Didik Wahju Hendro Tjahjo
Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ASPEK BIOLOGI, SEBARAN, DAN DAERAH ASUHAN UDANG Metapenaeus dobsoni (MIERS, 1878) DI PERAIRAN ACEH TIMUR Dimas Angga Hedianto; Astri Suryandari; Didik Wahju Hendro Tjahjo
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 23, No 3 (2017): (September 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (993.288 KB) | DOI: 10.15578/jppi.23.3.2017.153-166

Abstract

Udang Metapenaeus dobsoni (Miers 1878) atau dikenal sebagai udang halus/kapur merupakan jenis udang penaeid yang dominan tertangkap di pesisir perairan Aceh Timur. Penelitian yang dilaksanakan pada April dan September tahun 2014-2015 serta April 2016 di perairan Aceh Timur bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi, kepadatan stok dan sebarannya, serta menduga daerah asuhan udang Metapenaeus dobsoni yang berguna sebagai bahan masukan untuk pengelolaannya. Aspek biologi udang yang dianalisis meliputi hubungan panjang-berat, kebiasaan makanan, dan ukuran pertama kali matang gonad (Lm50). Pengambilan sampel untuk mengetahui sebaran Metapenaeus dobsoni dilakukan menggunakan metode sapuan dengan alat tangkap mini beam trawl di 25 stasiun yang mewakili daerah estuaria, sungai, dan pesisir. Udang Metapenaeus dobsoni memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif dengan tingkat trofik sebagai detritivora. Ukuran pertama kali matang gonad dicapai pada ukuran panjang karapas 1,3 cm. Udang Metapenaeus dobsoni tergolong udang kosmopolit dan euryhaline, sehingga menyebar secara luas di sepanjang perairan Aceh Timur. Kepadatan stok udang Metapenaeus dobsoni pada fase juvenil dan udang muda banyak ditemukan di daerah sungai yang ditumbuhi mangrove dengan salinitas di dasar perairan yang relatif rendah dan substrat dominan berupa lumpur (fraksi debu dan liat). Di daerah muara (kuala) dan pesisir dengan substrat dominan pasir dan salinitas cukup tinggi banyak ditemukan udang pada fase muda hingga dewasa. Daerah asuhan utama udang Metapenaeus dobsoni terdapat di Kuala Arakundo.Metapenaeus dobsoni (Miers 1878) shrimp, locally called “udang halus/kapur”, is a dominant penaeid shrimp caught in the coastal waters of East Aceh. The research was conducted in April and September of 2014-2015 and April 2016 in East Aceh waters aims to assess some biological aspects, distribution, stock density, and nursery ground of the shrimp management. Analysis on biological aspects include length-weight relationship, food habits, and carapace length at first maturity (Lm50). Sampling to determine distribution of the species was based on swept area method using mini beam trawl. Total 25 sampling sites selected representing estuary, river, and coastal area, respectively. Metapenaeus dobsoni has negative allometric growth pattern with trophic level as detritivore. Size at first maturity the carapace length of 1.3 cm. Stock density of Metapenaeus dobsoni in the juvenile and adolescent phase commonly found in mangroves-covered river area with relatively low salinity at the bottom waters and have mud as dominant substrate (fraction of silt and clay). The adolescent to adult phase found in the estuary (river mouth) and coastal area with sand as dominant substrate and high salinity waters. The main nursery grounds of Metapenaeus dobsoni found in Kuala Arakundo.
PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DI PERAIRAN KEPULAUAN ANAMBAS Amran Ronny Syam; Fayakun Satria; Didik Wahju Hendro Tjahjo; Masayu Rahmia Anwar Putri
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 11, No 2 (2019): (November) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (160.651 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.11.2.2019.75-87

