Mohd. Din
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Published : 19 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

Upaya Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perjudian Dalam Tradisi Pacuan Kuda (Pacu Kude) di Aceh Tengah Junisa Whusta; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 303 ayat (3) dan 303 bis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang tindak pidana perjudian, Aceh merupakan salah satu daerah yang menerapkan syari’at Islam, tindak pidana perjudian diatur di dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 21 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat. Berdasarkan Qanun tersebut aturan ini digunakan sebagai dasar untuk menanggalungi tindak pidana perjudian khususnya tindak pidana perjudian dalam tradisi pacuan kuda. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan upaya penanggulangan tindak pidana perjudian tersebut belum maksimal dilaksanakan dan bahkan tindak pidana perjudian tersebut masih dilakukan oleh beberapa masyarakat yang ada pada tradisi pacuan kuda berlangsung. Penelitian bertujuan untuk mengetahui upaya penegakkan hukum pihak kepolisian terhadap tindakan perjudian dalam tradisi Pacuan Kuda dan untuk mengetahui hambatan upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perjudian dalam acara tradisi Pacuan Kuda. Penenlitian ini merupakan metode penelitian normatif empiris, dengan memperoleh data sekunder dan bahan bacaan yang bersifat teoritis dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, serta mewawancarai responden dan informan untuk memperoleh data primer. Sampel yang digunakan adalah library research dan purposive sampling dari keseluruhan populasi secara kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian dalam tradisi pacuan kuda belum sesuai dengan yang diinginkan yaitu minimnya upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian dan Wilayatul Hisbah, upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum  tersebut meliputi upaya yang bersifat pencegahan (preventif) dan upaya yang bersifat tindakan (refresif), dalam proses upaya penegakan hukum terdapat beberapa hambatan, yakni: hambatan yang bersifat umum seperti kebiasaan yang ada di masyarakat dan kurang pemahaman masyarakat tentang hukum, serta hambatan yang bersifat khusus yaitu kurangnya pengetahuan hukum aparat penegak hukum itu sendiri.Section 303 paragraph (3) and 303 bis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana has organized about criminal offense of gambling. Aceh is one of area that applied Syari’at Islam, criminal offense of gambling has organized in section 18 until section 21 Qanun Nomor 6 of 2014 Tentang Hukum Jinayat. Based on this Qanun this rule used as a base to cope the criminal offense gambling especially criminal offense gambling in horse race tradition. Yet based on research conducted prevention effort a criminal offense of gambling is not a maximum of implemented and even a criminal offense of gambling is still conducted by several people who were in a tradition horse race took place. This study aims to know the law enforcement of police toward criminal offense of gambling in horse race tradition and to know the obstacle of law enforcement of police toward criminal offense of gambling in horse race tradition. This study is method normative empirical research which gain secondary data and theoritically reading material by learned regulation of law also interview of respondent and informant to gain primary data. Sampel that used is library research and purposive sampling the whole of population as qualitative. The result of this study explain that law enforcement of police toward criminal offense of gambling in horse race tradition yet accordance with the desire that is minimum of  the law enforcement was done by police and Wilayatul Hisbah, the effort was made by the law enforcement include prevention effort (preventif) and action effort (refresif), in the law enforcement effort there are some obstacles, namely general obstacle like human habit in social life and lack of  human understanding about law and special obstacle is the lack of knowledge of the law enforcer it self.
Kajian Normatif Atas Pemberlakuan Hukuman Cambuk Dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat Terhadap Non Muslim Erick Miranda; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.986 KB)

