Estu Nugroho
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Jakarta

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

PENURUNAN KERAGAMAN GENETIK PADA F-4 IKAN NILA MERAH “CANGKRINGAN” HASIL PEMULIAAN DIDETEKSI DENGAN MARKER GENETIK Estu Nugroho; Rustadi Rustadi; Dwijo Priyanto; Hery Sulistyo; Susila Susila; Sunaryo Sunaryo; Bagus Wasito
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 1 (2014): (April 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (87.077 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.1.2014.25-30

Abstract

Variasi genetik ikan nila merah “Cangkringan” hasil pemuliaan dimonitor denganmenggunakan marker d-Loop DNA untuk mengetahui pembawa keragaman genetik yang dihasilkan karena kegiatan seleksi. DNA diekstraksi dari sirip ikan nila generasi 1 (F-0) hingga generasi ke-5 (F-4) dan diamplifikasi daerah d-Loop pada mitokondria menggunakan primer LH 1509 dan FH 1202. Secara statistik tidak terdapat perbedaan genotipe yang nyata antara ke-5 generasi ikan nila yang diuji. Terdapat penurunan variasi genetik dan kehilangan haplotipe sebesar 25% dari generasi pertama ke generasi 5 akibat seleksi berdasarkan komposite haplotipe dengan empat enzim restriksi Mbo-I, Hae-III, Rsa-I, dan Alu-I.
KAJIAN LAPANG PENGGUNAAN BENIH NILA (O. niloticus) HASIL PEMULIAAN DI KERAMBA JARING APUNG JATILUHUR Estu Nugroho; Saepudin Saepudin; Mochamad Bajar
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (April 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (87.709 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.1.2013.43-49

Abstract

Penelitian penggunaan benih nila hasil pemuliaan dalam skala usaha telah dilakukan dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) petani yang ada di daerah Waduk Jatiluhur (Ir. H. Djuanda) Jawa Barat. Dua perlakuan yang digunakan yaitu: benih nila hasil pemuliaan dan benih lokal sebagai kontrol, masing-masing dengan empat ulangan yang dipelihara pada KJA dengan volume 1.800 m3. Parameter yang diamati meliputi sintasan, pertambahan bobot total harian, produksi saat panen dan nilai ekonomisnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa benih hasil pemuliaan mempunyai produktivitas lebih baik dibandingkan benih nila lokal. Nilai rata-rata yang dimiliki oleh benih nila unggul adalah 70,74% (sintasan); 7,22 kg/hari (pertambahan bobot total harian); 1.274,5 kg (total panen); dan Rp 7.305.000,- (laba/periode). Sementara benih nila lokal mempunyai nilai rata-rata 57,28% (sintasan); 3,45 kg/hari (pertambahan bobot total harian); 620,5 kg (total panen); dan Rp 1.583.310,- (laba/periode).
FEKUNDITAS, DIAMETER TELUR, DAN MAKANAN IKAN BUJUK (Channa lucius Cuvier) PADA HABITAT PERAIRAN BERBEDA Azrita Azrita; Hafrijal Syandri; Estu Nugroho; Dahelmi Dahelmi; Syaifullah Syaifullah
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.247 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.3.2012.381-392

Abstract

Fekunditas, diameter telur, dan kebiasaan makanan ikan merupakan bagian dari aspek reproduksi ikan yang sangat penting diketahui. Informasi ini dapat digunakan untuk memprediksi rekruitmen dan pemulihan stok ikan bujuk dalam rangka domestikasi dan budidaya. Penelitian dilakukan dari bulan Januari-November 2010 pada habitat berbeda yaitu di Danau Singkarak-Sumatera Barat, perairan rawa banjiran Pematang Lindung Kabupaten Tanjung Jabung Timur-Jambi, dan perairan Mentulik Kabupaten Kampar-Riau. Jumlah sampel yang diamati 30 gonad ikan betina TKG III dan IV masing-masing lokasi penelitian. Fekunditas total ikan bujuk dari Danau Singkarak 1.996±568 butir dengan diameter telur 1,35±0,09 mm; rawa banjiran Pematang Lindung-Jambi 2.196±866 butir dengan diameter telur 1,53±0,11 mm; dan rawa banjiran Mentulik Kampar-Riau 2.539±716 butir dengan diameter telur 1,70±0,14 mm. Makanan utama ikan bujuk adalah ikan (70,78%-89,01%) dan makanan pelengkap udang (5,81%-16,13%), katak (1,77%-4,25%), dan makanan tambahan serangga air (3,98%-9,80%). Berdasarkan jenis makanan tersebut, maka ikan bujuk termasuk kelompok ikan karnivora murni yang bersifat predator. 
‘ENDANG PAMULARSIH’ GURAME YANG JEMPOLAN Estu Nugroho
Media Akuakultur Vol 7, No 2 (2012): (Desember 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (46.162 KB) | DOI: 10.15578/ma.7.2.2012.99-102

