Arikel ini mengelaborasi tentang fenomena Nuzululquran, baik dalam perdebatan para pegiat studi Al-Qur’an maupun dalam realitas kehidupan masyarakat.Topik ini dianggap penting sebab diskusi tentang Nuzululquran dalam khazanah keislaman bukan sekedar tafsir, tetapi justru pertarungan ideologis.Masalah yang hendak dijawab ada dua.Pertama,bagaimana Al-Qur’an membicarakan dirinya sendiri terkait dengan penanggalan penurunannya, bagaimana tafsir terhadap penanggalan yang diinformasikan oleh diri Al-Qur’an tersebut, dan surat apa saja yang dianggap pertama kali diturunkan. Kedua, mengapa terjadi friksi terkait peringatan Nuzululquran, padahal Al-Qur’an merupakan kitab suci.Dalam menjawab dua masalah tersebut, penulis menggunakan paradigma qirā’atul Qur’ān bis sīrah wa qirā’atus sīrah bil Qur’ān. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, terdapat dua temuan.Pertama, Al-Qur’an membicarakan tentang penurunannya sendiri dengan menyitir tiga kata kunci dan para mufasir kemudian mengaitkannya bahwa penurunan Al-Qur’an terjadi di bulan Ramadan, di mana saat itu disebut dengan lailatulkadar yang dipenuhi dengan keberkahan (mubarakah), dan informasi tentang penggalan Al-Qur’an yang diturunkankalipertama menunjukkan data yang berbeda, namun demikian informasi yang paling populer berdasarkan riwayat dari ‘Āisyah ra tentang Q.S. al-‘Alaq, 96:1-5.Kedua, perdebatan seputar peringatan Nuzululquran antarkelompok masyarakat memiliki kecenderungan ideologis.Nuzululquran bukan hanyapersoalan agama (baca: syariah), tetapi jugasosial, budaya, dan ekonomi