ubaidullah ubaidullah
ilmu politik, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, universitas syiah kuala

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

STRATEGI KEMENANGAN PASANGAN AKMAL IBRAHIM DAN MUSLIZAR SEBAGAI BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA PADA PILKADA 2017;WINNING STRATEGY OF AKMAL IBRAHIM ANDMUSLIZAR AS REGENT AND VICE REGENT OF SOUTHWEST ACEH REGENCY INTHE 2017 REGIONAL ELECTION fazilla fazilla; ubaidullah ubaidullah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Vol 3, No 1 (2018): Februari 2018
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.795 KB)

Abstract

ABSTRAKPilkada merupakan  sebuah cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk menentukan pemimpin yang akan menjalankan sistem pemerintahan. Pilkada serentak yang dilaksanakan pada Februari 2017 yang bertujuan untuk menentukan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat Daya untuk periode 2017-2022, berdasarkan hasil  akhir Pilkada 2017 yang sudah ditetapkan dalam rapat pleno rekapitulasi suara KIP Aceh Barat Daya, pasangan Akmal Ibrahim dan Muslizar berhasil mengalahkan 9 kandidat lainnya dengan meraih suara terbanyak. Kemenangan ini menarik untuk ditelusuri lebih lanjut terkait strategi dan faktor apa saja yang digunakan oleh pasangan Akmal Ibrahim dan Muslizar untuk memenangkan Pilkada di Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2017.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi dan faktor yang mempengaruhi kemenangan pasangan Akmal Ibrahim dan Muslizar sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Aceh Barat Daya.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Teknik analisis data pada penelitian lapangan di gunakan untuk memperoleh data primer yang langsung diperoleh dari sumber data pertama dilokasi penelitian atau objek penelitian, sedangkan untuk memperoleh data sekunder berdasarkan buku-buku, jurnal dan bacaan terkait lainnya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi kemenangan pasangan Akmal Ibrahim dan Muslizar pada Pilkada Aceh Barat Daya 2017 mencakup beberapa hal diantaranya, melalui kampanye terbuka,pencitraan calon bupati, visi dan misi yang berkenan dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat, dan sudah terbukti berhasil pada awal dia menjabat. Faktor yang mempengaruhi kemenangan pasangan Akmal Ibrahim dan Muslizar mencakup beberapa faktor diantaranya pencitraan calon bupati yang tinggi dimasyarakat,faktor pengalaman, dan hasil kerja keras tim pemenangan dilapangan.Dari kesimpulan penelitian yang peneliti lakukan, maka diambil kesimpulan strategi yang di gunakan oleh Akmal Ibrahim dan Muslizar yaitu visi-misi sebagai marketing politik dengan menawarkan program-program yang sesuai degan kebutuhan masyarakat, penguatan internal partai, sosialisasi menyeluruh dan kampanye terbuka, faktor kemenangan Akmal Ibrahim dan Muslizar adalah strategi dan kemasan isu yang dibuat oleh timnya rapi dan menjawab kebutuhan masyarakat bawah. Kata Kunci: Pilkada Aceh Barat Daya, Strategi , Kemenangan.ABSTRACTRegional Elections (Pilkada) areheld by the government to elect regional heads to runthe governmental system. Simultaneous Regional Elections took place on February 2017, and one of their objectives was to elect the Regent and Vice Regent of Southwest Aceh Regency for the period of 2017-2022. The result of the 2017 Southwest Aceh Election, which has been declared on a plenum meeting regarding the vote recapitulation done by the Independent Election Commission (KIP) of Southwest Aceh Regency, showed that the team of Akmal Ibrahim-Muslizar have successfully defeated 9 other candidates by obtaining the highest number of votes. This victory is interesting to examine further, particularly in order to see the strategy and factors used by the team of Akmal Ibrahim-Muslizar to win the 2017 Southwest Aceh Election.This study aimed at finding out the strategies and factors that contributed to the victory of Akmal Ibrahim  and Muslizar as regent and vice regent of southwesh Aceh Regency.This study was approached qualitatively by usingdescriptive method. Technique of data analysis was applied on the field study which was conducted to obtain primary data by means of directly interviewing the informants and on the literature review which was done to obtain secondary data from books and related readings.The study revealed that the winning strategy used by the team of Akmal Ibrahim-Muslizar in the 2017 Southwest Aceh Election included public campaign, branding of the regent-to-be along with his visions and missions related to issues faced by the community, and has been proven successful when he first served as regent. Mean while, the factors that contributed to the victory of Akmal Ibrahim and Muslizar were successful branding in the community, experience, and the hard work of the campaign team.Referring to the findings of the study, it can be concluded that the strategy used by Akmal Ibrahim and Muslizar focused more on the mapping of the visions and missions  as political marketing by offering programs that fit with the needs of the community, internal reinforcement of the party, thorough socialization, and public campaign. The factors that contributed to the victory of Akmal Ibrahim and Muslizar were the aforementioned strategy as well as the issues that were neatly packaged by the campaign team and answered the needs of the lower-class community.Keywords: Southwest Aceh Election, strategy, victory
Yuridiksi Politis Lembaga Wali Nanggroe Sebagai Lembaga Kepemimpinan Adat Independen Guna Menghindari Disorientasi Kekuasaan;Political Jurisdiction Of Wali Nanggroe Institution As Independen Custom Guidance To Avoid Disorientation Of Power Iezzati Qudratika; ubaidullah Ubaidullah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Vol 2, No 4 (2017): November 2017
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (667.894 KB)

