Gusti Ngurah Permana
Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan, Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PEMELIHARAAN LARVA ABALON Haliotis squamata DENGAN PEMBERIAN JENIS PAKAN BERBEDA DALAM BENTUK TEPUNG Fitriyah Husnul Khotimah; Gusti Ngurah Permana; Ibnu Rusdi; Bambang Susanto
Jurnal Riset Akuakultur Vol 13, No 1 (2018): (Maret 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.108 KB) | DOI: 10.15578/jra.13.1.2018.39-46

Abstract

Masalah utama yang umum terjadi pada produksi benih abalon adalah kematian yang tinggi (> 90%) setelah abalon menempel pada plate pemeliharaan. Penggunaan pakan dalam bentuk tepung untuk mengganti diatom sebagai pakan postlarva beberapa spesies ikan, udang, dan abalon sudah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis pakan dalam bentuk tepung yang sesuai dan efektif untuk mendukung sintasan dan pertumbuhan larva abalon Haliotis squamata. Percobaan terdiri atas lima perlakuan pakan pada pemeliharaan larva abalon yaitu tepung Spirulina sp., Ulva sp., Chaetoceros sp., Gracilaria sp., dan diatom (kontrol). Masing-masing perlakuan terdiri atas empat ulangan. Pakan berupa tepung yang digunakan pada masing-masing perlakuan, terlebih dahulu dicampur merata dengan larutan tepung agar (7,5 mg/mL dalam air laut; suhu 40°C) dengan konsentrasi tepung 40 mg/mL larutan agar. Pemberian pakan dilakukan setiap tiga hari dengan cara menyemprotkan larutan pakan pada permukaan plate pemeliharaan larva. Penelitian dilakukan selama 30 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan larva abalon yang diberi pakan tepung Spirulina sp. paling tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dengan yang diberi diatom, tepung Chaetoceros sp., dan Ulva sp., yaitu masing-masing 81,49%; 79,25%; 76,57%; dan 76,46%; tetapi tidak berbeda nyata dengan yang diberi pakan tepung Gracilaria sp. 81,37% (P>0,05). Laju pertumbuhan harian panjang cangkang larva abalon tertinggi diperoleh pada larva yang diberi pakan tepung Gracilaria sp. (203,81 ± 1,23 µm/hari) dan Spirulina sp. (205,59 ± 1,71 µm/hari). Nilai laju pertumbuhan harian panjang cangkang larva abalon yang paling rendah dijumpai pada larva yang diberi pakan tepung Ulva sp. (146,07 ± 1,73 µm/hari).The most common problem in abalone seed production is the high mortality occurrence (> 90%) after postlarvae settlement to the rearing plates. The use of microparticle diets to replace the natural feed of postlarval has been performed on various species of fish, shrimp, and abalone. This research aims to determine the most effective and suitable powder-based feed to support the survival and growth of abalone Haliotis squamata larvae. The experiments consisted of five feed treatments, i.e., Spirulina sp., Ulva sp., Chaetoceros sp., and Gracilaria sp. Flour, and diatoms (as control). Each treatment had four replicates. The powder-based feed used in each treatment was firstly mixed with a solution of agar powder (7.5 mg/mL sea water, 40°C) with a concentration of 40 mg of flour/mL of agar solution. Feeding was done every three days by spraying the feed solution onto the surface of the larval rearing plate. The study was conducted for 30 days. The results showed that survival rate of abalone larvae fed with Spirulina sp. flour was the highest and significantly different (P<0.05) compared with those given diatoms, Chaetoceros sp. and Ulva sp. flours, which were 81.49%, 79.25%, 76.57%, and 76.46%, respectively, and not significantly different from those fed with Gracilaria sp. 81.37% (P>0.05). The highest daily growth rate of the shell length of abalone larvae was achieved by larvae fed with Gracilaria sp. (203.81 ± 1.23 ¼m/day) and Spirulina sp. flours (205.47 ± 1.71 µm/day). The lowest daily growth rate of shell length was found on abalone larvae fed with Ulva sp. flour (146.07 ± 1.73 µm/day).
APLIKASI SISTEM RESIRKULASI PADA PENDEDERAN IKAN KAKAP PUTIH, Lates calcarifer KEPADATAN TINGGI Gusti Ngurah Permana; Zeny Pujiastuti; Fakhrudin Fakhrudin; Ahmad Muzaki; Ketut Mahardika; Kukuh Adiyana
Jurnal Riset Akuakultur Vol 14, No 3 (2019): (September, 2019)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.738 KB) | DOI: 10.15578/jra.14.3.2019.173-182

