Agustinus M Samosir
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, IPB University

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Tinjauan Kriminologi terhadap Peredaran dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika yang dilakukan oleh Narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kendari Rahim, Abdul Jabar; Samosir, Agustinus
KERTHA WICAKSANA Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.13.1.917.6-11

Abstract

Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, merupakan kejahatan kemanusian yang sangat berat, mempunyai dampak luar biasa, terutama pada generasi muda suatu bangsa yang beradab. Fokus penelitian ini adalah mengungkap kejahatan narkotik lintas negara yang penyebaran dan perdagangan gelapnya dilakukan lintas batas negara. Penelitian ini juga mengungkap cara menegakan supremasi hukum dalam memberantas peredaran dan penggunaan narkotika dan psikotropika di Kendari. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan sarana dan prasarana yang lebih canggih dalam pengoptimalkan pencegahan peredaran Narkoba di Kota Kendari. Penyuluhan dan pencegahan juga harus diberikan lebih intensif di kantor-kantor pemerintahan, di sekolah, maupun di kampus. Pengawasan dari pihak kepolisian dan pemberian hukuman yang maksimal terhadap para pengedar narkotika juga menjadi kunci utama pemberantasan narkoba di Kendari. Kata kunci : Kriminologi, peredaran narkotika, kota Kendari Narcotics and Psychotropic crimes, which are very serious humanitarian crimes, have tremendous impacts, especially in the younger generation of a civilized nation. The focus of this research is to uncover cross-country narcotics crimes whose distribution and illicit trade are carried out across national borders. This study also revealed how to uphold the rule of law in combating the circulation and use of narcotics and psychotropic substances in Kendari. The results of the analysis show that there is a need for more sophisticated facilities and infrastructure to be optimized in the prevention of drug trafficking in Kendari City. Counseling and prevention must also be given more intensively in government offices, in schools, and on campus. Supervision by the police and giving maximum punishment to narcotics dealers is also the main key to eradicating drugs in Kendari. Keywords: Criminology, drug trafficking, Kendari city
Mangrove ecosystem resilience to sea level rise: a case study of Blanakan Bay, Subang Regency, West Java, Indonesia Yulianti, Poppy; Wardiatno, Yusli; Samosir, Agustinus M
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Vol 1, No 1 (2013): April
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.1.1.2013.1971

Abstract

This research was conducted to assess the social and ecological resiliences of mangrove ecosystem to sea level rise as a consequence of climate change. Resilience Index (RI) method was used range from 0 to 1. Sixteen resilience indicators, both ecological and social, are selected, developed, and evaluated. The indicators consist of mangrove coverage, density and diversity, aquatic fauna species, tidal flooding, salinity, sedimentation, land use, mangrove dependency and time allocation, conflicts potential, knowledge, the compliance rate, types of livelihood, institution cap, and level of education. Evaluation result indicate that the bay was divided into two categories of resilience; the majority has middle resilience because the mangrove coverage, density, and land use are high, with composite RI (CRI) range from 0.45 to 0.58. This was found in the villages of Muara, Langensari, Blanakan, Jayamukti, and Rawameneng. Only one village has high CRI of 0.69, such as the Cilamaya Girang. The main ecological factors that contribute to the high resilience of the area is the rate of sedimentation of 2 meters per year and rare tidal flooding, while the factor that contributes most to the impediment of social resilience is public knowledge about the importance of mangrove ecosystems©Penelitian ini merupakan penilaian parameter resiliensi ekologis-sosial ekosistem mangrove terhadap penaikan muka air laut sebagai konsekuensi dari perubahan iklim. Analisis yang dilakukan adalah untuk menghitung indeks resiliensi (Resiliency Index/RI) yang menggunakan skala 0-1. Enam belas parameter (ekologis-sosial) digunakan dalam penelitian ini, yaitu: penutupan, kerapatan, keanekaragaman jenis mangrove, jenis fauna akuatik, salinitas, banjir pasang, penggunaan lahan, laju sedimentasi, ketergantungan masyarakat, alokasi waktu pemanfaatan ekosistem mangrove, potensi konflik, tingkat kepatuhan masyarakat, pemahaman fungsi mangrove, jenis mata pencaharian, kelembagaan, dan tingkat pendidikan. Hasil analisis RI menunjukkan, Teluk Blanakan hanya memiliki 2 tingkat resiliensi, yaitu Tingkat Menengah dan Tingkat Tinggi. Tingkat Menengah memiliki penutupan mangrove yang rendah, kerapatan mangrove yang rendah, dan ketergantungan pemanfaatan mangrove yang sangat tinggi dengan kisaran nilai RI 0.45-0.58 yang ditempati oleh Desa Rawameneng, Jayamukti, Blanakan, Langensari, dan Muara. Tingkat Tinggi dengan nilai RI 0.69 hanya ditempati oleh Desa Cilamaya Girang, karena memiliki laju sedimentasi dan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan mangrove yang rendah©
Hazard Management in Karang Hawu Beach, Sukabumi Distric, West Java: MANAJEMEN BAHAYA DI KAWASAN WISATA PANTAI KARANG HAWU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT Sofia Ucu Utami; E. K. S. Harini Muntasib; Agustinus M. Samosir
Media Konservasi Vol 24 No 3 (2019): Media Konservasi Vol. 24 No. 3 Desember 2019
Publisher : Department of Forest Resources Conservation and Ecotourism - IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (401.328 KB) | DOI: 10.29244/medkon.24.3.322-333

