Trenggalek, Jawa-Timur umumnya dibentuk oleh batuan berkomposisi andesitik hingga dasitik, yang berbentuk dyke, stock dan sill, serta berstruktur lava bantal. Analisis petrografi umumnya memperlihatkan tekstur porfiritik, berstruktur aliran dan teralterasi pada tingkatan yang rendah menjadi klorit, karbonat serisit dan epidot. Kata kunci: pasir besi, batuan gunung api, mineralisasi, pantai Panggul Trenggalek. Iron sand deposit in Panggul coast Trenggalek is dominated by heavy minerals, consist of magnetite (> 70 %), ilmenite, pyroxene, hornblende, zircon, apatite and feldspar. The source rock is estimated from magnetite sandstone of Jaten Formation and Tertiary volcanic rocks which are widely distribute in Trenggalek area. The formation of magnetite is interpreted from volcanic rock of Mandalika Formation, which crop out in Ngadipuro, Munjungan. Tertiary volcanic rocks in The Trenggalek area, East Java are mainly formed by andesitic to dacitic composition which are in the form of dyke, stock, sill and pillow lava structures. Petrographic analysis generally shows porphiritic, flow structure in textures and low alteration to chlorite, carbonate, sericite and epidot minerals. Keywords: iron sand, volcanic rocks, mineralization, Panggul coast Trenggalek.