Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

RELOKASI MUSEUM KRETEK KUDUS DENGAN PENEKANAN DESAIN NEO-VERNAKULAR sasongko, bayu; Pandelaki, Edward Endriarto; Supriyadi, Bambang
IMAJI Vol 1, No 2 (2012): IMAJI
Publisher : IMAJI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (845.066 KB)

Abstract

Kota Kudus dikenal dengan Kota Kretek, karena kisah kretek bermula dari Kota Kudus. Akan tetapi untukdunia pariwisata Kabupaten Kudus terkenal dengan pariwisata religiusnya karena terdapat dua makam yaituSunan Muria berada di Muria dan Sunan Kudus berada di tengah Kota Kudus, satu kompleks dengan Masjiddan Menara Kudus. Karena kedua makam tersebut, Kudus dikunjungi tiap tahun begitu banyak peziarah dari kota manapun,membuat Kudus mudah dan melekat pada ingatan masyarakat luas bahkan sampai beberapa negara tetanggakita. Begitu bagusnya potensi itu sudah selayaknya dunia kepariwisataan di Kabupaten Kudus digarap denganserius. Menggali semua potensi pariwisata yang belum digali dan memaksimalkan potensi (aset) wisata yangsudah ada di Kudus ini merupakan dua hal yang perlu dilakukan dengan serius. Maka dari itu perlu ditingkatkanlagi tentang potensi sejarah kretek yang berkembang di Kota Kudus dengan adanya Museum Kretek. Kajian diawali dengan mempelajari pengertian dan hal-hal mendasar mengenai kretek, standarstandarmengenai tata ruang dalam museum, studi banding beberapa museum di Indonesia. Dilakukan jugatinjauan mengenai lokasi Museum Kretek Kudus dan pembahasan konsep perancangan dengan penekanandesain Arsitektur Neo-vernakular. Tapak yang digunakan adalah tapak asli relokasi. Selain itu juga dibahasmengenai tata massa dan ruang bangunan, penampilan bangunan, struktur, serta utilitas yang dipakai dalamperancangan “Relokasi Museum Kretek dengan Penekanan Desain Neo-Vernakular”.Konsep perancangan ditekankan desain Arsitektur Neo-vernakular Yulianto Sumalyo (1997:451) mengartikan vernakular sebagai bahasa setempat yang dalam arsitekturistilah ini menyebut bentuk-bentuk yang menerapkan unsure-unsur budaya setempat. Lingkungan termasukiklim setempat diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak, denah, struktur, detail-detail bagian,ornament, dll). Dengan batasan tersebut maka arsitektural tradisional dalam bentuk permukiman maupununit-unit bangunan di dalamnya dapat dikategorikan vernakular murni, terbentuk oleh tradisi turun temuruntanpa poengaruh dari luar. Dalam perkembangan arsitektur modern, ada suatu bentuk yang mengacupada bahasa setempatdengan mengambil elemen-elemen arsitektural yang ada ke dalam bentuk-bentuk modern yaitu neovernakular.Sedangkan tujuan arsitek neo-vernakular memiliki tujuan melestarikan unsur budaya lokalsetempat yang secara empiris terbentuk oleh perilaku dan tradisi turun temurun termasuk bentuk dansistemnya.
STRATEGI PENGEMBANGAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH The Development Strategy Of Agricultural Extension In The District Of Semarang Central Java Sasongko, Bayu; Satmoko, riroso; Mukson, Mukson
Jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian Vol 15, No 1 (2018): Jurnal Pengembangan Penyuluhan Peternakan
Publisher : UPPM Politekik Pembangunan Pertanian Yogyakarta Magelang (Polbangtan Yoma)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1274.038 KB)

Abstract

This study was aimed to analyze the implementation of agricultural extension in Semarang Regency, analyze the strengths, weaknesses, opportunities and threats of agricultural extension activities in Semarang Regency, also analyze the position and determine the strategy to be implemented in developing agricultural extension in Semarang Regency. The research used a survey method and located in Semarang Regency, Central Java. This research was conducted in November 2016 to May 2017 using 99 Respondents and 6 people as a key person respondents. Factors affected the development of agricultural extension in Semarang Regency consists of five strengths factors, five weakness factors, five opportunities factors, and five threats factors. Alternative strategies were develop using SWOT analysis and prioritization strategy was determined using AHP (Analytical Hierarchy Process) with expert choice version 11 program. The result showed that the development strategy of agricultural extension in Semarang Regency using S-O strategy along with priority strategy, namely (1) a proposal to the government for enacted regulations that have a positive impact on farmers with 0,299 in value, in the form of government regulations to give agriculture product price assurance, (2) Optimizing the performance of extension workers to conduct a training to the farmers by approaching farmer groups with 0,245 in value, could be conducted by technical inventiveness extension in district level, visitation and supervision, farmer discussion in district level, and farmers field day, (3) Utilizing the community positive perception to optimize the performance of agricultural extension with 0,156 in value, through the certification of agricultural extension as a formal recognition to competent counselor in their duties, (4) Conduct a training and extension activities to improve farmers skills and knowledge with 0,150 in value, through training and visitation approach, (5) Utilizing technology innovations development to optimize the role and function of the extension services in each region with 0,150 in value by means ofagricultural technology dissemination produced by the Research and Development of the Ministry of Agriculture.Keywords: Strategy, Counseling, Strength, Weakness, Opportunities, Threats 
RELOKASI MUSEUM KRETEK KUDUS DENGAN PENEKANAN DESAIN NEO-VERNAKULAR bayu sasongko; Edward Endriarto Pandelaki; Bambang Supriyadi
IMAJI Vol 1, No 2 (2012): IMAJI
Publisher : Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (845.066 KB)