Abstract

Qanun  Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat Pasal 5 huruf (b) dan (c) menjelaskan bahwasanya Qanun tersebut juga berlaku bagi non muslim yang ada di Aceh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jarimah yang ada di dalam Qanun Jinayat yang dapat diberlakukan kepada masyarakat non muslim dan untuk mengetahui apakah  dengan adanya hukuman cambuk yang ada di dalam Qanun Jinayat dapat tercapai tujuan pemidanaan dikaitkan dengan filosofi pemidanaan. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, maka digunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan menggunakan bahan-bahan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat non muslim yang ada di Aceh juga dapat diberlakukan Qanun Jinayat. Sesuai dengan Pasal 5 Qanun Jinayat, non muslim juga dapat diterapkan hukum Jinayat apabila kejahatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya tetapi diatur dalam Qanun Jinayat seperti khalwat, ikhtilat, qadzaf, liwath, dan musahaqah. Kemudian sanksi cambuk yang dijatuhkan oleh hakim kepada Remita Sinaga yang beragama Kristen Protestan atas perkara menjual minuman keras (khamar) adalah suatu bentuk pertimbangan oleh hakim dan akan memberi efek jera kepada pelaku dan menjadi pelajaran kepada masyarakat yang menyaksikan, karena berdasarkan filosofi dalam pemahaman masyarakat Aceh pidana denda dan penjara diragukan efektifitasnya, bahkan   pidana penjara yang selama ini dipraktikkan sering menimbulkan efek negatif. Disarankan kepada Pemerintah Aceh haruslah dapat memastikan agar masyarakat minoritas non muslim yang ada di Aceh paham dan dapat memahami tujuan dan alasan diberlakukannya Qanun Jinayat bagi mereka yang bukan beragama Islam dengan cara dibutuhkannya banyak sosialisasi dan juga harus melihat lagi ketentuan dalam Pasal 72 yang ada dalam Qanun Jinayat, jangan sampai di dalam Qanun Jinayat disatu sisi non muslim dapat memilih hukum lain apabila perbuatan yang dilakukannya juga diatur dalam peraturan selain Qanun, tetapi disisi lain non muslim tidak bisa sama sekali memilih dan semua jarimah yang ada dalam Qanun Jinayat dapat dikenakan bagi non muslim.
Penyelesaian Kekerasan Fisik Terhadap Anak Di Wilayah Hukum Polres Bireuen Hassanein Heikal Hamdani; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.026 KB)

Abstract

Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, pelanggaran ketentuan ini diancam dengan pidana dalam Pasal 80 ayat (1) yaitu Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Namun kenyataannya tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak masih terjadi di wilayah Bireun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya penegakan hukum terhadap pelaku yang melakukan tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak ialah dengan diselesaikan secara peradilan pidana dan secara mediasi. Upaya yang dilakukan untuk pencegahan tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak ialah dengan preventif dan represif. Upaya preventif meliputi sosialisasi dan penyuluhan pada masyarakat tentang perlindungan anak, melakukan sosialisasi di sekolah tentang pemahaman dan ajaran agar anak terhindar dari kejahatan, dan bekerjasama dengan instansi-instansi terkait dengan perlindungan anak, serta upaya represif meliputi memberikan perlindungan terhadap anak korban kekerasan melalui Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak. Disarankan kepada pemerintah untuk sering melakukan sosialisasi tentang Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak kepada seluruh elemen masyarakat agar masyarakat bisa memahami aturan hukum yang berlaku dan disarankan juga agar penyelesaian perkara pidananya dapat dilakukan secara mediasi.
Penghentian Penyidikan Bagi Pelaku Tindak Pidana Yang Mengalami Gangguan Jiwa Pada Polresta Kota Banda Aceh Tanisa Atila; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 4: November 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada Pasal 44 KUHP menentukan bahwa seseorang tidak dapat dihukum apabila mengalami gangguan jiwa dan yang berhak menentukan seseorang tersebut mengalami gangguan jiwa dan dimintai pertanggungjawaban ialah hakim semata. Namun pada kenyataannya, penyidik sering melakukan penghentian pemeriksaan perkara bagi pelaku yang mengalami gangguan jiwa. Penghentian tersebut dilakukan atas dasar keterangan dokter tertulis yang dituangkan di dalam Visum et Repertum Psychiatricum (VeRP) setelah dilakukannya observasi di Rumah Sakit Jiwa selama 14 (empat belas) hari, perintah jaksa yang dituangkan di dalam P-19 terkait tidak cukupnya alat bukti, Pasal 44 KUHP yang menyatakan tidak dapat dihukum, dan kemudian dikaitkan dengan diskresi kepolisian yang merupakan wewenang seorang anggota kepolisian dalam mengambil keputusan. Disarankan agar penyidik dan jaksa penuntut umum tidak melanggar wewenang yang dimiliki oleh hakim, membuat aturan secara tertulis terkait cara menentukan dan menghentian pemeriksaan perkara, dan disarankan Visum et Repertum Psichiatricum dibuat menggunakan Bahasa “Legal Document”.
Asas Retroaktif Dalam Perspektif Hukum Pidana Positif Indonesia Dan Hukum Pidana Islam Mahlil Mahlil; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.011 KB)