Abstract

Pantai Karang Hawu (karang yang berbentuk hawu/tungku) merupakan objek wisata unggulan Palabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Ciri khas panorama alam karang yang menjorok kelaut ini banyak dikunjungi oleh wisatawan (1,7 juta pengunjung/tahun). Namun sering timbulnya kecelakaan akibat bahaya di kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memetakan potensi bahaya serta menyusun rekomendasi manajemen potensi bahaya. Metode yang digunakan yaitu identifikasi yang kemudian dianalisis dan dievaluasi melalui UNEP tahun 2008 dan pemetaan dengan menggunakan aplikasi ArcGis 10.3. Potensi bahaya di kawasan wisata Pantai Karang Hawu terdiri dari potensi bahaya fisik yang di antaranya gelombang laut, arus pantai, pasang surut, tsunami dan gempa, sedangkan potensi bahaya biologi terdiri dari karang, ubur-ubur dan bulu babi. Manajemen bahaya di kawasan tersebut dikelola oleh banyak pihak di antaranya Balawista, institusi pemerintah dan masyarakat sekitar Pantai Karang Hawu, di bawah pengawasan Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan dan Olah Raga Kabupaten Sukabumi. Hasil analisis menunjukan bahwa arus pantai dan gelombang memiliki nilai potensi bahaya yang paling tinggi. Manajemen pengurangan risiko yang disarankan adalah dengan cara menghindari risiko (avoiding risk). Pengembangan manajemen dilakukan secara sosial dan institusi dengan meningkatkan pemahaman mengenai potensi bahaya di kawasan wisata Pantai Karang Hawu. Langkah-langkah teknis yang harus diambil untuk mengurangi risiko termasuk memberikan pertolongan pertama, menggunakan bendera merah untuk menandai daerah berbahaya, meningkatkan kesadaran pengunjung terhadap bahaya, dan menetapkan area yang aman bagi pengunjung. Kata kunci: kesadaran, bahaya, manajemen bahaya, Pantai Karang Hawu, tindakan teknis
KONDISI MANGROVE DAN PRODUKSI IKAN DI DESA GRINTING, KECAMATAN BULAKAMBA, KABUPATEN BREBES Agustinus M. Samosir; Edi F Prahastiano; Sigid Hariyadi
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 17 No. 1 (2011): Juni 2011
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (468.357 KB)

