This Author published in this journals
All Journal Media Akuakultur
Septyan Andriyanto
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Jakarta

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PENGEMBANGBIAKAN ASEKSUAL TERIPANG KELING (Holothuria atra) DI KAMPUNG MANYAIFUN, RAJA AMPAT, PAPUA BARAT Afandi Saputra; Endang Gunaisah; Fabian Ardianta; Septyan Andriyanto
Media Akuakultur Vol 7, No 2 (2012): (Desember 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (395.264 KB) | DOI: 10.15578/ma.7.2.2012.71-75

Abstract

Potensi perikanan teripang di Indonesia mempunyai prospek yang besar. Namun dengan maraknya penangkapan menjadikan spesies teripang ini menjadi langka. Usaha-usaha restocking terus dilakukan untuk mengatasi kelangkaan sumberdaya teripang yang terjadi di Indonesia, salah satu bentuk usaha pengembalian populasi teripang adalah reproduksi secara aseksual (fission atau pembelahan). Teknik pengembangbiakan secara aseksual meliputi pemutusan badan teripang yang merupakan proses penyembuhan dan regenerasi menjadi individu yang baru. Hasil pengembangbiakan aseksual pada berbagai ukuran waring di laut tidak berpengaruh terhadap pola pertumbuhan teripang keling, Holothuria atra. Individu teripang baru hasil pembelahan mampu beradaptasi dengan lingkungannya dengan tingkat sintasan yang tinggi. Namun, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna memperoleh teknik pengembangbiakan secara aseksual yang lebih optimal.
PENDEDERAN IKAN PATIN DI KOLAM OUTDOOR UNTUK MENGHASILKAN BENIH SIAP TEBAR DI WADUK MALAHAYU, BREBES, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto; Evi Tahapari; Irsyaphiani Insan
Media Akuakultur Vol 7, No 1 (2012): (Juni 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.508 KB) | DOI: 10.15578/ma.7.1.2012.20-25

Abstract

Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki program berupa industrialisasi perikanan dengan salah satu komoditas unggulannya yaitu ikan patin. Dalam rangka mendukung pengembangan program tersebut, maka dilakukan kegiatan “Pemasyarakatan IPTEK (IPTEKMAS) Pendederan Ikan Patin di Waduk Malahayu, Brebes, Jawa Tengah”, yang bertujuan sebagai transfer teknologi pendederan untuk menghasilkan benih ikan patin dengan ukuran yang siap dibesarkan atau siap ditebar sebagai benih restocking di Waduk Malahayu. Tahapan kegiatan IPTEKMAS ini di antaranya pemilihan lokasi, koordinasi dan sosialisasi, pelatihan dan pendampingan teknologi pendederan ikan patin, serta temu lapang dan restocking benih ikan patin di Waduk Malahayu. Kegiatan yang dilakukan dalam pendederan ikan patin meliputi: persiapan kolam pendederan, penebaran benih, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, manajemen kesehatan ikan, dan teknik pemanenan benih. Melalui kegiatan ini dihasilkan benih ikan patin berukuran 4-5 inci atau 10 g, dengan tingkat sintasan benih rata-rata sebesar 98,76%. Manfaat yang diperoleh selain nelayan mampu mendederkan sendiri benih ikan patin sampai ukuran restocking, juga mendukung program restocking di Waduk Malahayu yang berdampak pada peningkatan pendapatan nelayan setempat tanpa merusak lingkungan perairan.
POLIKULTUR RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) DENGAN BANDENG DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH Bambang Priono; Septyan Andriyanto; Irsyaphiani Insan
Media Akuakultur Vol 7, No 1 (2012): (Juni 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (80.097 KB) | DOI: 10.15578/ma.7.1.2012.26-31

Abstract

Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Hampir seluruh perairan pantai Indonesia dapat ditanami rumput laut, termasuk jenis Gracilaria verrucosa yang banyak dibudidayakan di tambak-tambak rakyat yang kurang produktif. Beberapa faktor penyebab produktivitas belum optimal adalah paket teknologi budidayanya yang belum tersosialisasikan dengan baik. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai polikultur rumput laut dengan bandeng di tambak untuk mengetahui performan bibit terbaik dari beberapa kultivar berdasarkan lokasi sumber bibit. Penelitian dilakukan di tambak pembudidaya di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah seluas 6 ha dan masing-masing berukuran 0,5-1 ha/petak. Persiapan yang dilakukan meliputi perbaikan saluran inlet, outlet, pematang, pintu air dan pelataran, pemberantasan hama dan biota liar, pemupukkan, serta pengisian air (ketinggian 60 cm). Pada setiap petak dibuat 3 petak pengamatan berbentuk segi empat berukuran 1 m2 (sebagai ulangan). Bibit rumput laut yang ditanam sebanyak 2.200 kg/ha, sedangkan pada petak pengamatan ditanam sebanyak 1 kg/petak. Guna meminimalkan pertumbuhan klekap dan lumut maka pada setiap petak tambak ditebari gelondongan bandeng sebanyak 2.500 ekor/ha. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rumput laut yang ditanam dapat tumbuh mencapai lebih dari 375% selama lebih dari 2 bulan pemeliharaan dan menunjukkan bahwa rumput laut Gracilaria verrucosa dapat dipelihara bersama dengan bandeng.
KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto
Media Akuakultur Vol 8, No 2 (2013): (Desember 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (118.061 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.2.2013.139-144

