Mas Tri Djoko Sunarno
Pusat Riset Perikanan Tangkap, Ancol-Jakarta

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PARAMETER FISIKA, KIMIA, DAN BIOLOGI PENCIRI HABITAT IKAN BELIDA (Chitala lopis) Arif Wibowo; Mas Tri Djoko Sunarno; Safran Makmur
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 15, No 1 (2009): (Maret 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.218 KB) | DOI: 10.15578/jppi.15.1.2009.13-21

Abstract

Penelitian mengenai parameter fisika, kimia, dan biologi penciri habitat ikan belida (Chitala lopis) dilakukan tahun 2005 - 2006 di perairan umum daratan di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Tujuan nya adalah untuk mendapatkan informasi parameter lingkungan yang menjadi karakteristik habitat ikan belida dari berbagai badan air di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Metode survei dan kegiatan laboratorium digunakan dalam penelitian ini. Parameter lingkungan yang diamati meliputi suhu udara, suhu air, Total Dissolved Solid (TDS), Daya Hantar Listrik (DHL), klorofil-a, kecepatan arus, Biological Oxygen Demand (BOD), oksigen terlarut, pH, alkalinitas, CO2 bebas, kedalaman air, dan kecerahan pada 116 lokasi pengambilan yang ditentukan secara sengaja di Sungai Tulang Bawang (Provinsi Lampung), Sungai Kampar, Sungai Siak (Provinsi Riau), Sungai Musi (Provinsi Sumatera Selatan), Sungai Citarum (Provinsi Jawa Barat), Sungai Kapuas (Provinsi Kalimantan Barat), dan Waduk Riam Kanan (Provinsi Kalimantan Selatan). Analisis data menggunakan pendekatan analisis multivariabel regresi berganda Metode Backward yang didasarkan pada Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) dan pembeda (Discriminant Analysis), serta korespondensi analisis (correspondency analysis). Hasil penelitian menunjukkan habitat ikan belida dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu tipe yang menyerupai sungai utama, waduk, dan anak sungai. Pembeda utama sekaligus parameter lingkungan utama adalah parameter TDS yang paling besar, dan selanjutnya parameterparameter DHL, suhu udara, klorofil-a, kecepatan arus, BOD, Oksigen terlarut, pH, alkalinitas, dan CO2 bebas menyumbang yang paling sedikit. Kehadiran plankton genus Ulothrix dan Mytilina secara tidak langsung teridentifikasi sebagai penciri habitat spesifik ikan belida. Research on physical, chemical, and biological parameters indicating specific habitat of clown knife fish (Chitala lopis) was carried out at 2005 - 2006 in inlands waters of Sumatera, Borneo, and Java. This study purposed to obtain information of environmental parameters indicating habitat characteristic of the knife fish in various inland waters bodies in Sumatera, Borneo, and Java. Survey method and laboratory activities were employed in this research. Environmental parameters observed were air temperature, water temperature, Total Dissolved Solid (TDS), conductivity, water velocity, Biological Oxygen Demand (BOD), dissolved oxygen, pH, alkalinity, free C02, water depth, and water transparancy taken on 116 sampling stations distributing in Tulang Bawang River (Lampung Province), Kampar and Siak River (Riau Province), Musi River (South Sumatera Province), Kapuas River (West Kalimantan Province), Riam Kanan Reservoar (South Kalimantan Province), and Citarum River (West Java Province). Data analysis used multivariate approach of multiple regression of Backward Method such as Principal Component Analysis, Discriminant Analysis, and Corre spondency Analysis. The results showed that the clown knife fish habitats could be divided by three types of specific habitat, namely water bodies similar with main rivers, reservoir, and tributaries. Parameter of TDS indicated the primary differentization as well as habitat characteristics of the clown knife fish.Whilst the parameters of conductivity, air temperature, chlorophyill-a, water current, BOD, dissolved oxygen, pH, alcalinity, and free CO2 contributed less significance. The existence of plankton from genus Ulothrix and Mytilina was identified indirectly as the specific habitat of the clown knife fish.
KARAKTERISASI POPULASI IKAN PUTAK (Notopterus notopterus) MENGGUNAKAN ANALISIS KERAGAMAN FENOTIPIK DAN DAERAH 16 SRNA DNA MITOKONDRIA Arif Wibowo; Mas Tri Djoko Sunarno; Subagdja Subagdja; Taufiq Hidayah
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 15, No 1 (2009): (Maret 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (616.565 KB) | DOI: 10.15578/jppi.15.1.2009.1-12

