Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Riset Akuakultur

PEMETAAN KELAYAKAN LAHAN BUDI DAYA IKAN LAUT DI KECATAMAN MORO, KEPULAUAN RIAU: DENGAN PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS I Nyoman Radiarta; Adang Saputra; Ofri Johan; Tri Heru Prihadi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (598.759 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.2.2006.291-302

Abstract

Sistem informasi geografis telah digunakan untuk menganalisis kelayakan lahan budi daya ikan laut di perairan Kecamatan Moro, Kepulauan Riau. Pengumpulan data lapangan telah dilakukan pada bulan Agustus dan Oktober 2004 dengan menggunakan metode acak sederhana. Parameter penting penentuan kelayakan lahan budi daya ikan laut sesuai dengan data yang dikumpulkan digolongkan atas dua kriteria yaitu faktor lingkungan (meliputi: kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, dan tinggi gelombang) dan faktor kualitas perairan (meliputi: suhu, salinitas, kandungan oksigen, dan pH). Pembobotan faktor dan parameter kelayakan lahan dilakukan dengan menggunakan teknik multi kriteria analisis. Hasil analisis spasial dengan menggabungkan faktor lingkungan dan kualitas air, secara umum menunjukkan bahwa perairan Kecamatan Moro tergolong layak, cukup layak, atau sangat layak, dan tidak ditemukan daerah yang tidak layak untuk budi daya ikan laut.This study used geographic information system to analysis site suitability of marine fish culture in adjacent water of Moro Sub District, Riau Archipelago. Simple random sampling was used for collecting data on August and October 2004. Important parameters for marine fish culture from field measurement were categorized into two criteria, namely environmental factor (include: bathymetry, transparency, water current, and wave height) and water quality factor (include: temperature, salinity, dissolve oxygen, and pH). Multi criteria analysis (MCA) technique was used to weight of factors and parameters. Based on overlay of environmental factors and water quality factors using spatial analysis showed that most of areas of Moro sub district (Riau Archipelago) were identified as being suitable, moderately suitable or highly suitable, and none was identified as totally unsuitable for marine fish culture.
BUDI DAYA KARANG HIAS MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG HIAS YANG BERKESINAMBUNGAN Ofri Johan; Wartono Hadie; Adang Saputra; Joni Hariyadi; Nurbakti Listyanto
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.25 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.3.2007.415-424

Abstract

Kegiatan budi daya karang hias di Indonesia perlu dilakukan untuk menjamin perdagangannya agar berjalan tanpa merusak keanekaragaman dan kondisi terumbu karang. Budi daya karang hias menggunakan rak berupa meja yang terbuat dari paralon PVC yang dinilai sangat ekonomis dan mudah diaplikasikan masyarakat lokal. Pengamatan pertumbuhan hanya dilakukan pada 1 rak masing-masing jenis karang yang dibudidayakan yaitu Acropora sp., Acropora formosa, Acropora humilis, Acropora millepora, Acropora nobilis, dan Seriatopora hystrix. Kegiatan dilakukan pada dua lokasi yaitu Pulau Simakakang-Mentawai, Sumatera Barat dan Gondol, Bali. Pengamatan dilakukan setiap dua bulan dan penelitian dilaksanakan selama 6 bulan. Hasil pengamatan diperoleh tingkat mortalitas pada lokasi Pulau Simakakang diperoleh 5,56% dari 36 sampel yang diukur dari 6 jenis karang dan 6 ulangan, pertambahan panjang jenis A. formosa 0,64 cm/bulan, lebih cepat dibandingkan dengan jenis A. millepora 0,58 cm/bulan dan jenis lain. Karang A. humilis memiliki laju perambatan pada substrat semen dan batang pengikat yang  lebih cepat dari jenis lain. Pada lokasi Gondol, Bali memiliki laju pertambahan panjang karang A. millepora lebih cepat (0,50 cm/bulan) dibandingkan dengan jenis A. tenuis (0,43 cm/bulan) dan jenis lain berkisar antara 0,21—0,39 cm/bulan.Tingkat kematian 3 koloni (7,1%) dari total 42 koloni yang disampling.The culture of ornamental coral is important to be conducted to guarantee the coral trade can be run well without giving impact to coral reef biodiversities and coral reef condition in Indonesia. This cultured using table using nets as a place which is made from PVC pipe. This method can minimize cost comparing with others materials as well as applicable for coastal community. One table can be placed 12 (3x4) substrate with a distance among others of 25 cm, then fragmented coral were tied to that substrates. This activity was carried out in two locations that were Simakakang Island, Mentawai, West Sumatera, and Gondol, Bali. The observation of mortality found that the one in Simakakang Island had 5.56% of 36 fragments of 6 species and of 6 replications, length growth of A. formosa was 0.64 cm/month, more rapid than the one of A. millepora (0,58 cm/month) and others species. A. humilis had encrusted to cement substrate, it was more rapid than the one in others species. Length growth rate of A. millepora in Gondol, Bali was more rapid (0.50 cm/month) than A. tenuis (0.43 cm/month), and others (0.21—0.39 cm/month). The mortality rate was 7.1% (3 colonies) from 42 colonies.