Rizanizarli, Rizanizarli
Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Published : 38 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 38 Documents
Search

Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Anak Yang Mengalami Keterbelakangan Mental Sebagai Korban Dalam Tindak Pidana Pencabulan Clara Pytharei Marinda; Rizanizarli Rizanizarli
Jurnal Hukum dan Keadilan "MEDIASI" Vol 8, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37598/jm.v8i1.922

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan proses pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik terhadap anak keterbelakangan mental sebagai korban tindak pidana pencabulan. Faktor-faktor penghambat yang dihadapi penyidik dalam melakukan penyidikan, dan upaya penyidik dalam mengatasi hambatan saat melaksanakan penyidikan tindak pidana pencabulan terhadap anak keterbelakangan mental. Data diperoleh dari penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan penyidikan terhadap anak sebagai korban pencabulan. Untuk dapat mengatasi hambatan tersebut Penyidik sebagai Aparat Penegak Hukum agar berperan aktif dalam menangani kasus tindak pidana pencabulan terutama yang terjadi pada anak baik anak yang normal maupun anak yang keterbelakangan mental. Penyidik agar lebih meningkatkan kerja sama dengan pihak-pihak yang terkait sehingga tidak ada lagi hambatan-hambatan yang menyulitkan penyidik dalam melakukan proses penyidikan, dan untuk memberikan kepuasan kepada pihak korban yang merasa hak-hak telah terpenuhi dan dilindungi oleh pihak-pihak terkait.
Model Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu di Provinsi Aceh yang Berkeadilan Mohd. Din; Rizanizarli Rizanizarli; Akbar Jalil
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 20, No 3 (2020): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.971 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2020.V20.289-300

Abstract

Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan sebab penegakan hukum tindak pidana pemilu di Provinsi Aceh belum berkeadilan dan model penegakan hukum tindak pidana pemilu di Provinsi Aceh yang berkeadilan. Kajian ini menjadi perlu oleh karena pelaksanaan pemilu yang selama ini dilaksanakan dianggap masih belum berjalan dengan baik, sehingga diperlukan perbaikan dalam segala lini terkait dengan pelaksanaan tersebut. Data di dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, data yang diperoleh akan dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama yang menyebabkan penegakan hukum tindak pidana pemilu tidak berkeadilan adalah kurangnya sinergi antara lembaga penegak hukum yang duduk di Gakkumdu, masih ada Pasal yang multi tafsir dan singkatnya waktu dalam penanganan tindak pidana pemilu sehingga sulit mencari bukti maupun saksi. Model penegakan hukum yang dilakukan adalah Panwaslih Provinsi Aceh melakukan Rakernis dengan Panwaslih Kabupaten/Kota dalam rangka mematangkan persiapan pembentukan Sentra Gakkumdu di jajaran Pengawas Pemilu dan melakukan evaluasi terhadap kinerja yang sudah dilakukan guna meningkatkan optimalisasi penegakan hukum tindak pidana pemilu meskipun di dalam pelaksanaannya masih saja terdapat persepsi yang berbeda terhadap ketentuan yang ada.
Domestic Violence against Women in Indonesia: The Recent Domestic Violence Elimination Law Analysis Mahfud Mahfud; Rizanizarli Rizanizarli
Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 4 (2021)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/fiatjustisia.v15no4.2276

Abstract

Even though Law Number 23 of 2004 concerning on the Elimination of Domestic Violence was promulgated fifteen years ago, the number of domestic violence against women has not significantly decreased. The Law has not set concrete actions that may fall under the domestic violence that can be punished, particularly in terms of sexual abuse psychological violence, and negligence in household towards women. This research aims to analyze domestic violence against women in this Law and the conducts that are considered to be domestic violence which is commonly found in daily life in Indonesia. A   purely qualitative research method encompassing document analysis of key documents in Indonesia and the Anti-Domestic Violence Law 2004 is adopted in this paper. The research reveals that This Law is particularly protecting women from household violence in Indonesia. The law has recognized physical violence, sexual violence, psychological violence, and negligence as sorts of domestic violence against women in household although it might find difficult to enforce the law when dealing with marital rape regarding lack of reports from victims and polygamy concerning circumstances that can be used to criminalize the perpetrators.
Pemidanaan Terhadap Pelaku Homoseksual ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia di Indonesia Chairul Azmi; Rusydi Ali Muhammad; Rizanizarli Rizanizarli
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 9 No 1 (2020)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.435 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2020.v09.i01.p04