Abstract

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2006 di Sungai Ogan, Sungai Kelekar (anak Sungai Musi, Sumatera Selatan), perairan di Pulau Bangka serta Kota Bangun dan Tanah Ulu (Sungai Mahakam, Kalimantan Timur). Tujuannya adalah untuk menganalisis karakterisasi populasi ikan putak (Notopterus notopterus) dari berbagai habitat berdasarkan pada karakter fenotipik dan genetik serta untuk menentukan karakter morfologi sebagai pembeda utama, mendeterminasi jarak kemiripan antar populasi ikan putak dan untuk menganalisis apakah perbedaan morfologi antar populasi tersebut hanya sekedar fenotipik plastisity atau memiliki dasar evolusi yang signifikan. Dari lokasi pengambilan contoh yang ditentukan secara sengaja (purposive sampling) berhasil dikoleksi 49 spesimen untuk pengukuran morfometrik dan meristik yang berasal dari lima lokasi berbeda dan tujuh spesimen dari dua populasi untuk marka molekuler. Pengukuran biometrik dilakukan pada 35 karakter morfologi bentuk badan pada bagian sisi sebelah kiri tubuh ikan. Data biometrik dianalisis dengan Analisis Deskriminan, menggunakan Software Statistica 6.0, sedangkan data genetik menggunakan Metode Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) pada mitokondria (mtDNA), menggunakan primer 16S rRNA, hasilnya dianalis secara manual kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pada analisis karakter morfologi, populasi ikan putak yang terdapat di Sungai Ogan, Sungai Kelekar, perairan di Bangka, dan Sungai Mahakam (Kota Bangun dan Tanah Ulu) merupakan populasi yang terpisah. Karakter pembeda utama antar kelompok populasi tersebut adalah Snouth Length (SL), Isthmus Length (IL), dan Adipose Length (AL). Populasi ikan putak yang berada di Pulau Kalimantan (Tanah Ulu dan Kota Bangun) memiliki jarak kemiripan yang cukup jauh dengan populasi di Pulau Sumatera (Ogan, Kelekar dan Bangka). Terlihat jelas bahwa pola isolasi dikarenakan oleh barrier alam. Perbedaan antar populasi ikan putak tidak hanya merupakan plastisity fenotipik, namun juga telah memiliki dasar evolusi. This reseach was conducted at 2006 in the rivers of Ogan and Kelekar (segment of Musi River, South Sumatera), waters in Bangka Island, and Kota Bangun, and Tanah Ulu (segment of Mahakam River, East Kalimantan). This study was to reveal population characteristic of putak (Notopterus notopterus) from different habitats based on its characters of fenotipic and genetic, and to determine the most discriminate morphological characters, to determine similiarty distance among the putak population and to analyze whether morphological differences among those populations are just phenotipic plastisity or it has evolution significantly. Of sampling locations selected using purposive sampling were got 49 specimens for measurement of morphometric and meristic originated from five different locations and seven specimens for mtDNA analysis originated from two different populations. Biometric measurement was conducted at 35 morphological characters on the leftside of the fish body. Restriction Fragment Length Polymorphism(RLFP)Method was employed formt DNA analysis using 16S rRNA marker. Biometric datum was subject to Discriminant Analysis using Statistica 6.0 package, since mtDNA was analyzed by manual qualitative. The results on morphological analysis showed that the putak originated from Ogan River, Kelekar, inland waters of Bangka Island, Kota Bangun, and Tanah Ulu were separated population. Snouth Length (SL), Isthmus Length (IL), and Adipose Length (AL) are the most discriminate morphological characters. Population of the putak from Kalimantan Island (Tanah Ulu and Kota Bangun) had wider similarity distance compared to from that Sumatera population (Ogan River, Kelekar River, and Bangka Island). It was clearly shown that  the putak population among different islands was isolated by natural barrier. Morphological difference of the putak was not only caused by fenotipic, but also by evolution significance.
IDENTIFIKASI STRUKTUR STOK IKAN BELIDA (Chitala spp.) DAN IMPLIKASINYA UNTUK MANAJEMEN POPULASI ALAMI Arif Wibowo; Mas Tri Djoko Sunarno; Safran Makmur; Subagja Subagja
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 1 (2008): (Maret 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (755.635 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.1.2008.31-45

