Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya disparitas putusan pidana tambahan terhadap perampasan barang bukti milik pihak ketiga dalam tindak pidana kehutanan, serta untuk mengetahui pertimbangan hakim mengembalikan dan merampas barang bukti milik pihak ketiga dalam tindak pidana kehutanan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yang menggunakan data sekunder sebagai sumber utama, yaitu mengacu pada putusan pengadilan, buku-buku, dan peraturan perundang-undangan, serta dilengkapi dengan data primer yaitu wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disparitas putusan pidana tambahan terhadap perampasan barang bukti milik pihak ketiga terjadi karena substansi Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak jelas atau tegas, adanya perbedaan penafsiran hakim terhadap bunyi Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, adanya kebebasan hakim berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan persepsi hakim tentang keadilan yang berbeda. Hakim mengembalikan barang bukti milik pihak ketiga karena pihak ketiga tidak mempunyai hubungan sebab akibat dengan tindak pidana, dan hakim merampas barang bukti milik pihak ketiga karena hakim memandang ketentuan Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bersifat imperatif (harus dilaksanakan). Disarankan agar pembuat kebijakan hendaknya mempertegas substansi Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran hakim terhadap bunyi pasal tersebut.