Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

RELASI GENDER SACHIKO MURATA (ANALISIS FILSAFAT TAO DAN SPIRITUALITAS ISLAM) Fatrawati Kumari
Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin Vol 12, No 2 (2013): Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/jiu.v12i2.289

Abstract

Thought -oriented feminism Indonesia with a Western perspective characteristic rational, materialistic and quantitative had been implicated in the occurrence of friction with the values in the eastern -oriented society that upholds harmonitas the characteristics, the spirituality, and the quality. Murata thought was based on Eastern perspective needed to be studied and received great attention, not only as an answer to the problems faced by the dominance of western orientation, but also as a counterweight to the tendency that the biassed too. Murata thought used the mystic Taoism and Islam, seeing the gender relations as relations dualist - complementary, relations two seemingly contradictory qualities, but it was one unit. The relationships found in all reality, include: people, nature and the God. Opposition of masculinity and femininity was not in the sense of separateness, but rather in the sense of unity, equality and reciprocity.
AGAMA DAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN: ANALISIS GENDER DAN FILSAFAT TAOISME ISLAM Fatrawati Kumari
Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin Vol 10, No 2 (2011): Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/jiu.v10i2.749

Abstract

Kekerasan terhadap perempuan terjadi di segala bidang kehidupan. Kekerasanmerupakan produk dari budaya patriarki tidak saja menyentuh wilayah sosial,melainkan juga merambah ke wilayah agama. Agama dianggap menjadi pembenardan pelanggeng praktek kekerasan terhadap perempuan. Melalui analisis gender,persoalan kekerasan terhadap perempuan menemukan akarnya, yaitu pandanganbias gender dalam semua dimensi kehidupan, termasuk dalam agama. Adapun taoismeIslam melihat sifat maskulin negatif sebagai akar tindakan kekerasan. Relasi setaradalam hubungan kesalingan menjadi tawaran penting yang diajukan analisis genderdan taoisme Islam.
Strategi Budaya dalam Filsafat Erich Fromm Fatrawati Kumari
Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora Vol 13, No 2 (2015)
Publisher : UIN Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/khazanah.v13i2.766

Abstract

Abstract: The aim of this study is to determine the formulation of Frommscultural strategy and find its relevance to national cultural strategy. This qualita-tive -philosophical study is presented through the synthesis analysis of the psy-choanalyst Freud and socio-economist Marx. The conclusion is that the for-mulation of Fromms culture strategy rooted in the concept of to be. To be isa way of being existential human, characterized by being active, that is theoptimal use of the human strengths for productivity, which tends to makechanges and is interested in goodness, also tends to give and love. The culturalstrategy is then formulated from the concept of to be. This is an attempt tocreate a new culture which includes material and non-material aspects. Materialaspects include social, economic and political structure, while the non-materialaspects includes individual-social character, ideas and objectives of the com-munity in the form of norms, values, dogma, ideology and so forth. Theseaspects are interacting and influencing each other. The orientation of to be willaffect the economic structure, and then form a social character and subse-quently form an idea. Furthermore, the cycle runs in reverse in the relationaldynamic series.
Analisis Filsafat Taoisme Islam Terhadap UU No.16 Th.2019 Atas Perubahan UU No.1 Th.1974 Tentang Perkawinan Fatrawati Kumari; Muhammad Syafi’i
CBJIS: Cross-Border Journal of Islamic Studies Vol. 7 No. 2 (2025): Desember
Publisher : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAI Sultan Muhammad Syafiuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37567/cbjis.v7i2.4208

Abstract

Tingginya angka pernikahan anak di Indonesia dalam satu dekade terakhir menimbulkan kekhawatiran serius bagi pemerintah karena berpotensi melemahkan berbagai dimensi pembangunan, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Untuk menekan angka tersebut, pemerintah menerapkan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) 2020–2024 sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Strategi ini mencakup peningkatan pola pengasuhan, perluasan akses layanan, penguatan ikatan keluarga, pencapaian pendidikan formal 12 tahun, serta implementasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan. Namun, kebijakan tersebut memunculkan beragam respons masyarakat, khususnya kalangan agama Islam, karena sebagian ulama masih membolehkan pernikahan anak. Oleh sebab itu, diperlukan kajian mendalam mengenai UU tersebut dalam perspektif Islam dengan menggunakan analisis filsafat taoisme Islam Sachiko Murata. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan objek material berupa literatur teks Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, sedangkan objek formalnya adalah pendekatan taoisme Islam Sachiko Murata. Kajian ini menghasilkan dua temuan utama. Pertama, praktik pernikahan anak tidak dibenarkan oleh negara berdasarkan ketentuan undang-undang, sehingga semestinya angka pernikahan anak dapat ditekan serendah mungkin. Kedua, Islam pada hakikatnya tidak memberi ruang bagi praktik pernikahan anak, karena fenomena tersebut lebih banyak didorong pertimbangan material, seperti pemenuhan hasrat seksual dan ekonomi. Analisis menggunakan perspektif taoisme Islam Sachiko Murata menunjukkan adanya dominasi dimensi maskulin, di mana ayah atau orang tua lebih berperan dalam menentukan keputusan pernikahan anak, sementara alasan yang digunakan cenderung bersifat kebendaan. Padahal, Islam menekankan keseimbangan antara dimensi maskulin dan feminin yang terarah pada tujuan tertinggi, yakni kemaslahatan umat serta kebahagiaan dunia dan akhirat.