Abstract

Kota Kudus dikenal dengan Kota Kretek, karena kisah kretek bermula dari Kota Kudus. Akan tetapi untukdunia pariwisata Kabupaten Kudus terkenal dengan pariwisata religiusnya karena terdapat dua makam yaituSunan Muria berada di Muria dan Sunan Kudus berada di tengah Kota Kudus, satu kompleks dengan Masjiddan Menara Kudus. Karena kedua makam tersebut, Kudus dikunjungi tiap tahun begitu banyak peziarah dari kota manapun,membuat Kudus mudah dan melekat pada ingatan masyarakat luas bahkan sampai beberapa negara tetanggakita. Begitu bagusnya potensi itu sudah selayaknya dunia kepariwisataan di Kabupaten Kudus digarap denganserius. Menggali semua potensi pariwisata yang belum digali dan memaksimalkan potensi (aset) wisata yangsudah ada di Kudus ini merupakan dua hal yang perlu dilakukan dengan serius. Maka dari itu perlu ditingkatkanlagi tentang potensi sejarah kretek yang berkembang di Kota Kudus dengan adanya Museum Kretek. Kajian diawali dengan mempelajari pengertian dan hal-hal mendasar mengenai kretek, standarstandarmengenai tata ruang dalam museum, studi banding beberapa museum di Indonesia. Dilakukan jugatinjauan mengenai lokasi Museum Kretek Kudus dan pembahasan konsep perancangan dengan penekanandesain Arsitektur Neo-vernakular. Tapak yang digunakan adalah tapak asli relokasi. Selain itu juga dibahasmengenai tata massa dan ruang bangunan, penampilan bangunan, struktur, serta utilitas yang dipakai dalamperancangan “Relokasi Museum Kretek dengan Penekanan Desain Neo-Vernakular”.Konsep perancangan ditekankan desain Arsitektur Neo-vernakular Yulianto Sumalyo (1997:451) mengartikan vernakular sebagai bahasa setempat yang dalam arsitekturistilah ini menyebut bentuk-bentuk yang menerapkan unsure-unsur budaya setempat. Lingkungan termasukiklim setempat diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak, denah, struktur, detail-detail bagian,ornament, dll). Dengan batasan tersebut maka arsitektural tradisional dalam bentuk permukiman maupununit-unit bangunan di dalamnya dapat dikategorikan vernakular murni, terbentuk oleh tradisi turun temuruntanpa poengaruh dari luar. Dalam perkembangan arsitektur modern, ada suatu bentuk yang mengacupada bahasa setempatdengan mengambil elemen-elemen arsitektural yang ada ke dalam bentuk-bentuk modern yaitu neovernakular.Sedangkan tujuan arsitek neo-vernakular memiliki tujuan melestarikan unsur budaya lokalsetempat yang secara empiris terbentuk oleh perilaku dan tradisi turun temurun termasuk bentuk dansistemnya.
STUDI PENGOLAHAN TERIPANG KERING Nurlaila Ervina Herliany; Eko Nofridiansyah; Bayu Sasongko
JURNAL ENGGANO Vol 1, No 2
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.032 KB) | DOI: 10.31186/jenggano.1.2.11-19

Abstract

Teripang merupakan komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi dan telah digunakan sejak lama sebagai obat-obatan alami. Di pasar dunia, umumnya teripang dipasarkan dalam bentuk kering. Indonesia merupakan negara pengekspor teripang terbesar di dunia. Tetapi, nilai jualnya lebih rendah dibanding negara lain karena mutu yang rendah sebagai hasil proses pengolahan yang kurang baik. Untuk itu, perlu dilakukan studi mengenai proses pengolahan teripang kering. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari proses pengolahan teripang kering serta menentukan mutu teripang kering yang dihasilkan. Teripang segar yang digunakan adalah jenis teripang pasir (Holothuria scabra). Proses pengolahan mengacu pada metode Sasongko (2015) yang dimodifikasi. Teripang kering yang dihasilkan dianalisis proksimat (kadar air, abu dan protein) dan hasilnya dibandingkan dengan SNI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teripang kering memiliki kualitas yang bagus, dilihat dari kenampakan visual dan kandungan proksimatnya. Kadar air teripang kering 7,3%; kadar abu 9,8% dan kadar protein 79,59% dengan tekstur yang keras seperti batu dan warna hitam merata.
Restorative Justice Crime Of Narcotics In The Elderly With Narcotic Evidence Sasongko, Bayu; Barthos, Megawati; Suparno, Suparno
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 4 No. 05 (2023): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jiss.v4i05.826

Abstract

The fact that there is numerous abuse of narcotics and dangerous drugs in Indonesia today is inseparable from the many modes and justifications used by these abusers in carrying out their actions. The exploration is remembered for the regularizing juridical assessment, the strategy involved by the creator as the peculiarities concentrate on that happens connected with the utilization of helpful equity in drug cases has been performed at the examination site. The results are that the Crook Code Bill has thought about the age of the more established in the criminal system, by setting the age north of 75 years for guilty parties of criminal goes about very far they are not open to confinement. In the conversation of Article 72 of the Lawbreaker Code Bill, this age limit was deferred, between the time of "north of 70 years" or "more than 75 years" for culprits of criminal goes about quite far they were not expose to detainment. This arrangement was one of the issues forthcoming at the Detailing Group Meeting (Timus), yet at the accompanying Timus Meeting concurred that "mature more than 75 years" for culprits to try not to be condemned to jail quite far (become Article 76), considering the future that the higher it is. For the elderly who are caught in drug abuse cases, consider the interests of the perpetrators who act as victims by prioritizing rehabilitation efforts as the best way to return the perpetrators to the condition they were in before committing drug abuse