Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

KULTUR MIKROALGA Haematococcus pluvialis UNTUK MENGHASILKAN ASTAXANTIN Ahmad Muzaki; Fahrudin Fahrudin; Ida Komang Wardana; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1519.438 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.3.2008.351-361

Abstract

Mikroalga merupakan sumberdaya biologis yang eksklusif dan berperan sangat luas untuk aplikasi penyedia komponen bernilai tinggi di bidang perikanan dalam rangka peningkatan ekonomi. Tujuan riset ini adalah mendapatkan teknik pengkulturan Haematococcus pluvialis dan teknik stimulasi melalui penyinaran sel untuk menghasilkan produk astaxantin. Media tumbuh Bold (PIV metal) dan modifikasi Bold (Clewat-32) diujikan untuk pengkulturan. Pengkulturan juga diterapkan dengan menggunakan 6 jenis air tawar dari sumber berbeda (mata air alam, sumur artesis, air mineral kemasan I, air mineral kemasan II, air sumur, dan air PAM). Efek stres dilakukan melalui penyinaran dengan UV selama 3 jam dan inkubasi lanjutan dengan menggunakan penyinaran intensitas cahaya tinggi untuk mendapatkan sel merah yang mengandung astaxantin. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pertumbuhan sel H. pluvialis pada media Bold (PIV metal) lebih baik (55 x 104 sel/mL) dan air tawar yang berasal dari mata air alam menghasilkan kepadatan sel lebih tinggi (166 x 104 sel/mL) pada hari ke-5 dan 245 x104 sel/mL pada hari ke-13 dibandingkan air dari sumber lainnya. Penyinaran UV dan dilanjutkan dengan penyinaran intensitas cahaya tinggi mempercepat perubahan warna sel dan produksi metabolit sekunder sebagai astaxantin. Microalgae are exclusive biological resources to provide valuable compounds in fisheries. The purpose of the research was to evaluate culture technique of H. pluvialis and stimulation technique through UV irradiation to produce astaxanthin. Growth media of Bold (PIV metal) and Bold (clewat-32) modifications were tested to culture microalgae. Other culture technique applied by using 6 fresh water from various sources (natural fresh water, deep well water, mineral water I, mineral water II, well water, and municipal water supply sample). Stress effects were tested by using UV irradiation for 3 hours and incubation with high light intensity to find red cells containing astaxanthin. Result showed that growth cell of H. pluvialis in BOLD media (PIV metal) was higher (550 x 104 sel/mL) than that of in BOLD modification media. Cell density of H. pluvialis cultured with fresh water from natural source was higher (166 x 104 sel/mL) on day 5th and 245 x104 sel/mL on day 13th compared to other water sources. Effect of UV irradiation and high light intensity stimulated cells color change and produced secondary metabolite of astaxanthin.
SELEKTIF BREEDING UDANG WINDU Penaeus monodon DENGAN KARAKTER PERTUMBUHAN DAN SPF (SPECIFIC PATHOGEN FREE) Ida Komang Wardana; Ahmad Muzaki; Fahrudin Fahrudin; I Gusti Ngurah Permana; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1498.468 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.3.2008.301-312

Abstract

Riset selektif breeding dengan mengutamakan karakter pertumbuhan dan bebas penyakit (SPF) menjadi pilihan mendesak agar diperoleh calon induk udang windu dengan karakter fenotipe dan genotipe yang lebih baik. Tujuan riset ini adalah mendapatkan teknik selektif breeding dan induk udang hasil seleksi dengan karakter tumbuh cepat serta bebas penyakit (SPF). Metode seleksi diawali dengan pembenihan  induk yang berasal dari alam (F-0) mengikuti kaidah full sib mating, mengaplikasikan teknik probiotik, biosecurity, dan pemantauan infeksi virus. Diagnosis bebas penyakit (SPF) dilakukan dengan pengujian 7 jenis virus (TSV, WSSV, IHHNV, YHV, BP, MBV, HPV). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa 8 famili udang generasi pertama (F-1) memberikan keragaan fenotipe yang bervariasi (ukuran besar, sedang/reguler, dan kecil). Benih generasi pertama (F-1) hasil seleksi fenotipe pertumbuhan cepat (0,78%—9,91%) dari populasi benih udang kemudian dipelihara untuk calon induk. Induk udang yang digunakan pada saat dan setelah pembenihan mempunyai karakter SPF, demikian pula generasi pertama (F-1), walaupun ada kontaminasi IHHNV pada benih dari induk  -18,  -19,  -22. Keragaan genotipe induk udang (F-0) dan generasi pertama (F-1) menunjukkan keragaman genetik yang berbeda. Nilai heterozigositas pada induk udang (F-0) sebesar 0,1436; sedangkan pada generasi pertama (F-1) dengan tumbuh cepat sebesar 0,2659. Penanda gen untuk tumbuh cepat ditunjukkan pada gen dengan berat molekul 1.025 bp, 1.280 bp, dan 1.325 bp serta susunan sequence DNA yang berbeda bila dibandingkan pada penanda gen udang tumbuh lambat.Selective breeding focusing on growth and Specific Pathogen Free (SPF) is a priority to obtain genetically and morphologically better of black tiger shrimp spawner. The objective of the study was to develop selective breeding technique and select spawner better character on growth and Specific Pathogen Free (SPF). Selection method was initiated from the breeding of wild shrimp spawners (F-0) following full sib mating method, probiotics application, biosecurity, and virus diseases diagnosis. Diagnosis of SPF was tested on 7 viruses (TSV, WSSV, IHHNV, YHV, BP, MBV, HPV) by IQ-2000 kit. Result showed that 8 families of first generation (F-1) shrimp phenotypically varied (big, regular and small size). First generation of shrimp produced from phenotype selection with fast growth (0.78%—9.91%) of total fry polulation then reared till reached spawner size. Shrimp spawners used before and after breeding had SPF traits, similar with the first generation of shrimp fry. There was IHHNV contamination on shrimp (F-1) offsprings from  -18,  -19,  -22. Genotype performance shrimp spawner (F-0) and the first generation (F-1) showed different genetic variations. Heterozigosity value of shrimp spawner (F-0) was 0,1436 and the first generation (F-1) with fast growth trait was 0,2659. Gene marker of fast growth was indicated by a gene with molecular weight of 1,025 bp; 1,280 bp; and 1,325 bp and different DNA sequences compared with gen marker of slow growth shrimp.
KERAGAMAN GENETIK BENIH IKAN KERAPU SUNU, Plectrophomus leopardus TURUNAN PERTAMA (F1) DENGAN ANALISIS RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) MT-DNA Gusti Ngurah Permana; Sari Budi Sembiring; Ahmad Muzaki; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (148.346 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.2.2007.187-197

