Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PERKEMBANGAN ARMADA PUKAT CINCIN DISELAT MALAKA Tuti Hariati; Duto Nugroho; Eva Suzanna Girsang
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 6, No 2 (2000): (Vol.6 No.2 2000)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5101.707 KB) | DOI: 10.15578/jppi.6.2.2000.43-52

Abstract

Setelah pukat cincin dioperasikan, produksi ikan pelagis dari perairan Selat Malaka sejak tahun 1976 meningkat. Sampai tahun 1987 produksi ikan kembung (Rastrelligerspp.) mencapai 22.809 ton dan ikan layang (Decapterus spp.) mencapai 16.'l 63 ton. Pada periode itu nilai-nilai Maximunt Sustainable Yield (MSY) kedua jenis ikan sudah terlewati dengan tekanan penangkapan terletak pada perairan pantai.
INTERAKSI ANTARA BIOMASSA DENGAN UPAYA PENANGKAPAN: STUDI KASUS PERIKANAN PUKAT CINCTN DI PEKALONGAN OArI'.ItiNrrN Suherman Banon Atmaja; Duto Nugroho
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 12, No 1 (2006): (April 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4665.254 KB) | DOI: 10.15578/jppi.12.1.2006.57-68

Abstract

Pada perikanan akses terbuka akan terjadi kompetbi bebas t€rjadi antara porikanan skala b6sar dan kscil. Kajian stok tidak hanya menduga besaran siok, tetapijuga mengk;jibagaimana respon nelayan kgtika kondsi stok.m'nurun d pendapatan turun di bawah norma
OPTIMISASI HASIL TANGKAPAN PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN LAUT JAWA DAN SEKITARNYA Suherman Banon Atmaja; Duto Nugroho
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 19, No 2 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.181 KB) | DOI: 10.15578/jppi.19.2.2013.73-80

Abstract

Dinamika dan kompleksitas perikanan pukat cincin di Laut Jawa memerlukan kajian dari berbagai sudut pandang analisis.  Perkembangan ini memberikan peluang dilakukannya pendekatan integrasi bio-ekonomi untuk menduga tingkat hasil tangkapan, upaya penangkapan dan biomassa optimum, melalui  aplikasi model surplus produksi Schaefer dan konsep optimisasi Gordon & Schaefer.  Pandangan umum selama ini mencerminkan bahwa sebagian besar pengelolaan perikanan di berbagai perairan selalu mengacu pada pencarian tingkat upaya penangkapan tertinggi untuk menghasilkan nilai hasil ekonomi maksimum (MEY) daripada mencari tingkat upaya penangkapan optimum untuk menghasilkan tangkapan lestari maksimum (MSY). Kajian ini secara umum memberikan indikasi bahwa semakin tinggi rasio nilai biaya eksploitasi (p/c) maka tingkat tangkapan optimum lestari (OSY) akan mendekati nilai MSY.  Apabila nilai OSY atau JTB (total tangkapan yang diperbolehkan) sungguh-sungguh akan diterapkan sebagai landasan utama pengelolaan perikanan pukat cincin di Laut Jawa, maka sudah sewajarnya dilakukan penataan upaya penangkapan melalui pengurangan intensitas pemanfaatan sekitar 30%.  Selain itu, perlu dilaksanakan pengendalian teknologi terhadap peningkatan bertahap upaya penangkapan (technological creep atau effort creep) dan pembatasan investasi tambahan input lainnya.  The dynamic and existence of purse seine fisheries operated in the Java Sea need to be explored from a broader view to manage the fisheries. This situation allow to describe and discuss the integration of bio-economy to determine the level optimum of catch, fishing effort and biomass, through application of surplus production models and concepts Gordon & Schaefer. It has been generally accepted that most of fisheries management reference points rely on effort level which produces maximum economic yield (MEY) rather than at effort level produces maximum sustainable yield (MSY). Overall, the higher the ratio price/exploitation cost (p/c) then optimum sustainable yield (OSY) close to MSY.  If OSY or TAC (Total Allowable Catch) seriously applied as a baseline of fisheries management plan on purse seine fleets in the Java Sea, the on going fishing efforts should be decreased by about 30%. In addition a regular monitoring and control of technological creep or effort creep including additional investment restrictions on other inputs must be done.