Agustinus Anung Widodo
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PERIKANAN PANCING ULUR DI SAMUDERA HINDIA: HASIL TANGKAPAN IKAN BERPARUH YANG DIDARATKAN DI SENDANGBIRU, MALANG, JAWA TIMUR Agustinus Anung Widodo; Budi Iskandar Prisantoso; Suprapto Suprapto
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 18, No 3 (2012): (September 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (122.14 KB) | DOI: 10.15578/jppi.18.3.2012.167-173

Abstract

Kelompok Kerja Komisi Tuna Samudera Hindia untuk Ikan Berparuh ke IX merekomendasikan pentingnya informasi hasil tangkapan dari perikanan tradisional dalam rangka melakukan pengkajian stok di Samudera Hindia. Salah satu perikanan tradisional yang menghasilkan tangkapan ikan berparuh adalah pancing ulur. Sejak 1997 telah berkembang teknologi pancing ulur dengan target tangkapan utama ikan tuna. Armada pancing ulur yang beroperasi di Samudera Hindia dan berbasis di Sendangbiru menggunakan alat bantu penangkapan rumpon. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui teknologi alat tangkap, jumlah hasil tangkapan, musim penangkapan, komposisi jenis, dan distribusi ukuran ikan berparuh yang tertangkap pancing ulur dilakukan di Sendangbiru, Malang, Jawa Timur pada Februari-November 2009. Data primer yang meliputi jenis dan ukuran ikan dikumpulkan dari kegiatan pengambilan contoh, sedangkan data sekunder dikumpulkan dari laporan di pelelangan ikan. Data sekunder meliputi informasi teknologi pancing ulur, trip penangkapan, jenis dan jumlah ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hasil tangkapan ikan berparuh sebanyak 5,97% dari total hasil tangkapan. Ikan berparuh tertangkap sepanjang tahun dengan puncaknya pada Mei. Komposisi jenis ikan berparuh meliputi 61,41% setuhuk hitam, 20,50% ikan pedang, 14,36% ikan layaran, 2,29% setuhuk loreng dan 1,43% setuhuk biru. Ukuran ikan berparuh menurut panjang cagak paruh bagian bawah berkisar antara 83 - 151 cm, 112 - 121 cm, 71 - 201, dan 101 - 161 cm masing-masing untuk setuhuk loreng, ikan tumbuk,  ikan pedang dan ikan layaran. The 9th Working Group on Billfish in 2011 recommended that the information on billfish exploitation of traditional fisheries around Indian Ocean especially an assessmet of the fish stock is very important. Hand line is one of the fishing gears used in traditional fisheries of billfish.  This fishing technique targeting on tuna has been developed since 1997. The hand line fleets based at Sendangbiru, Malang that operated in the Indian Ocean were using FADs. This research was conducted in this area to reveal the hand line fishing gear technology, fishing season, number of catch, catch composition and fish size distribution of billfish. The primary data composting of fish species and the size as well as fishing contruction was collected by sampling at the fish landing. Whilst the secondary data consisting of number of trip, species and number of fish was collected from fish auction records. Results show that the percentage of the billfish was 5.97% from total catch. Generally, billfish was caught all the year, with the peak season was in May. The billfih composition consisted of 61.41% black marlin, 20.50% swordfish, 14.36% sailfish, 2.29% striped marlin, and 1.43% blue marlin. The size of billfish measured by lower jaw fork length ranges between 83 - 151 cm, 112 - 121 cm, 71 - 201 and 101 - 161 for striped marlin, shortbill spearfish, swordfish and sailfish, respectively.
PENGARUH EPISODE LA NINA DAN EL NINO TERHADAP PRODUKSI BEBERAPA PELAGIS KECIL YANG DIDARATKAN DI PANTAI UTARA JAWA Kamaluddin Kasim; Agustinus Anung Widodo; Andhika Prima Prasetyo
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 17, No 4 (2011): (Desember 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (688.875 KB) | DOI: 10.15578/jppi.17.4.2011.257-264