Abstract

Bisnis ikan gurame terbagi menjadi beberapa skala bisnis, mulai dari telur, gabah, nguku, silet, korek, rokok, tampelan hingga konsumsi. Adanya skala ini dikarenakan ikan gurame tumbuh sangat lambat. Salah satu yang menjadi penyebab ikan gurame tumbuh lambat adalah kualitas benih yang dihasilkan masih belum memadai serta teknologi budidaya yang digunakan belum optimal. Beberapa ras ikan gurame banyak terdapat di masyarakat, namun belum diketahui produkivitas masing-masing ras sehingga kemungkinan untuk mendapatkan produk unggulan masih mengalami hambatan. Penggunaan hibrida unggul ikan gurame merupakan salah satu solusi pemecahan masalah yang ada dalam budidaya ikan gurame. Hibrida antara ras Soang dan Blue Safir dikenal sebagai gurame varietas “Endang Pamularsih”.
GURAME BATANG HARI: BENARKAH STRAIN BERBEDA ? (Suatu kajian genetik dengan menggunakan marker DNA) Estu Nugroho; Evi Rahayuni; Mimid Abdul Hamid
Media Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.329 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.1.2013.9-12

Abstract

Beberapa strain ikan gurame yang dikenal di masyarakat yaitu Blusafir, Soang, dan Bastar banyak dipelihara oleh para pembudidaya khususnya di Jawa Barat. Sementara strain Batang Hari diklaim hanya ada di daerah Jambi. Ikan gurame strain ini dikenal dengan dagingnya yang tebal dan lebar, sehingga banyak disenangi oleh masyarakat setempat. Strain Batang Hari ini perlu diverifikasi informasi latar belakang genetiknya sehingga dapat digunakan sebagai salah satu sumber plasma nutfah gurame dalam program pemuliaan. Hasil analisis DNA menunjukkan bahwa secara genetik tidak terdapat perbedaan yang nyata antara gurame Batang Hari dengan tiga strain lainnya yang tersebut di atas. Ada penciri DNA yang kemungkinan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai salah satu kriteria dalam identifikasi strain gurame Batang Hari yaitu pada primer OPA-07.
KERAGAAN BENIH IKAN NIILA UNGGUL PADA PENDEDERAN 1 Estu Nugroho
Media Akuakultur Vol 9, No 2 (2014): (Desember 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5031.187 KB) | DOI: 10.15578/ma.9.2.2014.73-76

Abstract

ABSTRAK LIHAT SELENGAPNYA DI FILLE PDF
INDUSTRIALISASI IKAN TILAPIA: PENGALAMAN BERHARGA DARI CINA SEBAGAI PRODUSEN UTAMA TILAPIA DI DUNIA Estu Nugroho
Media Akuakultur Vol 7, No 2 (2012): (Desember 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (48.612 KB) | DOI: 10.15578/ma.7.2.2012.103-107

Abstract

Pengalaman Cina sebagai salah satu pemasok utama komoditas ikan nila di dunia dapat dijadikan pelajaran yang berharga bagi Indonesia yang telah menetapkan visinya sebagai penghasil produk perikanan yang terbesar di dunia pada tahun 2014. Berangkat dari upaya untuk memenuhi kebutuhan pasar akan pasokan daging nila, Cina telah berhasil mengembangkan suatu sistem industrialisasi yang komprehensif yang terdiri atas tiga pilar utama yaitu penggunaan benih unggul, pengembangan produksi secara massal dengan teknologi yang tepat guna dan pengolahan produk hasil budidaya yang efisien.
KARAKTER FENOTIPE DAN GENOTIPE IKAN MAS “MERAH MENYALA” NAJAWA DARI CANGKRINGAN, JOGJAKARTA SERTA POTENSI EKONOMISNYA Estu Nugroho; Dwijo Priyanto; Hery Sulistio Hermawan; Sunaryo Sunaryo; Andung Santoso Prihadi
Media Akuakultur Vol 10, No 1 (2015): (Juni 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (578.771 KB) | DOI: 10.15578/ma.10.1.2015.13-16

