Sugiharto
Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

EDITORIAL: PILAR PERAWATAN MANDIRI DIABETES MELLITUS: Editorial: Pillars of Diabetes Mellitus Self-Care Sugiharto
Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing) Vol. 7 No. 2 (2021): JIKep | September 2021
Publisher : LPPM STIKES Pemkab Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.954 KB) | DOI: 10.33023/jikep.v7i2.896

Abstract

Diabetes Meliitus merupakan penyakit kronik. Perawatan mandiri penderita DM bertujuan untuk mengelola penyakit terhadap dampak fisiologis, emosi dan hubungan interpersonal. Pada tahun 2014, American Association of Diabetes Educators (AADE) merumuskan ada tujuh pilar perawatan mandiri DM, antara lain: Pola makan yang sehat, Aktif secara fisik/aktif bergerak, minum obat, pemantauan, pemecahan masalah, mekanisme koping yang sehat, dan mengurangi resiko. Diabetes Mellitus is a chronic disease. Self-care for DM sufferers aims to manage the disease on its physiological, emotional and interpersonal relationships. In 2014, the American Association of Diabetes Educators (AADE) formulated seven pillars of DM self-care, including: a healthy diet, being physically active/actively moving, taking medication, monitoring, problem solving, healthy coping mechanisms, and reducing stress. risk.
GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF BERDASARKAN KARAKTERISTIK LANSIA YANG TINGGAL DI KOMUNITAS : Cognitive Functions Based on the Characteristics of Elderly Indwelling-Community Kamilia Mardiana; Sugiharto
Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing) Vol. 8 No. 4 (2022): JIKep | Oktober 2022
Publisher : LPPM STIKES Pemkab Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.064 KB) | DOI: 10.33023/jikep.v8i4.1283