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kondisi mangrove dan hubungannya dengan produktivitas perikanan dalam skala desa. Teknik yang digunakan adalah metode survei dan pencacahan; sedangkan analisis yang digunakan ada dua, yaitu secara kuantitatif dengan uji F dan deskriptif dengan metode analisis komponen utama (PCA). Tiga area pertambakan yang diairi oleh tiga kanal sekunder yag berbeda dipilih untuk dibandingkan kondisi mangrove, kualitas air, produksi perikanan tangkap, dan produksi akuakulturnya. Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa ketiga kanal tersebut memiliki kondisi yang berbeda nyata, dimana areal pertambakan (kanal) I, II, dan III berturut-turut memiliki daerah hijau mangrove seluas 3,99 ha, 4,57 ha, dan 3,33 ha, dengan produksi perikanan tangkap 2,70; 3,99; dan 1,94 kg/upaya/hari; sedangkan produktivitas tambaknya masing masing sebesar 202,22; 183,33; dan 232,67 kg/ha/6 bln. Hasil uji PCA menunjukkan adanya hubungan antara mangrove, kualitas air, dan produksi perikananan tangkap serta akuakultur, dimana perikanan tangkap berbanding lurus terhadap keberadaan mangrove, DO, dan klorofil a; sebaliknya kegiatan budidaya telah mengakibatkan tekanan terhadap keberadaan mangrove dan kualitas air yang dalam hal ini terwakili oleh pH.Kata kunci: akuakultur, kualitas air, mangrove, perikanan tangkap, produksi ikan
Heavy Metal (Pb, Hg) Extent in Mud Crab (Scylla serrata) in Cengkok Coastal Waters, Banten Bay, Indonesia Ertika Noviani; Sulistiono Sulistiono; Agustinus Mangaratua Samosir
Journal Omni-Akuatika Vol 16, No 2 (2020): Omni-Akuatika November
Publisher : Fisheries and Marine Science Faculty - Jenderal Soedirman University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.oa.2020.16.2.810

Abstract

  Banten Bay is located in the north of Java Island and influenced by anthropogenic activities around the bay. Increasing population growth and rapid development of industrial and urban activities around the waters of the Banten Bay can lead to an increased input of pollutants in the form of heavy metal in the water body. This study aims to analyze the Pb and Hg levels that accumulate in mud crab (Scylla serrata) in Cengkok coastal waters, Banten Province. Samples of the mud crabs were taken in the waters for six months, from March to August 2019. Analysis of heavy metal concentrations was carried out using the Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS) AA 7000 series Shimadzu. Heavy metal (Pb and Hg) in the mud crab in Banten Bay were below the specified quality standard. The bio-concentration factor of the mud crab was low (<100). Results of the calculation of the maximum limit of consumption of the mud crab meat (that accumulates heavy metals in the human body) were 3.5 kg of meat/week for adults and 0.9 kg of meat/week for children.Keywords: Crustacean, pollution, limit of consumption.
Distribution, Condition and Gonad Maturity of the Invasive Pacific Oysters (Crassostrea Gigas, Thunberg 1793) in Cimanuk Delta, Indramayu, West Java, Indonesia Selia Hermawati; Sulistiono Sulistiono; Agustinus M Samosir
Journal Omni-Akuatika Vol 13, No 2 (2017): Omni-Akuatika November
Publisher : Fisheries and Marine Science Faculty - Jenderal Soedirman University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (727.11 KB) | DOI: 10.20884/1.oa.2017.13.2.237

Abstract

Pacific oyster (Crassostrea gigas) is an invasive species which is able to adapt a wide range of environmental conditions. The study was conducted from August to October 2014. Objective of this study was to asses the distribution pattern, condition and gonad maturity length (Lm 50%) of the Pacific oysters in mangrove ecosystem of Cimanuk Delta, Indramayu, West Java, Indonesia.  This study was conducted in two adjacent areas:  Pabean Ilir and Pagirikan subdeltas. The oysters were collected from the estuary, brackish water ponds and the coastal flat, and  observed for their abundance, total length (mm) and weight (g). Morphological and histological methods were used to estimate the gonad maturity stage. Analysis were carried out to estimate distribution pattern and condition factor. According to the study, the Pacific oyster distribution pattern was clumped. The condition factor of the oyster was higher in the brackish water pond and estuary than in the coastal flat.  The Pacific oyster was found in gonad maturity stage (GMS) I – IV. The oyster was hermaprodit protandry and had length maturity (Lm 50%) of 47,46-48,43 mm (male) and 75,27-75,50  mm (female). 
Heavy Metal (Pb, Hg) Contained in Blue Swimming Crab (Portunus pelagicus Linnaeus, 1758) in Cengkok Coastal Waters, Banten Bay, Indonesia Nadya Febrianessa; Sulistiono Sulistiono; Agustinus Mangaratua Samosir; Masashi Yokota
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 25, No 4 (2020): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ik.ijms.25.4.157-164