Abstract

Pada dasarnya, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28 I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Pemberlakuan asas retroaktif merupakan pengecualian dari asas legalitas yang melarang pemberlakuan hukum secara surut atau dikenal dengan nama asas non retroaktif. Pengaturan asas retroaktif diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 43 Undang-Undang No 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia serta Pasal 1 ayat (2) KUHP. Hal seperti ini tentu juga dikenal di dalam hukum pidana islam. Tujuan penulisan artikel ini untuk menjelaskan pemberlakuan asas retroaktif yang di perbolehkan di dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana islam. Dan untuk menjelaskan perbedaan dan persamaan asas retroaktif di dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana islam. Penulisan artikel ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari serta menganalisa peraturan perundang-undangan, buku teks, surat kabar, tulisan ilmiah, dan literatur-literatur yang diunduh dari internet yang ada relevansinya dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemberlakuan asas retroaktif yang di perbolehkan di dalam hukum pidana positif Indonesia adalah dalam hal terjadinya perubahan undang-undang yang lebih menguntungkan terdakwa dan untuk tindak pidana yang dikategorikan sebagai extra ordinary crimes, seperti pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Sedangkan pemberlakuan asas retroaktif yang di perbolehkan di dalam hukum pidana islam adalah dalam hal hukuman baru lebih menguntungkan pelaku, dan untuk kejahatan yang membahayakan keamanan publik dan Negara. Adapun persamaan dan perbedaan asas retroaktif dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana islam dapat di ketahui dari segi pengertian, sumber hukum, asas hukum, jenis hukuman dan pengecualian hukum. Disarankan kepada pemerintah Indonesia dalam hal pemberlakuan asas retroaktif hendaklah mengacu pada konsep asas retroaktif pidana islam yang memberlakukan hukum secara surut terhadap tindak pidana baru yang belum di atur di dalam hukum dengan maksud untuk menjangkau tindak pidana tersebut dengan batasan-batasan harus benar-benar merupakan tindak pidana yang serius dan membahayakan kehidupan masyarakat luas. Serta mendesak untuk diselesaikan secepatnya menurut hukum demi terciptanya kemashlahatan bersama dan mencegah agar tindak pidana serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Penggeledahan Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pada Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan Aceh Ardianto Ardianto; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.012 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Aceh melakukan penggeledahan tidak didasarkan pada peraturan yang berlaku di wilayah hukum Kabupaten Aceh Utara dan untuk mengetahui upaya penyelesaian terkait upaya penggeledahan tidak didasarkan pada peraturan yang berlaku yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Aceh Aceh. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif-empiris (empirical legal research), yaitu mengkaji dan meneliti melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca dan menganalisis peraturan perundang-undangan, buku, serta artikel yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian ini menunjukkan  bahwa Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Aceh melakukan upaya penggeledahan karena adanya dugaan barang bukti dan landasan hukum Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dalam Pasal 66 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Sediaan Farmanasi dan Alat Kesehatan yang berbunnyi memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh dan segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan sediaan farmasi dan alat kesehatan dan untuk upaya penyelesaian dalam upaya penggeledahan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Aceh ialah mengajukan upaya praperadilan kepada pengadilan negeri setempat. Diharapkan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Aceh lebih menguatkan pengawasan terhadap segala kegiatan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil-nya, dan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil agar lebih dapat memahami setiap isi pasal yang menjadi landasan hukumnya, serta Penyidik pada Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Aceh agar memiliki gelar Sarjana Hukum.
Diskriminasi Terhadap Anak Sebagai Akibat Mengawinkan Anak Di Bawah Umur Sri Wahyuni Syaiful; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 4: November 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan menjelaskan faktor penyebab terjadinya diskriminasi terhadap anak sebagai akibat mengawinkan anak di bawah umur, dan untuk menjelaskan upaya yang dilakukan untuk mengatasi diskriminasi terhadap anak sebagai akibat mengawinkan anak di bawah umur. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian lapangan (field research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya diskriminasi terhadap anak sebagai akibat mengawinkan anak di bawah umur, upaya yang dilakukan untuk mengatasi diskriminasi terhadap anak sebagai akibat mengawinkan anak di bawah umur, pihak KUA dengan mahkamah syariah melakukan pernikahan dini yang ditunjuk oleh orang tua dari anak tersebut,rendahnya kepatuhan dan kesadaran hukum, lingkungan sosial, dan kurangnya sosilalisasi terkait pemberlakuan ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan anak,Hambatan dalam melakukan upaya adalah pihak KUA menikahkan anak dengan syarat mengeluarkan surat penolakan yang ditujukan ke Mahkamah Syar’iah. Oleh karena itu disarankan untuk melakukan perlindungan hukum seperti melakukan kepatuhan dan kesadaran hukum, lingkungan sosial dan sosialisasi terkait pemberlakuan ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan anak.
Tindakan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Pelaku Tindak Pidana Berlatar Belakang Aliran Sesat Wahyu Rizaldi; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.043 KB)