Abstract

Saat ini perdagangan ikan napoleon masih dikategorikan sebagai perdagangan ilegal. Agar memenuhi legalitas maka perlu dirumuskan opsi pemanfaatan terbatas yang merubah kode status menjadi Ranching (R), sesuai dengan Management Authority dan ketentuan CITES. Makalah ini bertujuan untuk mengkaji opsi pengelolaan ikan napoleon di Perairan Kepulauan Anambas dalam upaya memenuhi ketentuan Management Authority dan CITES sehingga terjamin kelestarian biota tersebut. Metode yang digunakan adalah tinjauan hasil penelitian/informasi tentang ikan napoleon di sekitar Anambas. Hasil kajian menunjukkan bahwa ciri khas perairan kepulauan Anambas adalah kemunculan post larvae dan juvenile ikan napoleon secara periodik dan berkesinambungan di perairan dangkal (daerah nursery ground). Kemunculan benih tersebut dimanfaatkan oleh sebagian nelayan dalam kegiatan pembesaran ikan napoleon (Sistem KJA). Kegiatan perikanan tersebut menguntungkan dengan adanya pasar lokal maupun pasar luar negeri. Oleh karena ikan napoleon masuk dalam daftar biota yang dilindungi, maka diperlukan opsi pembenahan pengelolaan dan pemanfaatan terbatas sumberdaya ikan napoleon melalui Sea Ranching dengan CBA (Capture Based of Aquaculture) yang memenuhi konsep sustainability (keberlanjutan), tracebility (keterlacakan) dan legality (legalitas). Kebijakan pengelolaan dan konservasi diarahkan dalam bentuk pemanfaatan terbatas, perlindungan sumberdaya ikan napoleon dan habitatnya. Oleh karena itu diperlukan penetapan standarisasi prosedur kegiatan (SOP), penetapan aplikasi pengembangan sea ranching ikan napoleon dan pakan alamiahnya, serta penentuan daya dukung pengembangan sea ranching di perairan Kepulauan Anambas.At present, the trade in Napoleon fish is still categorized as illegal trade. In order to fulfill the legality, it is necessary to formulate a limited utilization option that changes the status code to Ranching (R), in accordance with the provisions of Management Authority and CITES. This paper aims to examine the management options of Napoleon fish in the Anambas Islands waters in an effort to fulfill the provisions of Management Authority and CITES, so the sustainability of the biota can be guaranteed. The method used is a review of the results of research / information about Napoleon fish around Anambas. The results of the study showed that the characteristic of Anambas Island waters was the occurrence of post larvae and juvenile napoleon fishes periodically and continuously in shallow waters (nursery ground areas). The occurrence of these seeds is used by some fishermen in the napoleon fish enlargement activity (KJA System). The fishery activities are profitable with the presence of local markets and foreign markets. Because Napoleon fish is included in the list of protected biota, it is necessary to revitalize management and limited utilization of Napoleon fish resources through Sea Ranching, one of which is CBA (Capture Based of Aquaculture) by fulfilling the concepts of sustainability, traceability and legality. Management and conservation policies are directed in the form of limited utilization, protection of Napoleon fish resources and their habitats. Therefore, standardization of activity procedures (SOP) is required, application of Napoleon fish sea ranching and natural food development, and carrying capacity determination of sea ranching development in Anambas Islands waters.
KONSERVASI SUMBER DAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI PANTAI TIMUR ACEH, KABUPATEN ACEH TIMUR Didik Wahju Hendro Tjahjo; Dimas Angga Hedianto; Astri Suryandari; Amula Nurfiarini; Zulkarnaen Fahmi; Indriatmoko Indriatmoko; Joni Haryadi
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 11, No 1 (2019): (Mei) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.949 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.1.1.2019.39-51

Abstract

Udang windu (Penaeus monodon) merupakan salah satu komoditas udang utama dan mempunyai nilai ekonomi tinggi di perairan, Kabupaten Aceh. Saat ini laju eksploitasi udang windu sangat tinggi. Hal tersebut merupakan ancaman terhadap kelestarian sumber daya udang windu. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji opsi pengelolaan konservasi udang windu di Aceh Timur. Kepadatan post larva Penaeidae berkisar antara 0-214 ind/1.000 m3 dan kepadatan stok juvenil udang windu berkisar antara 686-1.875 ind/km2, dimana kepadatan tertinggi di Kuala Arakundo dan Kuala Peureulak. Distribusi spasial kelimpahan udang windu berkisar antara 10-130 ekor/m2 (10-167.000 g/ha). Analisis aspek status pemanfaatan, degradasi habitat (penebangan liar, pembukaan tambak, dan sedimentasi), perkiraan dan evaluasi resiko, serta faktor-faktor yang mendukung diantaranya respon masyarakat dan kesiapan sistem sosial merupakan masukan dalam menentukan konservasi sumber daya udang windu. Oleh karena itu, dalam upaya menjamin kelestarian sumber daya udang windu di alam serta keberlanjutan usaha budidayanya, perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan dan konservasi sumber daya udang windu yang rasional, seperti (a) pengendalian dan pemulihan degradasi lingkungan melalui pengendalian erosi bagian hulu-hilir, dan menjaga dan merehabilitasi hutan mangrove, (b) pengendalian penyebaran penyakit dengan pendekatan kehati-hatian untuk pengembangan budidaya udang vanamei, (c) pengendalian penangkapan juvenil udang windu melalui pelarangan beroperasi alat tangkap sejenis trawl (pukat langgih dan pukat layang), dan (d) revitalisasi dan pengembangan kelembagaan nelayan.Indian tiger prawn (Penaeusmonodon) is one of the main shrimp commodities and has high economic value. East coastal waters of East Aceh district is known as one of the main producer of tiger prawns with the best quality. On the other hand the rate of exploitation of tiger shrimp is very high. This issue is therefore need to be a addressed further. The purpose of this study is, therefore, to assess the management activities needed to conserve tiger shrimp in East Aceh. Penaeidae post larvae density in Aceh Timur ranges from 0-214 ind/1,000 m3 and juvenile stock density ranges from 0,245-49,419 kg/km2, where the highest density is in Kuala Arakundo and Kuala Peureulak. The Spatial Abundance Distribution of indian tiger prawn ranges from 10 to 130 ind./m2 (10-167,000 g/ha). Analysis of aspects of utilization status, habitat degradation (illegal logging, sedimentation, land clearing for aquaculture), risk estimation and evaluation, and factors are inputthat support conservation of tiger shrimp resources. Therefore, in an effort to ensure the sustainability of tiger shrimp resources in the wild and the sustainability of its cultivation business, it is necessary to take steps to manage and conserve rational tiger shrimp resources.such as (a) controlling and restoring environmental degradation through upstream-downstream erosion control, and safeguarding and rehabilitating mangrove, (b) controlling the spread of diseases with precautionary approach to the development of vanamei shrimp farming, (c) controlling the capture of indian tiger prawn juveniles through the prohibition operates of bottom trawling (pukat langgih and pukat layang), and (d) fisherman revitalization and institutional development.