Abstract

Indonesia kecuali provinsi Aceh tidak melarang perbuatan homoseksual secara mutlak dan tidak pula melegalkan pernikahan sesama jenis. Di Indonesia, berdasarkan data statistik pada tahun 2016 jumlah kaum homoseksual tercatat mencapai 10-20 juta orang. Universalisme HAM selalu dijadikan alasan ketika budaya timur berbeda dengan budaya barat. Padahal dalam teori-teori HAM yang dikemukakan para ahli, selain teori universalisme HAM masih ada lagi yang disebut dengan relativisme HAM. Budaya barat yang tidak memandang buruk perilaku homoseksualitas seharusnya tidak dipaksakan untuk masuk ke dalam budaya timur. Begitu juga budaya timur sebaiknya juga tidak dijadikan katalisator untuk mengukur kesopanan budaya barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemidanaan terhadap pelaku homoseksual dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan terdiri bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jika di masa yang akan datang pemidanaan terhadap laki-laki/wanita dewasa homoseksual yang suka sama suka diterapkan di Indonesia, semuanya bukanlah merupakan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan konsekuensi dari Pasal 1 CAT yang pada intinya menyatakan bahwa pemidanaan/penyiksaan yang berdasarkan hukum dikecualikan dari pelanggaran HAM.
Faktor-Faktor Yang Mempersulit Proses Penegakan Hukum Terhadap Notaris Yang Melakukan Pelanggaran Kode Etik Notaris Nanda Nadia; Rizanizarli Rizanizarli; Yanis Rinaldi
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 9, No 2: August 2021 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ius.v9i2.786