Abstract

Tingginya variabilitas ukuran benih merupakan salah satu kendala yang dihadapi pada perbenihan ikan kerapu sunu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keragaman genetik benih ikan kerapu sunu yang terekspresi pada benih ukuran besar, sedang, dan kecil dan untuk mengetahui adannya perbedaan genetik dari masing-masing ukuran tersebut. Amplifikasi pita tunggal menggunakan primer 16 SrDNA (F) 5’CGCCTGTTTAACAAAAACAT-3’ dan (R): 5’-CCGGTCTGAACTC AGATCATGT-3’. Hasil penelitian ini diketahui panjang pita mt-DNA sekitar 625 bp. Endonuklease restriksi menggunakan enzim Mnl I menghasilkan pita yang polimorfik pada benih ukuran besar, sedangkan ukuran sedang dan kecil monomorfik. Dua komposit haplotipe 16SrDNA ditemukan pada benih yang berukuran besar yaitu ABABB dan ABAAB. Kedua tipe komposit haplotipe hanya dimiliki oleh ikan yang mempunyai ukuran besar sedangkan ikan yang mempunyai ukuran sedang dan kecil hanya memiliki komposit genotip ABABB. Nilai heterosigositas untuk benih dari Bali yang mempunyai ukuran besar (0,480), sedang (0,000), dan kecil (0,000). Heterosigositas benih dari Jawa Timur yang mempunyai ukuran besar (0,211), sedang (0,000), dan kecil (0,000). Sedangkan sampel dari Lampung untuk semua ukuran monomorfik (0,000).The variability of differences size was occurred on every culture period of coral trout. The aimed of this study was to know genetics variability and evaluated of which are expressed on large, medium, and small size fry on total of length sizes and different weight. Amplification of single fragment using set primer 16 SrDNA (F)5’CGCCTG TTTAACAAAAACAT-3’ and reverse (R): 5’-CCGGTCTGAACTCAGATCATGT-3’. Result showed that PCR amplification of mt-DNA was 625 bp. Restriction digestion processed with Mnl I enzyme showed that polymorphism in large size and monomorphic in both medium and small sizes. Two types of haplotype were found in large size (ABABB and ABAAB) while one haplotype observed in medium and small sizes ABABB. The heterozygosities value of large, medium and small sizes from Bali location were 0.480, 0.000, and 0.000 restectively. Heterozygosities value of samples from East Java were 0.211, 0.000, and 0.000 restectively. Samples from Lampung were monomorphic (0.000).
Variasi Genetik Ikan Hias Clown, Amphiprion ocellaris Sari Budi Moria; Ida Komang Wardana; Gusti Ngurah Permana; Ahmad Muzaki; Ketut Maha Setiawati
Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada Vol 9, No 1 (2007)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.522 KB) | DOI: 10.22146/jfs.62

Abstract

Evaluation of genetic variation of wild clown fish, Amphiprion ocellaris was conducted to collect basic knowledge in order to develop sustainable ornamental fish breeding under controled condition. Clown fish samples were collected from three locations, i.e. Bali, Madura, and South Sulawesi waters. PCR amplification of mt-DNA by using universal primer obtained single band with molecule weight of 461 bp. RFLP of mt-DNA with Hinf I, Mbo I and Nla III restriction enzymes showed that the highest genetic variation as 0.581 was found from South Sulawesi population and the lowest as 0.382 from Bali, while Madura population has genetic variation of 0.456. Genetic distance of clown fish from South Sulawesi and Madura was closer (0.107) comparing to clown fish from Bali population (0.270).