Abstract

Penelitian ini dilakukan selama tahun 2006 di perairan umum Propinsi Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Tujuan penelitian ini adalah mendeterminasi struktur stok ikan belida (Chitala spp.) baik pada level inter maupun intra populasi dengan pendekatan morfologi dan genetik. Selanjutnya, menganalisis bagaimana implikasi dari kondisi struktur stok yang ada untuk manajemen dan konservasi spesies ikan belida (Chitala spp.) di alam. Lokasi pengambilan contoh ditentukan secara purposive sampling, dikoleksi 120 spesimen untuk pengukuran morfometrik meristik dan mitochondria-DNA. Pengukuran biometrik dilakukan pada 35 karakter morfologi bentuk badan, pada bagian sisi sebelah kiri tubuh ikan, untuk analisis DNA dilakukan dengan metode restriction fragment length polymorphism pada mitochondria-DNA menggunakan primer 16S rRNA. Analisis data biometrik dengan analisis deskriminan menggunakan software statistica 6.0, analisis mitochondria-DNA dengan analisis molekuler varians dan Fst dalam program Arlequin. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan pada analisis genetik terdapat 5 kelompok populasi ikan belida (Chitala spp.). Populasi Pangkalan Buluh adalah populasi yang unik, memiliki jarak genetik yang lebar dan terpisah dari populasi yang lain, populasi ini ditandai oleh karakter morfometrik AH dan ISL yang besar dan PPFL yang kecil dan nilai NVS yang besar dan NAFL yang kecil pada karakter meristik. Keragaman genetik populasi ikan belida (Chitala spp.) tergolong rendah dengan kisaran antara 0 sampai dengan 0,125. Konservasi ikan belida (Chitala spp.) terutama diprioritaskan pada populasi Kampar Kiri, Ogan, dan Kerinci, prioritas selanjutnya, adalah populasi Pangkalan Buluh (Sungai Musi). Upaya konservasi pada populasi Sungai Kampar Kiri, Sungai Ogan, dan Sungai Kerinci adalah dengan traslokasi atau restocking, sedangkan untuk Pangkalan Buluh adalah penetapan wilayah konservasi sehingga populasi dapat berkembang tanpa dilakukan kegiatan restocking. Data genetik juga menyediakan peta gen untuk perencanaan design persilangan untuk restocking, populasi sintetik dan program breeding ikan belida (Chitala spp.) di lokasi penelitian.  This reseach was conducted during 2006 at Province Riau, South Sumatera and South kalimantan open waters. The purpose of the study was to determine knife fish (Chitala spp.) stock stucture both intra and interspecific level using morphology and genetic approach and then giving research’s recommendation in order how to manage the wild population of knife fish (Chitala spp.). Sampling locations selected base on purposive sampling, finally there were 120 specimen for morfometric, meristic measurement, and mitochondria-DNA analysis. Biometric measurement was conducted at 35 morphology characters, on the leftside of the fish’s body, restriction fragment length polymorphism method was employed for mitochondria-DNA analysis with 16S rRNA marker. Biometric data were subject of discriminant analysis using statistica 6.0 package, mitochondria-DNA was analize with analysis molecular varians and genetic distance (Fst) in arlequen program. The results shown base on genetic analysis there are 5 groups of knife fish (Chitala spp.) population. Knife fish (Chitala spp.) from Pangkalan Buluh displayed unique population, this population has wide genetic distance and separate from others population, marked with bigger morphometric character of AH, ISL, and NVS meristic character, smaller of PPFL on morphometric and NAFL on meris ic character. Genetic diversity of knife f sh (Chitala spp.) was proved to be low in the range of 0 until 0.125. F r knife fish (Chitala spp.) conservation, the priority should be given on the population of Kampar Kiri Rivers, Ogan Rivers, and Kampar Kanan Rivers. The next priority was population Pangkalan Buluh. The appropriate conservation effort for population Kampar Kiri, Ogan, and Kampar Kanan is by translocation, meanwhile for Pangkalan Buluh in situ conservation will be the right choice without restocking program. Genetic  data that were informed from this research could be useful on planning captive breeding for restocking, to make sintetic population, and succesfull breeding program of knife fish (Chitala spp.) on research site.
BEBERAPAASPEK BIOLOGI IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) DI DANAU SINGKARAK Kunto Purnomo; Mas Tri Djoko Sunarno
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 2, No 6 (2009): (Desember 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (679.985 KB) | DOI: 10.15578/bawal.2.6.2009.265-271