Abstract

ABSTRAKQanun Lembaga Wali Nanggroe (LWN) merupakan sebuah produk hukum yang lahir pasca penandatanganan MoU Helsinki pada tahun 2005 antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Republik Indonesia. Serta merupakan derivasi lanjutan atas UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tumpang tindih kelembagaan yang terjadi antara MAA, MPD, MPU dan Baitul Mal dengan Majelis Fungsional LWN Serta untuk mengetahui wewenang dan yuridiksi LWN dalam menjadi pembina, pengawal dan penyantun kehidupan Pemerintah Aceh.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dan observasi (pengamatan dan magang). Kemudian penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan lain yang bersangkutan dengan penelitian ini guna memperoleh data sekunder.Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya tumpang tindih kelembagaan, tugas, fungsi hingga perbedaan nomen klatur pada MAA, MPD, MPU dan Baitul Mal dengan Majelis Fungsional LWN yang diatur dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013. Wewenang yang dimiliki oleh LWN hanya sebatas otorisasi yang bersifat kolegial, konsultatif dan advokatif.Kesimpulan menunjukkan bahwa adanya permasalahan tumpang-tindih tugas, wewenang maupun kelembagaan tersebut menyebabkan tidak optimalnya pencapaian Renstra maupun pengimplementasian tugas dari wewenang LWN yang bersifat sebagai pembina dan mitra kerja Pemerintahan Aceh. Saran kepada Pemerintah Aceh dan LWN adalah dengan melakukan revisi dan penambahan konsideran terhadap Qanun MAA, MPD, MPU dan Baitul Mal terait pengintegrasian keempat lembaga tersebut kedalam Majelis Fungsional LWN. Kata Kunci    : Tumpang Tindih Kelembagaan, Wewenang, Lembaga Wali Nanggroe, MAA, MPD, MPU dan Baitul Mal, Qanun. ABSTRACTQanun or regulation of Wali Nanggroe institution is a legal product that was established after the sign of Helsinki MoU in 2005 between the free Aceh Movement and the Goverment of the Republic of Indonesia and is a further derivation of Law Number 11 Year 2006 Abaout Aceh Goverment (UUPA).The purpose of this studi is to analyze the overlapping of institutions that occurred between MAA, MPD, MPU and Baitul Mal with the Fuctional Council of Wali Nanggroe Institutions. Further, it is also aimed to know the authority and jurisdiction of Wali Nanggroe Institutions in becoming the builder, guardian and sponsors of Aceh Government life.The method used in this research is descriptive qualitative method. Data collrction techniques used are field research and library research. Field research is conducted to obtain primary data through interviews and observation (internship). Then literature research in order to obtain secondary data.The result of this study indicate that there are MAA, MPD, MPU and Baitul Mal which are integrated into the Fuctional Council of Wali Nanggroe Institution and directly responsible to Wali Nanggroe Institution. However, the four institutions are still working separately with Wali Nanggroe Institutions. This leads to overlapping of institutional and different nomenclature related to existing new regulations. In addition, the authority of Wali Nanggroe Institution is limited to collegial, consultative and advocative authorization of the Aceh Government.The conclusions show that the overlapping of these institutions has resulted in inefficiencies in the achivement of the Restra for Wali Nanggroe Institution as the highest custom guidance as well as the partner of the Aceh Goverment. Suggestion to Wali Nanggroe Institution is the need for further regulation related to structural correction of operational work institutional arraged in Wali Nanggroe Institution Reusam. Further, to the Goverment of Aceh, it is expected that the additional of considerations to the Qanun of MAA, MPD, MPU and Baitul Mal for the integration of these four institutions in Wali Nanggroe Institution will not result in overlapping of duties, functions, juridical collisions or nomenclature differences as well as disorientation of inter-agancy power. Keywords : institutional overlap, Authority, Wali Nanggroe Institution, MAA, MPD, MPU and Baitul Mal, Qanun