Abstract

Latar Belakang: Aging Process atau proses menua dapat berdampak terhadap terjadinya penurunan kemampuan biologis, psikologis dan sosiologis. secara bilogis, lansia dapat mengalami penurunan sistem saraf pusat berupa melemahnya kemampuan persepsi sensori dan motorik. Sebagai akibatnya, penurunan fungsi kognitif dapat terjadi pada lansia. Penurunan fungsi kognitif tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status tinggal dan aktivitas sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi kognitif berdasarkan karakteristik lansia yang tinggal di komunitas. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Untuk pengumpulan data menggunakan teknik total sampling. Sampel pada penelitian ini terdapat 185 lansia yang tinggal di Desa Bugangan. Fungsi kognitif responden diukur menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE). Hasil: Berdasakan kriteria inklusi dan eksklusi, sebanyak 151 lansia memenuhi syarat dan berkenan menjadi responden pada penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata responden berusia 69 tahun (SD = 5.54). Lebih dari separuh responden (57%) berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar responden tidak sekolah (65%). Sebanyak 83 responden masih aktif bekerja dengan pendapatan dibawah UMR. Mayoritas responden (90%) tinggal bersama keluarga besar dan 126 responden masih aktif mengikuti kegiatan sosial. 97 responden mengalami penurunan fungsi kognitif yaitu 69 responden ringan, dan 28 berat. Simpulan: Penurunan fungsi kognitif pada lansia dapat terjadi seiring dengan bertambahnya usia, dari penurunan kognitif ringan sampai berat. Perawat komunitas diharapkan dapat memberikan intervensi seperti cognitive stimulation therapy agar dapat meminimalisir terjadinya gangguan fungsi kognitif lansia. Abstract Background: Aging process affects the decrease of biological, psychological and sociological aspects. Biologically, the elderly can experience a decrease in the central nervous system that influences of weakened sensory and motor perception abilities. As a result, cognitive decline can occur in the elderly. The decline in cognitive function can be influenced by several factors including age, gender, education level, occupation, income, residence status and social activities. The study aims to determine the description of cognitive function based on the characteristics of the elderly indwelling-community. Methods: The study applied descriptive study with a cross-sectional approach. Total 185 elder people were recruited to be respondents. Mini Mental State Examination (MMSE) was used to assess respondents’ cognitive functions. Results: 151 elder people met the inclusion and exclusion criteria, and willing to become respondents in this study. The results showed that the mean of age was 69 years old (SD = 5.54). More than half of the respondents (57%) are female. Most of the respondents were uneducated (65%). There were 83 respondents are still actively working with income below the minimum wage. The majority of respondents (90%) live with extended family and 126 respondents are still actively participating in social activities. 97 respondents experienced a decline in cognitive function, which classified into mild cognitive disfunction (69 respondents) and severe cognitive disfunction (28 respondents). Conclusion: The decline in cognitive function in the elderly can occur in line with age, from mild to severe cognitive decline. Community nurses are strongly recommended to provide cognitive stimulation therapy for elderly to prevent cognitive disorder among them.
GAMBARAN TINGKAT KEBAHAGIAAN PADA LANSIA YANG TINGGAL DI KOMUNITAS Lisa Andriani; Sugiharto
Jurnal Keperawatan BSI Vol 10 No 2 (2022): Jurnal Keperawatan BSI
Publisher : LPPM Universitas BSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Lanjut usia (lansia) pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Penurunan tersebut dapat mempengaruhi keadaan psikologis seperti munculnya perasaan bahagia atau tidak bahagia. Menjalani masa lansia dengan bahagia menjadi keinginan bagi setiap lansia. Menciptakan kebahagiaan secara psikologis yaitu ketika mendapat dukungan sosial yang akan membuat lansia merasa nyaman, melakukan aktivitas sehari-hari seperti mengikuti posbindu, senam untuk para lansia sehingga tidak memunculkan berbagai gangguan dan mencapai kebahagiaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat kebahagiaan pada lansia yang tinggal di komunitas. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 151 responden. Penelitian menggunakan kuesioner Oxford Happiness Questionnaire (OHQ). Analisis yang digunakan adalah analisa univariat. Hasil: Berdasarkan hasil analisa diperoleh data 83 responden (55%) merasa bahagia dan 68 responden (45%) merasa tidak bahagia. Simpulan: Lansia yang tinggal di komunitas merasa lebih bahagia. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena lansia tinggal bersama dengan keluarga besar dan aktivitas sosial yang masih dapat dilakukan oleh para lansia. Diharapkan hasil penelitian ini agar dapat digunakan sebagai dasar pengembangan intervensi dalam memelihara serta meningkatkan kebahagiaan lansia yang tinggal di komunitas. Kata Kunci: Lansia, Oxford Happiness Questionnaire , Tingkat Kebahagiaan Introduction: Generally, the elderly has signs of a decline in biological, psychological, social and economic functions. These conditions can affect psychological states such as happy or unhappy feelings. Happiness in end stage of life is the desirable of every elder people. Social support influences psychological happiness of the elderly that will make them feel comfortable in doing daily activities such as attending POSBINDU, or even exercise for the elderly. Happiness causes elderlies have not complaints, and achieve happiness. The study aims to describe the level of happiness of the elderly in the community. Methods: This study applied a descriptive method using a cross sectional approach. There are 151 elderlies participated in this study. The study was conducted door to door. Happiness level was assessed using the Oxford Happiness Questionnaire (OHQ). The analysis used is univariate analysis. Results: There were 83 respondents (55.0%) feel happy and 68 respondents (45.0%) feel unhappy. Conclusion: The elderly indwelling-community feel happier. Probably, it is because the elderly live together with extended families and social activities can still be done by the elderly. Accordingly, creating interventions in maintaining and increasing the happiness of the elderly indwelling-community are recommended. Keywords: Elderly; Happiness; Indwelling-Community; Oxford Happiness Questionnaire
Peningkatan Kompetensi Kader Kesehatan Lanjut Usia Melalui “Kelas Kader Lansia”: Improvement Of The Community Health Worker (CHW) Competencies Through “Chw Class” Sugiharto; Alfa Yuliana Dewi; Muhammad Arifiyanto
Jurnal Pengabdian Masyarakat Kesehatan Vol. 8 No. 4 (2022): JPM | Edisi Khusus 2022
Publisher : LPPM - STIKES Pemkab Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33023/jpm.v8i4.1299