Abstract

Penggunaan media sosial dan situs internet oleh Notaris telah diatur di dalam Pasal 4 ayat (3) Kode Etik Notaris yang mana membatasi Notaris untuk tidak melakukan publikasi dan promosi diri seperti mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dana tau elektronik dalam bentuk iklan, ucapan selamat, ucapan belasungkawa, ucapan terima kasih, kegiatan pemasaran, kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan maupun olahraga. Namun dalam praktiknya masih saja ada Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempersulit proses penegakan hukum terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempersulit proses penegakan hukum terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik Notaris adalah rendahnya integritas moral Notaris, kurangnya pengawasan Notaris yang ketat, terbatasnya dana anggaran dan sarana prasarana, terbatasnya kewenangan Majelis Pengawas dan Majelis Kehormatan Notaris dan terakhir adalah pasifnya partisipasi masyarakat.
PELAKSANAAN ASAS PERADILAN CEPAT, SEDERHANA, DAN BIAYA RINGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Masykur Aulia; Rizanizarli Rizanizarli
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 4, No 2: Mei 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak- Pasal 29 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa “Perkara tindak pidana korupsi diperiksa, diadili dan diputus oleh pengadilan tindak pidana korupsi tingkat pertama dalam waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal perkara dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi”. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, hambatan-hambatan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dan upaya dalam pelaksanaan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan dalam perkara tindak pidana korupsi. Penelitian dilakukan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan asas tersebut belum maksimal. Penyebabnya yakni letak Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang terpusat di Banda Aceh, minimnya alokasi dana perkara, penggantian biaya saksi yang belum maksimal, jumlah hakim khusus yang terbatas, dan penundaan sidang dengan alasan terdakwanya sakit. Upaya yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Banda Aceh yaitu meminimalisirkan pengeluaran biaya perkara, membuat kesepakatan dengan ahli, dan memberikan pemahaman kepada saksi tentang hak-haknya. Sedangkan upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi banda Aceh adalah meningkatkan kualitas kerja hakim yang menangani perkara korupsi melalui diklat-diklat. Disarankan kepada Pemerintah untuk menyediakan tempat khusus yang digunakan untuk melangsungkan persidangan secara online (video conference) di setiap regional lebih mudah dijangkau masyarakat.Kata Kunci: Asas, biaya ringan, cepat, korupsi, sederhana.                        Abstract - Article 29 of Law Number 46 of 2009 concerning Corruption Criminal Court states that “Corruption cases of corruption are examined, tried and decided by the court of first-degree corruption in a maximum period of 120 (one hundred and twenty) working days from the date the case is delegated go to court for corruption ". This research aims to explain the implementation of the principle of justice fast, simple, and low cost, the obstacles faced by law enforcement officials and efforts in implementing the principle of justice fast, simple, and low cost in cases of corruption. The study was conducted using normative legal research methods and empirical legal research methods. The results showed that the implementation of the principle was not maximized. The reasons for this are the location of the Corruption Criminal Court, which is centered in Banda Aceh, the lack of allocation of case funds, the substitution of witness costs that have not been maximized, the limited number of special judges, and the postponement of the trial on the grounds that the defendant is ill. The efforts made by the Banda Aceh District Attorney were to minimize the cost of case fees, make agreements with experts, and provide witnesses with an understanding of their rights. While the efforts made by the Aceh banda Corruption Court are to improve the quality of work of judges who handle corruption cases through education and training. It is recommended to the Government to provide a special place that is used to conduct online trials (video conferencing) in each region more easily accessible to the public.Keywords: Principle, low cost, fast, corruption, simple.
TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA KEPOLISIAN (Suatu Penelitian di Pengadilan Negeri Kota Banda Aceh) Cut Farah Intan; Rizanizarli Rizanizarli
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 4, No 4: November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian untuk menjelaskan faktor terjadinya tindak pidana penipuan secara berlanjut yang dilakukan oleh oknum anggota Kepolisian di Kota Banda Aceh, untuk menjelaskan hambatan yang ditemukan dalam menangani tindak pidana penipuan secara berlanjut yang dilakukan oleh oknum anggota Kepolisian di Kota Banda Aceh dan untuk menjelaskan pertimbangan hakim terhadap hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Dalam penulisan artikel ini, perolehan data didapatkan dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris melalui penelitian lapangan. Data primer diperoleh dengan teknik pengumpulan data melalui metode wawancara terhadap para responden dan informan. Hasil penelitian faktor terjadinya tindak pidana penipuan secara berlanjut yang dilakukan oleh oknum anggota Kepolisian di Banda Aceh yaitu karena penyalahgunaan keuangan, kurangnya kesadaran dan kepatuhan hukum dan adanya kesempatan dan kelalaian korban. Hambatan yang ditemukan dalam menangani tindak pidana penipuan secara berlanjut yang dilakukan oleh oknum anggota Kepolisian di Banda Aceh yaitu karena korban tidak berani melapor dan korban takut ancaman. pertimbangan hakim terhadap hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu terdakwa kooperatif dan menyesali perbuatannya serta hal-hal yang memberatkan terdakwa yaitu terdakwa merugikan korban dan terdakwa sudah pernah dihukum sebelumnya pada tindak pidana yang berbeda. Disarankan kepada pihak kepolisian agar memperketat pengawasan pada saat dilakukannya seleksi penerimaan calon anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) yang baru agar tidak akan terulang kembali tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh oknum Kepolisian khususnya Polda Aceh, disarankan kepada suluruh masyarakat Indonesia agar melaporkan kepada pihak Kepolisian setempat apabila terjadi tindak pidana penipuan ataupun tindakan pidana lainnya dan jangan pernah takut dengan ancaman siapapun dan disarankan kepada Jaksa Penuntut Umum dan Hakim agar dapat menuntut hukuman yang lebih berat kepada aparat penegak hukum yang melakukan tindak pidana agar hal ini tidak akan terulang kembali dan menjadi efek yang jera terhadap terdakwa.
Pembinaan Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Banda Aceh Ardianda Ardianda; Rizanizarli Rizanizarli
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.85 KB)

Abstract

Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Banda Aceh, untuk menjelaskan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, untuk menjelaskan upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pembinaan. Metode yang dilakukan dengan melakukan penelitian lapangan yaitu dengan melakukan wawancara dengan responden dan informan dan penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan artikel yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Penyelenggaraan Kesejateraan Sosial (LPKS) sudah sesuai dengan ketentuan, namun pembinaannya masih banyak kekurangan. Adapun pembinaan yang dilakukan oleh LPKS adalah bimbingan fisik, bimbingan sosial, bimbingan mental, bimbingan psikologi, bimbingan pendidikan, bimbingan pengajian, bimbingan motivasi, bimbingan keterampilan, resosialisasi, reintegrasi dan pendampingan penguatan ekonomi keluarga. Hambatan yang dihadapi diantaranya mulai dari kekurangan dana, banyak Polsek (Polisi Sektor) yang belum paham penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, sarana dan prasarana yang terbatas, ketidakpedulian keluarga anak dan masih adanya masyarakat yang tidak menerima anak kembali ke lingkungannya serta kurangnya pekerja sosial profesional sehingga menghambat proses pembinaan. Upaya yang dilakukan dengan melakukan kerja sama dengan pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan, mengoptimalkan sarana dan prasana yang tersedia di LPKS, menambah pekerja sosial yang kompeten di bidangnya dan terus melakukan komunikasi serta memberikan penyuluhan kepada keluarga anak dan masyarakat. Disarankan kepada Kementrian Sosial untuk menambah fasilitas-fasilitas yang ada di LPKS di seluruh wilayah Republik Indonesia pada umumnya dan khususnya di LPKS Banda Aceh, sehingga pembinaan dapat berjalan dengan optimal dan anak dapat berintegrasi kembali di dalam lingkungan masyarakat.
Penyelesaian Jarimah Khalwat Menurut Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Jinayah (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Kota Sabang) Mutiyanur Mutiyanur; Rizanizarli Rizanizarli
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.785 KB)