Abstract

Sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa telah dimanfaatkan secara intensif sejak dekade tahun 1980-an danmerupakan kegiatan perikanan utama di Indonesia. Beberapa famili ikan pelagis dominan yang tertangkap diantaranya dari famili Clupeidae, Carangidae dan Scombridae. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh periode La Nina dan El Nino terhadap produksi beberapa jenis ikan yang dominan tertangkap di Pantai Utara Jawa. Penelitian dilakukan selama bulan April sampai dengan September 2010 dengan mengumpulkan data pendaratan ikan melalui enumerator di beberapa lokasi pendaratan ikan yakni PPN Pekalongan; PPI Bajomulyo II dan Bajomulyo I – Juwana; serta PPIRembang. Data SouthernOscilation Indiex (SOI) diperoleh dari situs resmi BadanMetereologi pemerintah Australia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa puncak produksi ikan layang, banyar dan tongkol yang didaratkan di Pantai Utara Jawa relatif lebih panjang pada periode La Nina dibandingkan pada periode El Nino. Rata-rata produksi ikan selar berbeda nyata (P<0,05) antara periode El Nino dan Periode La Nina sedangkan jenis layang, banyar dan tongkol tidak berbeda nyata (P>0,05). Pelagic fish resources in the Northern Coast of Java has been exploited since early 1980’s as themost intensive fishery in Indonesia. Several families of pelagic fish that commonly exploited in Java Sea are Clupeidae, Carangidae, and Scombridae. The study was conducted from March to September 2010 by compiling fish landing data from field enumerators in the several fish landing locations such as PPN Pekalongan, PPI bajomulyo I and Bajomulyo II at Juwana, and PPI Rembang. The Current work aims to determine the production of small pelagic fishery affected by El Nino or La Nina evidence. Southern Oscillation Index (SOI) parameter was used as an indicator of climate change parameter. The results show that the peak of season production of russel’s scad (Decapterus russelli), indianmackerel (Rastrelliger kanagurta), and frigate mackerel (Auxis thazard) weremore longer during the periode of La Nina than those of the periode of El Nino. Average production values of yellowstrip trevally (Selaroides leptolepis) were significantly different during La Nina periodes compared to El Nino periodes (P<0,05) while russel’s scad, indian mackerel, and frigate mackerel did not show significantly different.
JENIS, UKURAN DAN DAERAH PENANGKAPAN HIU THRESHER (FAMILI ALOPIIDAE) YANG TERTANGKAP RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA Agustinus Anung Widodo; Ralph Thomas Mahulette
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 4, No 2 (2012): (Agustus 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.112 KB) | DOI: 10.15578/bawal.4.2.2012.75-82

Abstract

Sebagai anggota Indian Ocean Tuna Commision (IOTC) Indonesia wajib mengadopsi isi Resolusi IOTC 10/12 yang mengatur pengelolaan sumberdaya ikan hiu thresher (famili Alopiidae). Secara spesifik Indonesia belum melaksanakan pengelolaan sumberdaya hiu thresher karena spesies tersebut belum mendapatkan perhatian serius. Tulisan ini bermaksud menyampaikan hasil penelitian tentang ikan hiu thresher (Famili Alopiidae) yang tertangkap rawai tuna di Samudera Hindia berbasis di Cilacap. Data diperoleh dari kegiatan pengambilan contoh di pelabuhan tahun 2010, kegiatan observasi di atas kapal rawai tuna bulan Januari 2010 dan laporan statistik PPS Cilacap tahun 2006-2010. Hasil kajian menunjukkan bahwa: (a) di perairan Indonesia ada dua spesies dari tiga spesies hiu thresher yang ada di dunia, yaitu hiu monyet atau pelagic thresher (Alopias pelagicus Nakamura 1935) dan hiu paitan atau bigeye thresher (A. superciliosus Lowe 1840). Satu spesies lainnya yang belum pernah ditemukan adalah thinfin thresher (A.vulpinus Bonnaterre1788).  Dilihat dari teknologi rawai tuna yang digunakan, daerah sebaran hiu thresher sama dengan tuna di Samudera Hindia, sehingga sulit untuk menghindari tidak tertangkapnya hiu thresher oleh rawai tuna. Jumlah dari jenis hiu monyet yang tertangkap rawai tuna di Samudera Hindia berkisar 0,1-0,6 % dan hiu paitan berkisar 0,1-1,3 % dari total tangkapan. Ukuran hiu thresher yang tertangkap rawai tuna umumnya ikan yang telah dewasa (berkisar 54-74%) dan diduga telah mengalami pemijahan. Hampir semua bagian hiu thresher dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan farmasi. Selain dipasarkan di dalam negeri, ikan hiu thresher juga diekspor terutama siripnya ke manca negara dan terbanyak ke China. As a member of IOTC, Indonesia is obliged to implement all IOTC’s resolutions including resolution 10/12 on the conservation of thresher sharks (Family Alopiidae) caught in association with fisheries in the IOTC area of competence. Indonsia has not implementing the Resolution 10/12 yet, especifically for thresher sharks as an important resource. Therefore, in order to support implementation of the IOTC Resolution 10/12, this paper presents results of a research on thresher shark caught by tuna long line operated in Indian Ocean based at Cilacap was carried out.  Data obtained by port sampling program in Cilacap Fishing Port in 2010, onboard observer program on the commercial tuna long line vessel based in Cilacap on January 2010 and annual report (fisheries statistic) of Cilacap Fishing Port 2006-2010 were used within this paper. The result showed that: (a) thresher sharks are one of bycatch in tuna long line fisheries; (2) there are two species of thresher shark caught by tuna long liner i.e. pelagic thresher (Alopias pelagicus Nakamura 1935) and bigeye thresher (A.superciliosus Lowe 1840), while thinfin or fox thresher (A.vupinus Bonneterre 1788) has not been noted in the catch composition so far.  The percentage of pelagic and bigeye thresher sharks caught by tuna long liner were 0.1-0.6 % and 0.1-1.3 % of the total catch, respectively. Mostly, the thresher shark caught by tuna long line is adult fishes (54-74%) this predicted that this species has spowned.  The products of thresher are marketed locally and exported, mainly to China, especially for their fin.