Abstract

Increasing number of industries and settlements in Banten Bay were subsequently followed by an increase in the amount of waste, whether in the form of solid, liquid or gas that can pollute the environment. One of the toxic pollutants is heavy metal.The entry mechanism of the heavy metal Mercury (Hg) and Lead (Pb) in body of the crab (Portunus pelagicus), namely through the process of digestion food. This study was conducted for 6 months, from March to August 2019, and aimed to analyze the heavy metal content levels (Pb and Hg) and the safe consumption level of the blue swimming crab (Portunus pelagicus) in the waters. The heavy metal concentration in the meat was measured through the AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) AA 7000 series Shimadzu. The analysis showed that the Pb and Hg contained in the blue swimming crab were still under the quality standards. Also, the bio-concentration factors of the blue swimming crab were low (<100).  Water quality data observed as temperature, salinity, TSS, pH, dissolved oxygen, turbidity, and transparency stayed in the range of tolerable limits for the survival of marine organisms. Maximum weekly intake calculation refers to the tolerable limits issued by the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA). The JECFA recommends calculating the PTWI of each heavy metal if it accumulates in the human body for methyl mercury 1.6 μg.kg bw.week-1 and for lead not exceed 25 μg.kg bw.week-1. The safety consumption level of blue swimming crab from Cengkok Coastal water was 2.3 kg of meat.week-1 (for adults) and 0.6 kg of meat.week-1 (for children).
Colonization of Coral Communities in the Krakatau Islands Strict Marine Nature Reserve, Indonesia (Kolonisasi Komunitas Karang di Kepulanan Krakatau) Singgih Afifa Putra; Ario Damar; Agustinus M Samosir
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 19, No 2 (2014): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4519.424 KB) | DOI: 10.14710/ik.ijms.19.2.63-74

Abstract

Pulau-pulau Krakatau memiliki dinamika secara geomorfologi, dan berbagai perubahan fisik yang berlangsung memberikan dampak terhadap biota, termasuk pada proses dan tingkat pergantian suksesi komunitasnya. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan kondisi terkini dan proses kolonisasi komunitas karang, termasuk status kerusakan komunitas karang dan disturbansi lingkungan yang mempengaruhinya. Line intercept transect dilakukan di enam stasiun pada dua kedalaman yang berbeda yakni 5 dan 10m. Sedangkan observasi terhadap komunitas koral dilakukan dengan perekaman video. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suksesi atau perkembangan komunitas (i.e. kolonisasi) karang yang dijumpai di Pulau Anak Krakatau masih mengindikasikan tahap awal kolonisasi, berbeda dengan komunitas karang yang dijumpai di Pulau Rakata dan Panjang. Diversifikasi komunitas karang di kedua pulau tersebut, menunjukkan dominansi spesies oportunis dan pioner (i.e. Pocillopora dan Seriatopora) yang umum dijumpai di Anak Krakatau sudah tergantikan. Dominansi dari beberapa spesies karang telah mengindikasikan terjadinya proses eksklusi kompetitif di antara komunitas karang. Tiga tipe komunitas karang yang dijumpai dapat dibedakan menurut karakteristik masing-masing kawasan, yaitu komunitas kawasan terpapar, semi terpapar/terlindung, dan terlindung. Kerusakan komunitas karang di Krakatau berdasarkan kriteria indeks kerusakan karang (CDI) sudah termasuk kedalam kategori wilayah “hot spot”, dimana sangat memerlukan perhatian, pengawasan, pengamatan atau restorasi komunitas karang. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa terjadinya kolonisasi dan tingkat kerusakan komunitas karang perlu menjadi acuan dalam pengelolaan kawasan terumbu karang di Cagar Alam Laut Krakatau. Kata kunci: kolonisasi, suksesi; komunitas karang; pengelolaan; Krakatau Krakatau Islands diversity is geomorphologically dynamic, and these physical changes influence on organisms including community successional. The purposes of this research were to determine the condition and describe the recent colonization development of coral communities in the Krakatau Islands after sterilization. Transects were done at six stations at two different depth (i.e. 5 and 10 m) using line intercept transect. While observations of coral communities were done with video transect. This study showed that succession or development of coral communities (i.e. colonization) that found in Anak Krakatau indicated earlier stage of colonization. It has different coral communities compared with those that found in Rakata and Panjang island. The diversification of coral communities on both islands, showed that opportunistic and pioneer species (i.e. Pocillopora and Seriatopora) that generally found in Anak Krakatau has been replaced. There are indications of dominance may already take place through competitive exclusion in the coral communities. Three community types were distinguished based on characteristics for each sites, as follows: communities of wave-exposed habitats, communities of semi- exposed to sheltered habitats, and communities of sheltered habitats. The extent of coral damage covered all six sites based on coral damage index (CDI). This suggests that of the all transects were "hot spots'' that required management action. These results indicate that colonization and the level of coral damage have to be taken into account on the manegement of coral ecosystem in the region. Keywords: colonization; succession; coral communities; management; Krakatau
POTENSI BAHAYA BAGI KESELAMATAN PENGUNJUNG DI KAWASAN WISATA PANTAI PANGANDARAN KABUPATEN PANGANDARAN JAWA BARAT EKS Harini Muntasib; Melly Maria Ulfah; Agustinus Samosir; Resti Meilani
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management) Vol. 8 No. 1 (2018): Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (JPSL)
Publisher : Graduate School Bogor Agricultural University (SPs IPB)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jpsl.8.1.15-25

