Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan bahwa, "Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah". Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa, “Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan”. Pada dalam kenyataannya, anak yang melakukan penjambretan masih dijatuhkan pidana. Tujuan penelitian dan penulisan artikel ini untuk mengetahui dan menjelaskan; faktor penyebab anak melakukan tindak pidana penjambretan, penerapan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penjambretan, dan hambatan dan upaya yang dilakukan dalam menangani tindak pidana penjambretan oleh anak. Perolehan data dalam penulisan artikel ini dilakukan dengan cara menggunakan metode penelitian hukum empiris untuk mengumpulkan data primer yang diperoleh dengan melakukan teknik pengumpulan data observasi, kuesioner, dan wawancara dengan responden dan informan, yang selanjutnya dijadikan alat analisis dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diidentifikasi dalam rumusan permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab anak melakukan tindak pidana penjambretan dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan keluarga yang berbeda-beda, pendidikan, lingkungan, keadaan sosial ekonomi, kesengajaan, dan kealpaan. Penerapan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penjambretan dilakukan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, mulai dari tahap awal pemeriksaan sampai dengan in kracht dilaksanakan dengan tetap mengutamakan perlindungan terhadap anak. Hambatan dan upaya yang dilakukan dalam menangani tindak pidana penjambretan oleh anak terhadap kendala seperti sulitnya menemukan pelaku yang telah melarikan diri, terbatas dalam waktu penyelesaian berkas perkara, kekurangan personel penyidik, kurang mendapatkan informasi mengenai pelaku, sulitnya mendapatkan keterangan dari korban trauma berat, mengalami kesulitan dalam membayar visum, fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, dan melakukan upaya penegakan hukum yang meliputi upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, dan upaya represif. Disarankan untuk hakim agar hakim tidak harus menerapkan pidana penjara terhadap anak yang melakukan penjambretan, dan menerapkan sanksi tindakan seperti pengembalian kepada orang tua/ wali, dan rehabilitasi akibat tindak pidana. Disarankan untuk melakukan penindakan yang tegas dan nyata dalam rangka menangani faktor penyebab terjadinya tindak pidana penjambret oleh anak, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM, fasilitas, sarana, dan prasarana, serta meningkatkan dan mengoptimalkan alokasi anggaran, dan juga melakukan upaya perlindungan hukum preventif, kuratif, rehabilitatif, dan upaya represif dalam menyelenggarakan upaya penegakan hukum.