Abstract

Ikan bandeng selain berfungsi sebagai komoditas ekspor yang mampu mendatangkan devisa negara, juga berperan penting sebagai penggerak perekonomian rakyat di daerah pesisir. Kabupaten Pati sebagai salah satu sentra produksi ikan bandeng di Provinsi Jawa Tengah, kerap mengalami permasalahan terkait kontinuitas produksi, serta pemasaran hasil budidayanya. Penelitian ini bertujuan untuk menghimpun informasi terkait kondisi terkini budidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati yang meliputi: potensi lahan budidaya, status teknis budidaya, produktivitas, dan pemasaran, serta permasalahan dan solusi yang diperlukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi lahan budidaya di Kabupaten Pati yang tersebar cukup luas pada beberapa kecamatan, dan terbagi menjadi lahan budidaya ikan bandeng di tambak air payau dan tambak air tawar. Sedangkan teknologi budidaya yang umum diterapkan oleh pembudidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati masih menggunakan pola tradisional dan tradisional plus. Meskipun terjadi kenaikan produksi setiap tahunnya namun belum mampu memenuhi kebutuhan pasar di luar wilayah Kabupaten Pati. Pemasaran produk ikan bandeng hasil budidaya sebagian besar dijual di pasar-pasar lokal untuk memasok pengolah ikan yang berada di sekitar Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Permasalahan yang umum dihadapi para pembudidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati meliputi permodalan, teknologi budidaya, harga pakan, pemasaran, serta diversifikasi produk olahan bagi pengolah ikan bandeng. Sehingga beberapa solusi yang bisa dilakukan di antaranya dengan penyediaan Kredit Usaha Kecil Menengah (KUKM), penyempurnaan teknik budidaya, penyediaan dan pembenahan pasar, diversifikasi produk olahan ikan bandeng, serta penyediaan sarana pendukung lainnya. Kondisi terkini budidaya ikan bandeng dilihat dari beberapa aspek budidaya dan peningkatan produksi, serta pemasarannya di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, memerlukan sentuhan teknologi budidaya yang aplikatif disertai kerja sama yang komprehensif antar pemerintah pusat dan daerah dengan masyarakat pembudidaya ikan bandeng.
MANAJEMEN PEMELIHARAAN INDUK ABALON (Haliotis asinina) HASIL TANGKAPAN DARI ALAM Septyan Andriyanto; Nurbakti Listyanto
Media Akuakultur Vol 5, No 2 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2548.168 KB) | DOI: 10.15578/ma.5.2.2010.162-168

Abstract

Abalon merupakan satu jenis kekerangan yang mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi serta kelezatan rasanya. Usaha budidaya abalon memiliki nilai ekonomis yang tinggi, namun untuk produksinya sebagian masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Dalam rangka menghasilkan induk dengan tingkat produksi yang tinggi diperlukan pengetahuan terkait manajemen pemeliharaan induk terutama yang berasal dari alam. Manajemen pemeliharaan induk yang sesuai prosedur meliputi pengumpulan induk, seleksi induk, penanganan induk, pengelolaan pakan dan penyakit, serta pengelolaan air media pemeliharaan. Apabila seluruh aspek tersebut dijalankan sesuai standar dan prosedur yang ditetapkan, diharapkan akan diperoleh induk dengan tingkat produksi yang tinggi serta benih yang berkualitas, sehingga produksi tidak selalu mengandalkan dari alam.
MANAJEMEN BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI KAMPUNG LELE, KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH Willy Nofian Muhammad; Septyan Andriyanto
Media Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.472 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.1.2013.63-71

Abstract

Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap ikan lele konsumsi membuat pembudidaya lele kesulitan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Desa Tegalrejo, salah satu desa di Kabupaten Boyolali pada tahun 2006 dinobatkan sebagai “Kampung Lele” oleh Gubernur Jawa Tengah dikarenakan mayoritas penduduknya melakukan usaha budidaya dan pengolahan lele. Namun produksinya hanya mampu memenuhi sebesar 30% dari seluruh permintaan pasar. Budidaya ikan lele tidak hanya teknologi yang dibutuhkan, namun juga dukungan masyarakat dan pemerintah terkait manajemen budidaya ikan lele sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Dalam rangka menunjang hal tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui aspek manajemen budidaya ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) meliputi perencanaan produksi kawasan, sistem kemitraan, pengorganisasian, dan pelaksanaan berupa manajemen pemeliharaan, produksi, serta analisis usahanya. Hasil pengamatan menunjukkan kegiatan perencanaan produksi kawasan dapat dikatakan baik, dilihat dari keberlanjutan produk, serta adanya kerjasama yang baik antara pembudidaya, supplier, dan kelompok budidaya. Begitu pula dalam aspek teknis budidaya, di mana seluruh kegiatan mengikuti SOP yang telah dibuat oleh kelompok dengan volume produksi mencapai 10 ton/hari. Sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar, serta peningkatan produksi dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang tidak digunakan untuk dijadikan lahan budidaya.