Abstract

Penelitian  ini ditujukan untuk mengetahui program pembinaan terhadap narapidana yang memiliki latar belakang aliran sesat dan hambatan-hambatan yang ada selama proses pembinaan. Untuk memperoleh data digunakan teknik pengumpulan data penelitian kepustakaan dan lapangan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara Kepala Rutan Cabang Lhoknga, Staf Pelayanan Tahanan Rutan Kelas II B Banda Aceh, Kepala Bidang Pembinaan Kanwil Kemenkumham Aceh dan Kepala Bidang Dakwah Dinas Syari’at Kota Banda Aceh. Data sekunder juga digunakan untuk memperkuat hasil penelitian yang dikumpulkan dari berbagai sumber kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Lembaga Pemasyarakatan tidak memberikan pembinaan secara khusus terhadap narapidana yang memiliki latar belakang aliran sesat. Dalam hal pembinaan ini Lembaga Pemasyarakatran hanya menggunakan upaya-upaya pembinaan umum.  Dalam pembinaan narapidana hambatan-hambatan yang didapatkan oleh Lembaga Pemasyarakatan adalah kurangnya koordinasi antara instansi, Label buruk terhadap napi yang diberikan masyarakat dan keamanan Lapas yang kurang maksimal. Disarankan kepada Lembaga Pemasyarakatan agar dapat memberikan pembinaan secara Khusus kepada narapidana yang memiliki latar belakang aliran sesat, memperkuat kerja sama antara instansi pemerintahan dengan lembaga-lembaga yang memiliki kompetensi dalam pembinaan narapidana dan lebih meningkatkan sistem keamanan yang ada di Lapas agar proses pembinaan berjalan dengan lancar.
Perbandingan Pengaturan Minuman Memabukkan Di Dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat dengan KUHP T. Aga Risky Raden; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 303 ayat (3) dan 303 bis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang tindak pidana perjudian, Aceh merupakan salah satu daerah yang menerapkan syari’at Islam, tindak pidana perjudian diatur di dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 21 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat. Berdasarkan Qanun tersebut aturan ini digunakan sebagai dasar untuk menanggalungi tindak pidana perjudian khususnya tindak pidana perjudian dalam tradisi pacuan kuda. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan upaya penanggulangan tindak pidana perjudian tersebut belum maksimal dilaksanakan dan bahkan tindak pidana perjudian tersebut masih dilakukan oleh beberapa masyarakat yang ada pada tradisi pacuan kuda berlangsung. Penelitian bertujuan untuk mengetahui upaya penegakkan hukum pihak kepolisian terhadap tindakan perjudian dalam tradisi Pacuan Kuda dan untuk mengetahui hambatan upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perjudian dalam acara tradisi Pacuan Kuda. Penenlitian ini merupakan metode penelitian normatif empiris, dengan memperoleh data sekunder dan bahan bacaan yang bersifat teoritis dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, serta mewawancarai responden dan informan untuk memperoleh data primer. Sampel yang digunakan adalah library research dan purposive sampling dari keseluruhan populasi secara kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian dalam tradisi pacuan kuda belum sesuai dengan yang diinginkan yaitu minimnya upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian dan Wilayatul Hisbah, upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum  tersebut meliputi upaya yang bersifat pencegahan (preventif) dan upaya yang bersifat tindakan (refresif), dalam proses upaya penegakan hukum terdapat beberapa hambatan, yakni: hambatan yang bersifat umum seperti kebiasaan yang ada di masyarakat dan kurang pemahaman masyarakat tentang hukum, serta hambatan yang bersifat khusus yaitu kurangnya pengetahuan hukum aparat penegak hukum itu sendiri.Prohibition of alcoholic drink is stated in Article 536 of Criminal Code (1) “whoever is drunk onPublic Street, it will be fined two hundred twenty-five million rupiahs. (2) If a person who violates the regulation more than one within a year, he or she is subjected the punishment stated in Article 492. However, there are, especially in Aceh, regulations in Qanun (Sharia Law) no 6 of 2014 on Jinayah law Article 16 paragraph (1) and paragraph (2). Both regulations certainly have similarities and differences regarding action, offense subject, and sanction. The purpose of this study was to explain the criminal offense regulated in Qanun No 6 of 2014 and in Indonesian Criminal Code, to explain the Khamar offense that shall be governed in Qanun no 6 of 2014 and in Indonesian Criminal Code, and to explain sanctions that apply to Khamarconsumers in Qanun no 6 of 2014 on Jnayah Law and regulation in Criminal Code. Data required in this study was secondary data. The secondary data was obtained from literature studies done by reading textbooks, regulation legislations, and opinions of academician respected to the scope of the study. The result of the study showed that the formulation of Khamar  offence regulated in Qanun is that every person who deliberately drinks, produces, keeps, sells, imports, buys, brings/ picks up, or gives Khamar, to involve children, will be sentenced and if the perpetrator is business enterprise, the business will be canceled/ revoked.The sanctions stated in the Criminal Code are imprisonment, fines, or confinement. The offense subject in which a personwhoknowingly sells or asks someone to drink or sells the Khamar to children will be sentenced based on Qanun, that is, “Uqubat Hudud Cambuk (Restricted canings),” ‘Uqubat Ta’zir cambuk (discretionary canings),” fines or imprisonment. It is suggested that the revision of articles about alcoholic beverages stated in the Indonesian Criminal Codebe made. The sanctions and punishments given to the drinker and sellers of the Khamarprovide no effects to them so that the revision of the Criminal Code will be effective law principles and makes people wary of committing the Khamar crime.
Penanggulangan Tindak Pidana Desersi Yang Dilakukan Oleh Anggota Prajurit TNI AD Dedi Wijaya; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.594 KB)

