Dewasa ini banyak orang yang mempertanyakan status bunga bank konvensional (interest) dalam Islam, terutama pada Bank Konvensional. Sebagian ulama’ menganggap bunga bank seperti ribā, sebagian yang lainnya tidak. Kata ribā, disebutkan sekitar sembilan kali dalam al-Qur'an di beberapa tempat, yaitu al-Rum (30): 39, al-Nisā' (4): 160-161, Āli Imrān (3): 130, dan al-Baqarah (2): 275-280. Semua ayat tersebut menunjukkan keharaman ribā dalam segala aktivitas perekonomian secara pasti (muhkam). Hanya saja, ketika ribā ini dihubungkan dengan salah satu bagian transaksi dalam aktivitas perbankan, seperti bunga bank, ahli tafsir pun berbeda pendapat, ada yang melarang karena ada unsur al-ziyādah, dan ada pula yang membolehkan karena menganggap bunga bank tidak berlipat-ganda (adl’āfan mudhā'afatan) dan tidak menganiaya. Melalui pendekatan tafsir tematik, penelitian ini akan dilakukan secara mendalam untuk menemukan pandangan al-Qur’an mengenai bunga bank tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan membedah ayat-ayat yang berhubungan dengan bunga bank, memaknainya secara tahlili dan ijmali dan mengkomparasikannya dengan berbagai tafsiran terkait. Melalui penelusuran tafsir tematik ini, berdasarkan Surat Āli Imrān (3): 130 dapat dipahami bahwa Bunga Bank berbeda dengan ribā. Bunga Bank adalah upah (jasa) perbankan yang diambil dari persentase harta pokok yang tidak sampai berlipat ganda, apalagi menganiaya. Sedangkan ribā adalah al-ziyādah yang berlipat ganda dan menganiaya. Ribā hukumnya haram, dan Bunga Bank hukumnya mubah. Bunga Bank adalah sebuah keniscayaan dalam aktivitas perbankan modern, karena dengan bunga, dapat menutupi biaya operasional dan untuk mendapatkan keuntungan bisnis perusahaan.