Abstract

Sebagai ikan endemik di Danau Singkarak dan ekonomis penting, ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) menyumbang sekitar 71,2% dari total produksi ikan pada tahun 2003 dan cenderung menurun populasinya akibat tangkap lebih dan degradasi lingkungan. Untuk kelestarian ikan tersebut,antara lain perlu didukung oleh data dan informasi mengenai aspek biologinya. Oleh karena itu, suatu penelitian telah dilakukan untuk pengumpulan beberapa aspek biologi ikan bilih mulai bulan Agustus 2003-Oktober 2004 di Danau Singkarak. Contoh ikan bilih diambil dari stasiun penelitian yang ditetapkan secara sengaja di empat tempat. Contoh ikan diukur panjang dan bobotnya, isi saluran pencernaannya, serta diameter dan jumlah telurnya. Parameter pertumbuhan von Bertalanffy(L dan K), mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F), mortalitas total (Z), dan laju eksploitasi (E) dihitung dengan menggunakan data frekuensi panjang total, kemudian diolah dengan menggunakan program FiSAT. Pola kebiasaan makan dari ikan dianalisis memakai indeks preponderan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa panjang total ikan bilih berkisar 4,2-8,6 cm (rata-ratanya 6,2 cm). Pertumbuhan ikan bilih bersifat alometrik positif (p<0,05). Rasio ikan jantandan betina adalah 2:1. Ikan betina mempunyai 5.830-7.390 butir telur per ekor atau 436-628 butir per gram bobot tubuh. Ikan bilih secara teoritis dapat tumbuh sampai mencapai panjang 11,6 cm (L ) dengan laju pertumbuhan (K) 0,5 cm per tahun. Mortalitas alami (M) sebesar 1,46 tahun-1, Nilaimortalitas penangkapan (F)=1,56 tahun-1 dan mortalitas total (Z)=3,02 tahun-1 (kisarannya 2,47-3,55) serta laju eksploitasi (E) sebesar 0,52. Makanan ikan bilih terdiri atas detritus (38,9±7,1%), fitoplankton (33,0±9,2%), zooplankton (22,6±13,6%), dan tumbuhan air (5,4±2,7%).
PENGEMBANGAN MODEL PENGELOLAAN SUAKA PERIKANAN DI PERAIRAN UMUM DARATAN BERBASIS KO MANAJEMEN Zahri Nasution; Mas Tri Djoko Sunarno
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 1, No 1 (2009): (Mei 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (43.475 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.1.1.2009.17-29