Abstract

 Teknologi resirkulasi (Recirculating aquaculture system [RAS]) dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas benih ikan kakap putih. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan kepadatan pada pendederan benih ikan kakap dengan sistem RAS. Penelitian ini menggunakan sistem RAS dengan 12 bak dengan volume 1,0 m3 yang terbagi dalam dua modul dengan masing-masing modul terdiri atas enam bak. Untuk perbandingan digunakan sistem sirkulasi yang mengadopsi teknologi yang ada di masyarakat menggunakan tiga bak beton dengan volume 1 m3. Benih ikan kakap putih yang dipergunakan memiliki panjang rata-rata: 2,87 cm ± 0,18 cm dan bobot rata-rata: 0,39 ± 0,07 g. Perlakuan menggunakan perbedaan kepadatan yaitu (A) 3.000 ekor/m3 (1,17 kg/m3); (B) 4.500 ekor/m3 (1,75 kg/m3); dan (C) sirkulasi 1.500 ekor/m3 (0,62 kg/m3). Parameter yang diamati meliputi: pertumbuhan, sintasan, kualitas air, dan pada akhir penelitian, sampel darah diambil untuk menentukan kesehatan ikan yang berhubungan dengan parameter haematokrit darah. Analisis data secara deskriptif dan uji t test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran pada sistem RAS dan sirkulasi secara signifikan tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) pertumbuhan panjang dan bobot benih. Sintasan tertinggi diperoleh pada kelompok ikan kontrol, diikuti dengan kelompok ikan dengan kepadatan 3.000 ekor/m3 dan terendah pada kelompok ikan dengan kepadatan 4.,500/m3 ekor. Nilai hematokrit dalam darah lebih tinggi (P<0,05) ditunjukkan dari kelompok ikan dengan kepadatan yang lebih rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aplikasi sistem resirkulasi pada pendederan ikan kakap putih dapat dilakukan dengan penerapan kepadatan 3.000 ekor/m3 (31,04 kg/m3).Recirculating aquaculture system (RAS) has been developed to increase the productivity of barramundi nursery. This study used 12 tanks with a volume of 1.0 m3 each. The tanks were grouped into two modules, each module consisted of six tanks. As a comparison, a circulation system adopted by the local community was used which consisted of three concrete tanks with a volume of 1 m3. Barramundi juveniles with an average length: 2.87 cm ± 0.18 cm and an average weight of 0.39 ± 0.07 g) were used in the experiment. The treatments were differences in stocking densities: 3,000 fish/m3 (1.17 kg/m3); 4,500 fish/m3 (1.75 kg/m3); and control 1,500 fish/m3 (0.62 kg/m3). Data collected included growth of survival and water quality variables (temperature, salinity, DO, pH, nitrite, NH3, total bacteria/vibrio) and blood hematocrit. The results of this study showed that fish densities (4,500; 3,000; and 1,500 fish/m3) did not affect fish growth. However, the survival rate was significantly different (P<0.05) among the treatments. The values of hematocrit were significantly (P<0.05) higher at the density of 46.56 kg/m3. These results suggest that the RAS application can sustain a nursery density of Barramundi up to 3,000 ind./m3 (31.04 kg/m3).