Ketut Mahardika
Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan, Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

EFEKTIVITAS BEBERAPA BAHAN KIMIA TERHADAP COCCON DAN LINTAH LAUT hIRUDINEA (Zeylanicobdella arugamensis) Ketut Mahardika; Indah Mastuti; Ahmad Muzaki; Zafran Zafran
Jurnal Riset Akuakultur Vol 14, No 1 (2019): (Maret, 2019)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.738 KB) | DOI: 10.15578/jra.14.1.2019.29-38

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas bahan kimia terhadap Zeylanicobdella arugamensis yang menginfeksi ikan kerapu hibrida cantik secara in vitro dan in vivo. Uji in vitro dilakukan dengan mengoleksi Z. arugamensis dari ikan kerapu hibrida cantik dan ditempatkan dalam cawan petri (100-200 ekor/cawan petri). Z. arugamensis tersebut diinkubasi dalam suhu ruang selama satu hari agar menghasilkan coccon. Masing-masing dua cawan petri yang berisi Z. arugamensis direndam dengan obat cacing dan bahan kimia seperti albendazole, levamisole, oxfendazole, dan piperazine pada dosis 1.000 mg/L, ivermectin dosis 30-100 mg/L, calcium hypochlorite (kaporit) dosis 10.000 mg/L, formalin dosis 200-400 mg/L, klorin dosis 200-400 mg/L, tembakau dosis 10.000-50.000 mg/L dalam air laut dan air tawar, dan air laut sebagai kontrol. Perendaman dilakukan selama 60 menit dan selanjutnya diganti dengan air laut steril untuk diinkubasi selama 13 hari. Bahan kimia tersebut juga digunakan untuk perendaman secara in vivo terhadap ikan kerapu hibrida cantik yang terinfeksi lintah. Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa formalin dan klorin pada dosis 300 mg/L dan 400 mg/L, ivermectin dosis 100 mg/L, kaporit dosis 10.000 mg/L selama 60 menit mampu membunuh Z. arugamensis dan cocconnya hingga 100%. Sedangkan perendaman obat cacing, dan tembakau kurang efektif untuk membunuh Z. arugamensis dan cocconnya. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa bahan kimia dengan dosis tinggi bersifat toksik pada ikan uji. Perendaman dengan formalin dan hidrogen peroksida pada dosis 100-200 mg/L dalam air tawar selama 60 menit efektif dalam membunuh Z. arugamensis dan aman bagi ikan kerapu hibrida cantik.The purpose of this study was to determine the effectiveness of different chemical compounds on parasite Zeylanicobdella arugamensis infecting hybrid grouper “cantik” through vitro and in vivo. The in vitro tests were carried out by collecting leeches from hybrid grouper “cantik”, and then placed in petridishes (100-200 leeches/petridish). The Z. arugamensis was incubated at room temperature for one day to allow cocoon. Afterward, each of the two petridishes containing Z. arugamensis were soaked with each selected chemical such as albendazole, levamisole, oxfendazole, and piperazine at doses of 1,000 ppm; ivermectin doses of 30-100 ppm; calcium hypochlorite dosage of 10,000 ppm; formalin doses 200-400 ppm; chlorine doses 200-400 ppm; tobacco doses 10,000-50,000 ppm mixed in sea water or fresh water, fresh water and sea water as a control. Soaking with the chemicals was carried out for 60 minutes and then replaced with sterile sea water and incubated for 13 days. These chemicals were also used in in vivo treatment against hybrid grouper “cantik” infected by Z. arugamensis. The in vitro test showed that formalin and chlorine at doses of 300 ppm and 400 ppm, ivermectin at a dose of 100 ppm, calcium hypochlorite dose of 10,000 ppm of seawater for 60 minutes were able to kill Z. arugamensis and its cocoon up to 100%. While the use of anti-worm chemicals or medicines (albendazole, levamisole, oxfendazole, piperazine), and herbal tobacco drugs were less effective in killing Z. arugamensis and its cocoon. The in vivo test provided evidences that high-dose of chemicals were toxic to hybrid grouper “cantik”. Soaking with formalin and hydrogen peroxide at a dose of 100-200 ppm in fresh water for 60 minutes were effective in killing Z. arugamensis and safe for hybrid grouper “cantik”.
APLIKASI SISTEM RESIRKULASI PADA PENDEDERAN IKAN KAKAP PUTIH, Lates calcarifer KEPADATAN TINGGI Gusti Ngurah Permana; Zeny Pujiastuti; Fakhrudin Fakhrudin; Ahmad Muzaki; Ketut Mahardika; Kukuh Adiyana
Jurnal Riset Akuakultur Vol 14, No 3 (2019): (September, 2019)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.738 KB) | DOI: 10.15578/jra.14.3.2019.173-182