Abstract

Pendekatan pengelolaan sumber daya perikanan yang berakar padamasyarakat lebih diarahkan langsung pada masalah-masalah yangberhubungan dengan pengelolaan dan pembangunan perikanan yang dalam pelaksanaannya bernaung di bawah program pembangunan perikanan nasional yang mengikutsertakan aspek-aspek ilmu ekonomi, antropologi, hukum, dan politik, di samping ilmu limnologi. Berbagai kajian yang telah dilakukan, baik di Sumatera (Sumatera Selatan dan Jambi) maupun Kalimantan (Kalimantan Barat) dan berbagai informasi lain menunjukkan bahwa pengelolaan suaka perikanan di perairan umum daratan sudah saatnya diterapkan, jika menginginkan pemanfaatan sumber daya perikanan perairan umum daratan tersebut secara bertanggungjawab. Pola ko manajemen dalam hal ini merupakan suatu alternatif pola kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Pelaksanaan dan pengaturannya dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga pemerintah hanya berfungsi sebagai fasilitator. Dalam implementasinya, penetapan suaka perikanan, secara tekhnis mengikuti beberapa kaidah fungsi biologi dan ekologis yang sudah ada. Sementara itu, mula-mula secara ekonomi suaka perikanan berdampak terhadap upaya mempertahankan dan atau meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan, dan pada akhirnya berdampak secara sosial dan kelembagaan. Pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan, termasuk di dalam pengembangan model pengelolaan suaka perikanan, dapat dilakukan dengan mengikuti tahapan yaitu identifikasi dan penetapan kelompok kerja pengelola sumber daya perikanan, termasuk suaka perikanan di mana pemerintah bertindak sebagai fasilitator. Penetapan rencana pengelolaan suaka perikanan, termasuk unsur-unsur batas yurisdiksi, hak dan kewajiban, dan aturan representasi terkait dengan kegiatan penangkapan ikan dilakukan oleh masyarakat nelayan. Selain itu, penetapan pengawas dan sistem pengawasan pengaturan, termasuk aturan main penegakan peraturan yang telah ditetapkan pada tingkat masyarakat patut diperhatikan sebelum sampai dengan pada sistem hukum positif. Penetapan pengaturan berfungsi sebagai upaya mempertahankan kualitas biologi dan ekologi perairan umum daratan, di samping pengaturan penggunaan alat tangkap dan musim penangkapan yang diperbolehkan.Approach of fisheries resource management using society base is addressed directly to problems related to management and development of fisheries. In implementation it, follows the programs of national fisheries development involving aspects of economics, anthropologic, law, and politics as well as limnology. Many studies conducted in South Sumatera, Jambi, and West Kalimantan and other information concluded that management of fisheries reserve in inland waters could be applied to attain responsible fisheries management in those areas. Co management in this case is an alternative cooperation between the government and society groups. The society is responsible to execution and management those program, so the government plays only as a facilitator. In its application, decision of fisheries reserve technically has to follow existing biological and ecological functions. In the mean time, economical aspect initially of the fisheries reserve have to give an impact on an effort of defending and or increasing fisher income and in the last step, also impacts on aspects of social and institution as well. Organizations of management and utilization of fisheries resource including development of its model could be done following a protocol such as identification and decision of working group as a manager of the fisheries resource e. q. fisheries reserve where the government acts as facilitator. Decision of management plan of fisheries reserve e. q. jurisdiction borders, authority and obligation and representative regulation related to fish catch activities is conducted by the fishers. Besides, decision of observer and regulation system of observation including applying regulations have been made in the society level should be concerned before attaining positive laws. The decision of regulation functions as an effort of sustaining biological and ecological qualities of inland waters besides allowed regulation of using gears and seasonal catch.