Irin Iriana Kusmini
Institute for Freshwater Aquaculture Research and Development, Ministry of Marine Affairs and Fisheries

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KARAKTERISASI FENOTIPE DAN GENOTIPE TIGA POPULASI IKAN TENGADAK (Barbonymus schwanenfeldii) Irin Iriana Kusmini; Rudhy Gustiano; Deni Radona; Vitas Atmadi Prakoso; Fera Permata Putri; Tri Heru Prihadi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 11, No 3 (2016): (September 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (147.256 KB) | DOI: 10.15578/jra.11.3.2016.207-216

Abstract

Ikan tengadak, Barbonymus schwanenfeldii merupakan salah satu jenis ikan lokal yang potensial untuk dikembangkan. Kemungkinan keberhasilan pengembangan ikan ini sangat tinggi karena ikan tengadak sekerabat dengan ikan tawes. Studi keragaman genetik dilakukan dalam upaya pemanfaatan sumber daya genetik untuk kegiatan budidaya secara berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keragaman dan kekerabatan antara populasi ikan tengadak asal Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Analisis fenotipe dilakukan berdasarkan pengukuran truss-morfometrik, sedangkan analisis genotipe dilakukan secara molekuler menggunakan metode PCR-RAPD dengan primer OPA-08, OPA-09, dan OPC-02. Hasil analisis fungsi kanonikal truss-morfometrik menunjukkan sebaran pengukuran ketiga populasi berada pada kuadran yang berbeda dengan persentase indeks keseragaman tertinggi pada populasi Sumatera dan Jawa (100%). Analisis genotipe menunjukkan ikan tengadak populasi Kalimantan memiliki nilai polimorfisme (50,00) dan heterozigositas tertinggi (0,206); secara kekerabatan ikan tengadak Kalimantan memiliki jarak yang jauh dengan ikan tengadak Jawa dan Sumatera.Tinfoil barb Barbonymus schwanenfeldii is one of potential local fish species for aquaculture development. The successful probability of aquaculture development of tinfoil barb is very high due to close genetic relationship with silver barb. Study related to genetic diversity was conducted in order to explore genetic resources for sustainable aquaculture. The aim of this study was to analyze the genetic diversity and relationship between tinfoil barb populations from Java, Sumatra, and Kalimantan. Phenotype analysis was conducted by truss morphometric, whereas genotype analysis conducted by PCR-RAPD using OPA-08, OPA-09, and OPC-02 primers. The results of canonical correlation analysis from truss-morphometric measurements showed that the distribution of three populations were located in different quadrants with the highest similarity index percentage on Sumatra and Java population (100%). Genotypic analysis showed that tinfoil barb population from Kalimantan revealed the highest value of polymorphism (50.00) and heterozygosity (0.206), Kalimantan population have distantly genetic relationship to tinfoil barb from Java and Sumatra.
BIOREPRODUKSI DAN HUBUNGAN PANJANG-BOBOT TERHADAP FEKUNDITAS PADA IKAN LALAWAK (Barbonymus balleroides) Irin Iriana Kusmini; Fera Permata Putri; Vitas Atmadi Prakoso
Jurnal Riset Akuakultur Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.8 KB) | DOI: 10.15578/jra.11.4.2016.339-345

Abstract

Eksploitasi ikan lalawak (Barbonymus balleroides) yang berlebihan dari alam mengakibatkan langkanya jenis ikan ini di beberapa perairan aslinya. Sebelum ikan ini diperkenalkan sebagai komoditas budidaya, masih diperlukan lebih banyak lagi informasi mengenai aspek bioreproduksi ikan lalawak yang telah dipelihara pada lingkungan budidaya. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengevaluasi produktivitas ikan lalawak yang dipelihara pada lingkungan budidaya melalui pengamatan bioreproduksi dan hubungan panjang-bobot terhadap fekunditas. Sampel induk ikan lalawak betina yang diambil sebanyak 15 ekor, kemudian dipilih lima ekor induk betina yang telah matang gonad dengan ciri-ciri seluruh badannya terasa kasar apabila diraba, perut membesar ke arah posterior dan terasa lunak, genital mengembang, serta berwarna kemerahan. Data yang dikoleksi berupa panjang total, bobot badan, bobot gonad, fekunditas, diameter telur, dan indeks kematangan gonadnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran fekunditas ikan lalawak adalah 1.920-2.236 butir/g bobot gonad, dan 83-352 butir/g bobot badan induk dengan rata-rata diameter telur 0,87-1,10 mm. IKG berkisar 3,73%-18,36% dari kisaran bobot induk 85,32-264,8 g. Hubungan antara bobot badan dengan bobot gonad ikan lalawak digambarkan dengan persamaan linear y= 5,829ln (x) + 0,691 (r= 0,874); sedangkan hubungan panjang badan terhadap bobot gonad digambarkan dengan persamaan y= 28,52ln (x) - 38,10 (r= 0,7487). Pada ikan lalawak, hubungan bobot badan dengan fekunditas lebih erat dibandingkan dengan hubungan panjang badan terhadap fekunditas. Hasil pengamatan juga menyimpulkan bahwa ikan lalawak tergolong ikan yang memijah secara parsial.Over-exploitation of lalawak (Barbonymus balleroides) from its natural habitat had significant negative impacts on its availability. Before it is introduced as aquaculture commodity, more information about its reproductive biology in aquaculture environment needs to be well observed. The aim of this study was to determine the productivity of lalawak reared in aquaculture environment through observation of bioreproductionand relationship between fecundity and body length-weight of lalawak. Samplewas randomly taken from fifteen individuals female. From those samples, gonads were taken from five mature females for reproduction observation, by which the mature females were selected following specific criteria such as : their body feels rough if touched;enlarged abdomen posteriorly and felt soft; fluffy and reddish genital. Data collection consisted of measurement of the total length, body weight, gonad weight, fecundity, egg diameter and gonadosomatic index (GSI). The results revealed that the fecundity of lalawak ranged from 1,920 to 2,236 eggs/gof gonad weight and 83 to 352 eggs/g of body weight with average diameters of eggs ranged from 0.869 to 1.10 mm. GSI values ranged from 3.73 to 18.36% of 85.32 to 264.8g of body weight. The relationship between body weight and gonad weight of lalawak was described by the linear equation of y= 5,829ln (x) + 0.691 (r= 0.874), while the body length relationship to the gonad weight was described by the equation of y= 28,52ln (x) - 38.10 (r= 0.7487). Fecundity relationship with body weight of lalawak was closer than the length. The observations also concluded that lalawak is classified as partial spawning.