Abstract

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan Syari’at Islam di Kota Sabang terutama dalam jarimah khalwat, untuk mengetahui dan menjelaskan penyelesaian perbuatan jarimah khalwat, dan untuk mengetahui dan menjelaskan hambatan-hambtan dan upaya WH dalam menyelesaikan perbuatan jarimah khalwat. Metode yang dilakukan menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca buku-buku, karangan ilmiah, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Syari’at Islam di Kota Sabang tidak berjalan sebagaimana seharusnya, kurangnya pengawasan dari Wilayatul Hisbah itu sendiri. Penyelesaian yang dilakukan oleh WH hanya dilakukan pembinaan ditempat, pembinaan dikantor dan pemanggilan orang tua. Hambatan yang dialami oleh WH kurangnya dukungan dari masyarakat dan masyarakat kurang memahami tentang Qanun Jinayah. upaya yang dilakukan oleh WH hanya melakukan ceramah dimesjid pada hari jum’at dan melakukan pembinaan. Disarankan perlu ditingkatkan lagi kerjasama antar aparatur WH dan masyarakat, melakukan pengembangan terhadap WH dan melakukan sosialisasi terhadap Qanun Nomor 6 Tahun 2014, baik yang dilakukan di terhadap instansi, pesantren, jaksa, kepolisian, tokoh masyarakat, jangan hanya menunggu laporan dari masyarakat saja.
Pembinaan Anak Terlantar Di Lembaga Sosial Nur Azizah; Rizanizarli Rizanizarli
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (239.84 KB)

Abstract

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Angka 12  hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.  Anak adalah masa depan suatu bangsa, oleh karena itu, anak yang terlantar atau anak pelaku tindak pidana perlu dibina dan dilindungi agar mereka tumbuh menjadi manusia pembangun yang berkualitas tinggi, salah satu cara pembinaan dan perlindungan anak adalah dengan adanya hukum, namun pembinaan terhadap anak terlantar masih kurang optimal. Menurut Pasal 26 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak. Namun pembinaan anak tidak sebagaimana diharapkan, orang tua tidak berperan sedikitpun dalam pembinaan anak. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan bentuk pembinaan anak terlantar,peran orang tua dalam pembinaan anak terlantar dan hambatan terhadap pembinaan anak terlantar di Lembaga Sosial Rumoh Seujahtra Aneuk Nanggroe. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dan penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pembinaan terhadap anak terlantar di Lembaga Sosial Rumoh Seujahtra Aneuk Nanggroe dilakukan secara menyeluruh, yaitu dengan pembinaan karakter, pembinaan pendidikan formal, pembinaan dengan memenuhi hak-hak anak, bimbingan konseling (psikologi anak) yang bertujuan untuk menjauhkan anak dari segala akibat hukum yang tidak sepantasnya didapatkan oleh anak. Orang tua memang tidak berperan sedikitpun dalam pembinaan anak, kebanyakan orang tua dari anak yang dibina tidak pernah mau mengambil anaknya, sehingga anak sudah terbiasa tidak di dampingi orang tuanya, orang tua mereka adalah pengasuh. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Lembaga Sosial Rumoh Seujahtra Aneuk Nanggroe adalah pada saat anak belum terbiasa hidup disiplin, butuh waktu yang lama agar bisa membiasakan anak hidup dalam lingkungan baru, kurangnya kemauan dari anak itu sendiri, hal lainnya juga karena keterbatasan tenaga pembina atau ibu asuh yang mendampingi anak setiap harinya. Disarankan  kepada Lembaga Sosial agar dapat mengupayakan adanya pembina atau pengasuh yang memadai yang memiliki kemampuan dan mengerti seluk-beluk tentang anak, sehingga dalam pembinaan yang dilakukan dapat maksimal, berjalan lebih mudah dan lebih baik. Diharapkan kepada orang tua agar dapat lebih bertanggung jawab terhadap diri anak, yang sangat membutuhkan perhatian dari orang tua, agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sebagai generasi penerus bangsa.