Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

DAMPAK PERUBAHAN LUASAN HABITAT SUMBER DAYA IKAN TERHADAP PERIKANAN PERANGKAP PASANG SURUT (APONG) DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Hufiadi Hufiadi; Suherman Banon Atmaja; Duto Nugroho; Mohamad Natsir
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 17, No 1 (2011): (Maret 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (239.056 KB) | DOI: 10.15578/jppi.17.1.2011.61-71

Abstract

Saat ini, proses sedimentasi yang terjadi di Laguna Segara Anakan telah mengakibatkan penyempitan luasan Laguna. Berkurangnya luasan badan air berkorelasi dengan berkurangnya daerah penangkapan maupun daya dukung keberadaan sumber daya ikan terutama spesies ikan yang memiliki tingkah laku ruaya inter habitat. Selama periode tahun 1900-2005, laju penurunan luasan Laguna tertinggi terjadi pada kurun waktu tahun 1983-1995. Kajian ini ditujukan untuk mengungkap dampak perubahan luasan habitat sumber daya ikan terhadap komposisi hasil tangkapan dan produksi perikanan jaring apong. Hasil kajian menunjukkan bahwa di wilayah Ujung Gagak, terjadi penurunan hasil tangkapan/unit/trip sementara di daerah Kuta Weru hasil tangkapan relatif tinggi jika dibandingkan dengan hasil tangkapan periode sebelumnya. Jumlah spesies yang tertangkap jaring apong di wilayah Kuta Weru menurun 47% pada tahun 2010 jika dibandingkan dengan tahun 1985 dan meningkat delapan jenis ikan jika dibandingkan dengan hasil tangkapan tahun 1999. Di daerah Ujung Gagak jumlah jenis ikan yang tertangkap jaring apong menurun jika dibandingkan dengan tahun 1985. Jumlah jenis yang tertangkap pada tahun 2010 menurun 36% jika dibandingkan dengan tahun 1985 dan meningkat 12 jenis ikan jika dibandingkan dengan hasil tangkapan tahun 1999. Currently, the sedimentation process in Segara Anakan as a resulted in reducing the lagoon area. Reducing area of estuarine water bodies is strongly correlated with decreasing fishing area and its carrying capacity, particularly to the fish species which have inter habitat migrating behavior during their life cycle. Observation based on serial available publication during 1900-2005, showed that the highest declining rate of the lagoon area occurred in the period 1983-1995. This study aimed to reveal the impact of diminishing habitat area to fish resource availability and alteration of catch composition on production of tidal trap fishing nets (apong). Catch data analysis shows that declining catch/unit/trip occurred in Ujung Gagak while in the Kuta Weru. The catch relatively high compared with previous periods. Number of species caught in tidal traps net at Kuta Weru area decreased by 47% in 2010 compared to year 1985, but increased about 8 fish species compared with 1999. In ujung Gagak number of fish species caught in nets decreased compared to the year 1985. The number of species captured in 2010 decreased by 36% compared to 1985 and increased by a total of 12 species of fish when compared to the catch in 1999.
ANALISIS UPAYA EFEKTIF DARI DATA VESSEL MONITORING SYSTEM DAN PRODUKTIVITAS PUKAT CINCIN SEMI INDUSTRI DI SAMUDERA HINDIA Suherman Banon Atmadja; Mohamad Natsir; Adi Kuswoyo
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 17, No 3 (2011): (September 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.012 KB) | DOI: 10.15578/jppi.17.3.2011.177-184

Abstract

Akhir-akhir ini pukat cincin yang dioperasikan menggunakan rumpon laut-dalam (payao) telah menjadi masalah serius pada perikanan tuna. Hal ini karena hasil tangkapan komersialnya lebih menurunkan stok ikan tuna dibandingkan metode lainnya. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi aktivitas penangkapan dari kapal pukat cincin berdasarkan atas data mendekati waktu sebenarnya (nearly real time) vessel monitoring system dan catatan nelayan yang digunakan untuk mengestimasi jumlah tawur dan produktivitas. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa estimasi tawur dari data vessel monitoring system lebih besar dari aktivitas penangkapan yang sebenarnya, alasan perbedaan berkisar 24-43%. Hal ini diakibatkan lebih banyak kegagalan tawur dan tidak ada aktivitas penangkapan karena kondisi cuaca yang buruk. Produktivitas dari lima trip kapal contoh selama tahun 2010 menunjukkan hasil tangkapan berkisar 14-63 ton/trip dengan produktivitas berkisar 0,5-1,73 ton/ tawur, di mana produktivitas terendah terjadi pada trip keenam (bulan Juli sampai Agustus). Hasil tangkapan didominansi oleh ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), sedangkan gerombolan ikan cakalang kerapkali bercampur dengan juvenile madidihang (Thunnus albacares) dan juvenile tuna mata besar (Thunnus obesus) yang menghuni lapisan permukaan dan memangsa terutama jenis ikan epipelagis. Keberhasilan perikanan pelagis sebagian besar tergantung pada pengaruhpengaruh jangka pendek, seperti kondisi gelombang besar, arus, terang bulan, dan suhu permukaan laut.Recently, the purse seiners that operated using fish aggregating devices has become a serious problem in tuna fisheries. This commercial catches affected on the declining of tuna stocks compared to other methods. The objective of this study is to evaluate the activity of purse seiners based on nearly real time vessel monitoring system data and records data of the fishermen which was used to estimate haul numbers and productivity. The research concluded that the estimated haul of vessel monitoring system by data is larger than the actual fishing activity, which the difference ranged from 24-43%. It causes more failure haul and no fishing activity due to bad weather conditions. Productivity of 5 trips vessel samples during the year 2010/2011 showed the catch per trip ranges from 14-63 tons and productivity ranges from 0.5-1.73 ton/haul, in which the lowest productivity occurred on the six trip (July until August). The catch was dominated by skipjack (Katsuwonus pelamis) and schools of skipjack often mix with juvenile yellowfin (Thunnus albacares), and big eye (Thunnus obesus). The fish inhabit the surface layer and feed mainly on epipelagic prey. The success of pelagic fishery is largely depend on short