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan faktor penyebab anggota prajurit TNI AD melakukan tindak pidana desersi. Menjelaskan upaya penanggulangan tindak pidana desersi TNI yang dilakukan oleh anggota prajurit TNI AD. Data dalam penulisan ini melalui penelitian kepustakaan berupa membaca referensi dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, artikel pada surat kabar, Media Internet, sementara penelitian lapangan dilakukan dengan mewawancarai responden dan informan. Data tersebut kemudian di analisis dan disusun secara deskriptif untuk menjelaskan permasalahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, faktor penyebab terjadinya tindak pidana desersi yaitu faktor mental (psikologi), faktor keluarga, faktor tidak bisa mengelola keuangan dengan baik (faktor ekonomi), faktor pergaulan (lingkungan). Upaya penanggulangan terhadap pelaku tindak pidana desersi terdiri dari upaya preventif berupa pengawasan serta penyuluhan hukum tentang kewajiban dan larangan yang berlaku di lingkungan TNI AD yang sifatnya secara terus-menerus dan berkelanjutan. Upaya represif berupa penjatuhan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun sampai paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan serta penjatuhan pidana tambahan pemecatan apabila melakukan pengulangan tindak pidana desersi. Disarankan kepada setiap anggota prajurit TNI AD agar dapat memahami serta memapatuhi isi dari Sumpah Prajurit, Sapta Marga dan Delapan Wajib TNI sebagai pedoman sikap dan berprilaku seorang anggota prajurit TNI AD. Kepada setiap satuan TNI AD wajib mengadakan evaluasi faktor penyebab terjadinya tindak pidana desersi secara bertahap dan menyeluruh serta pengawasan internal sebagai salah satu fungsi komando TNI AD. Menindak secara tegas siapa pun anggota TNI AD yang terlibat perkara tindak pidana dengan ketetentuan hukum yang berlaku.