Abstract

 Teknologi resirkulasi (Recirculating aquaculture system [RAS]) dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas benih ikan kakap putih. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan kepadatan pada pendederan benih ikan kakap dengan sistem RAS. Penelitian ini menggunakan sistem RAS dengan 12 bak dengan volume 1,0 m3 yang terbagi dalam dua modul dengan masing-masing modul terdiri atas enam bak. Untuk perbandingan digunakan sistem sirkulasi yang mengadopsi teknologi yang ada di masyarakat menggunakan tiga bak beton dengan volume 1 m3. Benih ikan kakap putih yang dipergunakan memiliki panjang rata-rata: 2,87 cm ± 0,18 cm dan bobot rata-rata: 0,39 ± 0,07 g. Perlakuan menggunakan perbedaan kepadatan yaitu (A) 3.000 ekor/m3 (1,17 kg/m3); (B) 4.500 ekor/m3 (1,75 kg/m3); dan (C) sirkulasi 1.500 ekor/m3 (0,62 kg/m3). Parameter yang diamati meliputi: pertumbuhan, sintasan, kualitas air, dan pada akhir penelitian, sampel darah diambil untuk menentukan kesehatan ikan yang berhubungan dengan parameter haematokrit darah. Analisis data secara deskriptif dan uji t test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran pada sistem RAS dan sirkulasi secara signifikan tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) pertumbuhan panjang dan bobot benih. Sintasan tertinggi diperoleh pada kelompok ikan kontrol, diikuti dengan kelompok ikan dengan kepadatan 3.000 ekor/m3 dan terendah pada kelompok ikan dengan kepadatan 4.,500/m3 ekor. Nilai hematokrit dalam darah lebih tinggi (P<0,05) ditunjukkan dari kelompok ikan dengan kepadatan yang lebih rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aplikasi sistem resirkulasi pada pendederan ikan kakap putih dapat dilakukan dengan penerapan kepadatan 3.000 ekor/m3 (31,04 kg/m3).Recirculating aquaculture system (RAS) has been developed to increase the productivity of barramundi nursery. This study used 12 tanks with a volume of 1.0 m3 each. The tanks were grouped into two modules, each module consisted of six tanks. As a comparison, a circulation system adopted by the local community was used which consisted of three concrete tanks with a volume of 1 m3. Barramundi juveniles with an average length: 2.87 cm ± 0.18 cm and an average weight of 0.39 ± 0.07 g) were used in the experiment. The treatments were differences in stocking densities: 3,000 fish/m3 (1.17 kg/m3); 4,500 fish/m3 (1.75 kg/m3); and control 1,500 fish/m3 (0.62 kg/m3). Data collected included growth of survival and water quality variables (temperature, salinity, DO, pH, nitrite, NH3, total bacteria/vibrio) and blood hematocrit. The results of this study showed that fish densities (4,500; 3,000; and 1,500 fish/m3) did not affect fish growth. However, the survival rate was significantly different (P<0.05) among the treatments. The values of hematocrit were significantly (P<0.05) higher at the density of 46.56 kg/m3. These results suggest that the RAS application can sustain a nursery density of Barramundi up to 3,000 ind./m3 (31.04 kg/m3).
APLIKASI ASTAXANTHIN DARI HAEMATOCOCCUS PADA BENIH KERAPU SUNU (Plectropomus leopardus) TERHADAP TOTAL KAROTENOID DAN PROFIL DARAH Daniar Kusumawati; Ketut Mahardika; Ketut Maha Setiawati
Media Akuakultur Vol 14, No 2 (2019): (Desember, 2019)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.706 KB) | DOI: 10.15578/ma.14.2.2019.113-122

Abstract

Haematococcus merupakan alga yang kaya karotenoid dari jenis astaxanthin yang tidak hanya berpotensi sebagai sumber pigmen merah tetapi juga sebagai antioksidan. Aplikasi haematococcus telah dilakukan pada larva kerapu sunu dan menunjukkan adanya perbaikan peformansi warna merah yang cukup signifikan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh haematococcus sebagai sumber astaxanthin terhadap pertumbuhan, total karotenoid, dan profil darah (hematokrit dan haemoglobin) pada juvenil ikan kerapu sunu. Benih kerapu sunu ukuran panjang rata-rata 14,07 ± 0,07 cm dan bobot rata-rata 45,92 ± 6,35 g dipelihara dalam jarring berukuran 0,5 m x 0,5 m x 1 m yang diletakkan dalam bak beton ukuran 3 m x 1,2 m x 1,2 m. Kepadatan ikan tiap jaring adalah lima ekor. Perlakuan yang diujicobakan adalah penambahan haematococcus ke dalam pakan buatan dengan dosis dan kompisisi sebagai berikut: A) 1% dari berat pakan, B) 1% dari berat pakan + 10% minyak ikan, dan C) 0% (kontrol). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan haematococcus ke dalam pakan tidak memberikan perbedaan nyata terhadap pertumbuhan mutlak panjang dan bobot, serta laju pertambahan panjang dan bobot (P value > 0,05). Penambahan haematococcus memberikan perbedaan nyata (P value < 0,05) terhadap konversi pakan di mana perlakuan A (1,99 ± 0,09); B (2,12 ± 0,14); dan C (2,28 ± 0,09). Penambahan haematococcus memberikan peningkatan terhadap akumulasi kandungan total karoten, hematocrit, dan haemoglobin darah.Haematococcus, an alga rich in carotenoids of the astaxanthin type, not only has the potential as a source of red pigment but also as an antioxidant. The purpose of this study was to determine the effects of hematococcus as astaxanthin source on the growth, total carotenoids, and blood profile (hematocrit and hemoglobin) of coral trout grouper juvenile. Coral trout grouper seed with an average length of 14.07± 0.07 cm and an average weight of 45.92 ± 6.35 g were maintained in a net cage measuring 0.5 m x 0.5 m x 1 m placed in a 3 m x 1.2 m x 1.2 m concrete tank. Fish density per net was five fish. The treatment tested was the addition of haematococcus into the artificial feed with the following dosages and compositions: A) 1% of the weight feed, B) 1% of the weight feed + 10% fish oil, C) 0% (control). The results showed that the addition of haematococcus to the feed did not give a significant difference to the absolute growth of length and weight and also specific growth and length rate (P-value > 0.05). The addition of haematococcus gave a significant difference (P-value < 0.05) to feed conversion ratio between treatment A, B and C with the values of 1.99 ± 0.09, 2.12 ± 0.14, and 2.28 ± 0.09, respectively. The addition of haematococcus also increased the levels of total carotene content, hematocrit, and hemoglobin. This study suggests that the application of haematococcus could significantly improve the red color performance of trout grouper larvae.