Abstract

Plasma nutfah ikan merupakan kekayaan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya perikanan. Salah satu jenis plasma nutfah yang layak untuk dikembangkan adalah ikan mas merah Najawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter fenotipe dan genotipe ikan mas merah Najawa dan potensi ekonomisnya dalam usaha budidaya. Ikan mas ini mempunyai kualitas warna merah yang sangat menyala, berbeda dengan jenis ikan mas dari daerah lainnya di Indonesia. Pengembangan jenis ikan ini akan lebih banyak dimanfaatkan oleh daerah-daerah yang mempunyai preferensi pada ikan warna cerah dibandingkan daerah dengan kesukaan pada ikan dengan warna gelap. Di antaranya adalah daerah Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Daerah Istemewa Jogjakarta. Sampai saat ini hasil seleksi warna telah menghasilkan keturunan dengan proporsi 87,1% mempunyai warna merah mulus, 2,7% warna albino dan sisanya 10,2% mempunyai warna merah berbintik hitam. Identifikasi morfometrik dengan menggunakan metode Truss Network menunjukkan adanya perbedaan pada parameter C (jarak kepala dan sirip dada), F (jarak sirip punggung dan sirip perut), dan M (panjang standar) dibandingkan dengan ikan mas Majalaya. Karakterisasi secara genetik dengan menggunakan marker molekuler RAPD dengan 6 primer menunjukkan perbedaan secara genetik yang nyata dibandingkan beberapa varietas ikan mas yang banyak digunakan oleh masyarakat yaitu ikan mas Rajadanu, Majalaya, Wildan, Sinyonya, dan Sutisna. Ikan mas Najawa mempunyai tingkat keragaman 0,1513, sedangkan 5 jenis ikan mas lainnya yang mempunyai tingkat keragaman antara 0,2120 (Majalaya) hingga 0,2747 (Wildan).
BEBERAPA JENIS IKAN LOKAL YANG POTENSIAL UNTUK BUDIDAYA: Domestikasi, Teknologi Pembenihan, dan Pengelolaan Kesehatan Lingkungan Budidaya Estu Nugroho; Mochammad Fatuchri Sukadi; Gleni Hasan Huwoyon
Media Akuakultur Vol 7, No 1 (2012): (Juni 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (105.636 KB) | DOI: 10.15578/ma.7.1.2012.52-57

Abstract

Biodiversitas ikan-ikan air tawar lokal asli Indonesia sangat berlimpah namun belum banyak dimanfaatkan dalam budidaya. Pemanfaatan secara langsung masih dalam taraf penangkapan di alam yang dikhawatirkan dapat membahayakan populasinya di alam. Salah satu alternatif untuk pencegahannya adalah dengan upaya meningkatkan budidaya dan mengurangi penangkapan yang berlebihan. Langkah pertama yang dibutuhkan adalah melakukan domestikasi untuk mendapatkan teknologi pembenihannya dan upaya pengelolaan lingkungan yang dibutuhkannya. Sekitar 20 jenis ikan lokal asli Indonesia telah dimanfaatkan dalam budidaya ikan konsumsi, sedangkan teknologi yang telah berhasil dikembangkan tercatat pada 7 jenis ikan air tawar seperti ikan baung, jelawat, nilem, kancra, tawes, belida, dan betutu.
EVALUASI PRODUKSI LARVA BEBERAPA VARIETAS INDUK IKAN NILA UNGGUL Estu Nugroho
Media Akuakultur Vol 8, No 2 (2013): (Desember 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (47.727 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.2.2013.115-117

Abstract

Berbagai varietas induk ikan nila unggul telah dihasilkan oleh anggota Jejaring Pemuliaan Ikan di antaranya adalah Nirwana, BEST, Selfam (Selabintana), dan Central Pertiwi (CP). Kualitas dari benih yang dihasilkan telah menunjukkan tren yang positif dalam pertumbuhan. Peningkatan kualitas ini perlu diimbangi dengan jumlah larva yang dihasilkan sehingga perpaduan antara keduanya dapat menaikkan efisiensi produksi yang merupakan salah satu pilar dalam prinsip “blue economy” yang sekarang sedang dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Evaluasi dilakukan untuk melengkapi informasi tentang ikan nila unggul yang telah dihasilkan. Pasangan NC (jantan Nirwana x betina CP) dan NN (jantan Nirwana dan betina Nirwana) menghasilkan jumlah larva yang paling banyak yaitu 132 ribu dan 104,467 ekor.