Anang Hari Kristanto
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PUNCAK PREVALENSI PENYAKIT KARANG JENIS SABUK HITAM (BLACK BAND DISEASE) DI KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Ofri Johan; Anang Hari Kristanto; Joni Haryadi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (593.374 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.2.2014.307-317

Abstract

Keberadaan penyakit karang akan menyebabkan kerusakan komunitas dan populasi karang di Indonesia, sementara informasi prevalensi penyakit tersebut masih sedikit terpublikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit karang jenis sabuk hitam di Kepulauan Seribu pada enam lokasi di bagian tubir dan 10 lokasi di bagian lereng terumbu yang dilaksanakan pada bulan November 2011. Metode transek sabuk digunakan untuk mendapatkan prevalensi penyakit karang dengan ukuran 1 m ke kiri dan 1 m ke kanan dari garis transek, panjang transek 20 m dan dilakukan tiga ulangan pada setiap lokasi, sehingga total luasan yang teramati adalah 120 m2. Hasil penelitian di bagian tubir berhasil mengamati jumlah koloni sebanyak 4.517, lebih tinggi dibandingkan di lereng terumbu yaitu sebanyak 3.418 koloni. Karang yang dominan ditemukan di lereng terumbu adalah Montipora sp., Acropora sp., dan Porites sp., dengan jumlah koloni berturut-turut yaitu 2.417 koloni, 1.131 koloni, dan 299 koloni, sementara pada lereng terumbu didominasi oleh karang Porites sp., Fungia sp., dan Acropora sp. dengan jumlah koloni berturut-turut yaitu 867 koloni, 596 koloni, dan 496 koloni. Prevalensi penyakit sabuk hitam pada tubir lebih tinggi (12,53%) dibandingkan dengan di lereng terumbu (0,05%), demikian juga dengan faktor penganggu kesehatan karang lebih tinggi di tubir (3,25%) dibandingkan dengan di lereng terumbu (2,68%). Data prevalensi pada penelitian ini merupakan puncak prevalensi (outbreak) dibandingkan dengan data lain yang dilakukan pengamatan selama satu tahun. Prevalensi penyakit sabuk hitam sangat dipengaruhi oleh adanya peningkatan suhu dan intensitas cahaya, sehingga prevalensi di perairan dangkal (tubir) lebih tinggi dibandingkan dengan di lereng terumbu.
EFEK PEMUASAAN DAN PERTUMBUHAN KOMPENSASI PADA BENIH IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus) Wahyulia Cahyanti; Vitas Atmadi Prakoso; Jojo Subagja; Anang Hari Kristanto
Media Akuakultur Vol 10, No 1 (2015): (Juni 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.399 KB) | DOI: 10.15578/ma.10.1.2015.17-21

Abstract

Ikan baung (Hemibagrus nemurus) merupakan salah satu ikan perairan umum yang bernilai ekonomi cukup baik. Berdasarkan informasi potensi tersebut, budidaya ikan baung perlu terus dikembangkan. Permasalahan yang sering muncul pada usaha budidaya ikan baung yakni biaya pakan buatan (pellet). Biaya untuk pakan buatan sangat mahal, sehingga dalam kegiatan budidaya ikan baung harus diperhatikan teknik pemberian pakannya. Metode untuk menurunkan biaya pakan adalah dengan cara pemberian pakan yang efektif. Salah satunya adalah dengan cara pemuasaan pakan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek dari pemuasaan dan pertumbuhan kompensasi serta sintasan pada benih ikan baung. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan (A: 1 hari puasa 1 hari diberi pakan, B: 2 hari puasa 1 hari diberi pakan, dan C: kontrol (tiap hari diberi pakan)) dan 3 kali ulangan. Parameter yang dianalisis adalah pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot mutlak, laju pertumbuhan harian dan sintasan. Hasil penelitian menunjukkan benih ikan baung kontrol memiliki pertumbuhan panjang mutlak tertinggi (1,17 ± 0,35 cm). Untuk pertumbuhan bobot mutlak ikan baung tertinggi didapatkan pada perlakuan B. Laju pertumbuhan harian tertinggi diperoleh pada perlakuan B (0,95 ± 0,34%) dan berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Hasil pengujian menunjukkan perlakuan kontrol memiliki kelangsungan hidup yang berbeda nyata dengan perlakuan lain, dengan nilai 91,11 ± 3,05%. Benih ikan baung tidak dapat mencapai pertumbuhan kompensasi meskipun telah dipuasakan dalam waktu yang sangat singkat (1-2 hari). Pemuasaan juga berakibat pada semakin rendahnya tingkat kelangsungan hidup benih ikan baung akibat kanibalisme.