Abstract

Seiring meningkatnya jumlah lanjut usia (lansia), maka beban sosial dan kesehatan pun meningkat akibat perubahan fisiologis dan psikologis yang dialami lansia. Masih banyaknya lansia yang tinggal di komunitas menuntut peran kader kesehatan lansia untuk dapat memberikan pelayanan dasar yang sesuai dengan standar.  Dalam hal ini, kompetensi kader memegang berperan sangat penting. Masalah yang dihadapi mitra saat ini adalah para kader belum pernah mendapatkan pelatihan secara formal, sehingga diperlukan peningkatan kompetensi kader dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi lansia. Untuk mengatasi masalah tersebut, Program Kemitraan Masyarakat (PkM) ini mengacu pada strategi audit dari the Joanna Briggs Institute Practical Application of Clinical Evidence System (JBI PACES) dan Getting Research into Practice (GRiP). Tiga tahapan yang telah dilaksanakan pada PkM yaitu pada tahap persiapan berupa penyusunan kurikulum yang merupakan kombinasi antara kurikulum standar dari Departemen Kesehatan dan kearifan lokal hasil survei dengan kader. Tahap kedua yaitu pelaksanaan “Kelas Kader” yang dilaksanakan sebanyak sepuluh kali pertemuan. Dan tahap terakhir adalah evaluasi. Diperoleh hasil ada peningkatan yang signifikan sebanyak 90% pengetahuan dan keterampilan kader. Untuk instansi terkait diharapkan dapat secara kontinyu melakukan update pengetahuan dan keterampilan kader melalui pertemuan-pertemuan kader.
EDUKASI TERAPI TIDUR UNTUK MENURUNKAN TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI Wiwiek Natalya; Aida Rusmariana; Ratnawati; Sugiharto
Jurnal Batikmu Vol. 2 No. 2 (2022): Jurnal Batik Mu
Publisher : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48144/batikmu.v2i2.1207

Abstract

Hipertensi yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan terjadinya stroke, gagal jantung, gagal ginjal dan kematian. Terapi farmakologis dan terapi non farmakologis yang teratur dapat menekan terjadinya komplikasi pada orang yang mengalami hipertensi. Terapi nonfarmakologis yang dapat menurunkan tekanan darah antara lain adalah terapi tidur. Terapi ini sangat efektif.meningkatkan kualitas tidur yang berdampak pada penurunan tekanan darah pada hipertensi. Salah satu desa yang mengalami peningkatan jumlah kasus Hipertensi adalah desa Bugangan. Desa Bugangan merupakan desa yang berada pada wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni II. Hipertensi merupakan kasus tertinggi di desa Bugangan. Sebagian besar klien hipertensi adalah Lanjut Usia (Lansia). Permasalahan mitra yang terjadi adalah jumlah kasus hipertensi di desa Bugangan, setiap tahun meningkat. Jumlah yang mengalami stroke akibat hipertensi juga meningkat. Pengetahuan kader dan masyarakat tentang hipertensi dan pengelolaannya masih rendah. Solusi permasalahan yang ditawarkan adalah memberikan edukasi pada kader dan klien hipertensi mengenai terapi nonfarmalokogis untuk menurunkan tekanan darah yaitu terapi tidur. Pengabdian masyarakat dikuti 30 orang yang terdiri dari Kader Kesehatan dan klien hipertensi, setelah diberikan edukasi sebagian besar (96,7%) pengetahuan tentang hipertensi baik dan mampu mendemonstrasikan prosedur terapi tidur dengan benar.