Abstract

Pangandaran Beach Tourism Area is one of leading tourism areas in West Java. During certain period of time, hazard has often cause accidents toward visitors in the area. Therefore, there is a need to identify physical and biological hazards which threaten visitors’ safety in order to develop visitor safety management. Research was carried out in June – July 2011, and an update was conducted in January – February 2017, which covered three locations, i.e. Pantai Barat, Pantai Timur, and Pantai Pasir Putih. Field observation, interview with visitors, community and lifeguard, and literature review were employed in data collection. A hundred respondents for each visitor and community was selected using convenient sampling method. The result found rip current, plunging wave, tsunami, earthquake, wave, and tide as physical hazard, while jellyfish, sea snake, sea urchin, lionfish, and stone fish as biological hazard found in the sea, and long-tailed macaque as terrestrial biological hazard. Rip current possessed substantial risk that had to be avoided through the establishment of swimming prohibition area. Visitor’s safety management technique option for rip current hazard involved a socialization toward visitors about self-rescue technique in case they are swept by rip current.
Structure of mangrove ecosystem in Lubuk Damar Coast, Seruway, Aceh Tamiang Ananingtyas S Darmarini; Yusli Wardiatno; Tri Partono; Kadarwan Soewardi; Agustinus Mangaratua Samosir; M Zainuri
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management) Vol 12 No 1 (2022): Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (JPSL)
Publisher : Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, IPB (PPLH-IPB) dan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, IPB (PS. PSL, SPs. IPB)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jpsl.12.1.72-81

Abstract

Mangrove is an important ecosystem in coastal areas because it is the basis for the formation of food webs and has direct and indirect impacts on aquatic and terrestrial ecosystems. The purpose of this research is to determine the community structure of mangrove vegetation of Lubuk Damar, Seruway, Aceh Tamiang. The study was conducted in August 2017. The method used a quadratic transect that was pulled straight from the coastline to the mainland. The results found 10 types of mangrove vegetation consisting of A. alba, B. parviflora, B. sexangula, Soneratia alba, R. apiculata, Acrostichum aureum, Aegiceras floridum, E. agallocha, X. granatum, and Acanthus ilicifolius. Mangrove species with the highest percentage are in the A. floridum species. Important value index the tree phase in the range of 4.75 to 117.91. Lubuk Damar mangrove vegetation is in the damaged category. However, the number of saplings and seedlings was found to have a high density so that the ecosystem has the potential to regenerate naturally.