Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

DASAR-DASAR TANGGUNG JAWAB PRODUSEN DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Toto Tohir Suriaatmadja
Jurnal Repertorium Vol 5, No 1 (2018)
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstracIn life,  every ones  is a consumer.  The early, relation consumer and producer as  private  relation without intervention of state. And then,  growth the law of consumer protection. The relation consumer and producer  often subject to contract, or really there is no relation  between them. But, consumer have a  legal protection right. So, without contract or strict connection, producer must be liability for consumer loss. That is must be analysis, base  of producer liability,  and reason of why producer must liability for consumer lossKey word : producer; consumer; liability AbstrakDalam keseharian manusia adalah konsumen. Hubungan konsumen dan produsen pada mulanya dibiarkan apa adanya sebagai hubungan privat,  tanpa ada turut campur penguasa. Kemudian  lahir hukum perlindungan konsumen. Hubungan konsumen produsen sering tidak dilandasi perjanjian  atau sama sekali tidak ada hubungan. Akan tetapi, konsumen tetap dilindungi secara hukum. Jadi tanpa ada dasar perjanjian atau hubungan langsung  produsen tetap bertanggung jawab atas kerugian konsumen. Inilah yang ditelusuri dan dikaji dalam tulisan ini, dasar tanggung jawab produsen; dan, alasan produsen harus bertanggung jawab.Kata kunci :  produsen; konsumen; tanggung jawab.
Implikasi Hukum atas Putusan Derden Verzet dalam Perkara Nomor 14/PK/Pdt/2019 Mengenai Bantahan terhadap Sita Eksekusi Ditinjau dari Hukum Acara Perdata Alya Pradhnyana; Toto Tohir Suriaatmadja; Rimba Supriatna
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.443 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.840

Abstract

Abstract. Derden Verzet is one of the extraordinary legal efforts made by a third party in a civil case. The third party here is the party who in the previous case did not participate in the litigation and or was not involved at all. Derden Verzet is filed when the property rights of the third party have been violated due to a decision. The problem in this research is how the aspects of justice for the decision against Derden Verzet's lawsuit in the case of Number 14/PK/Pdt/2019 in conjunction with Number 133/Pdt.Bth/2012/PN.BB, and excess or legal consequences of Derden Verzet's decision. The research method for this legal research s a normative juridical approach, with a legal analysis method in the form of legal refinement, based on data sources relating to Civil Procedure Law. Suggestions that can be conveyed to the Panel of Judges in writing this Legal Research are to be more careful in granting the request for confiscation of execution so that the determination of the confiscation of execution doesn't violate the property rights of third parties. Abstrak. Derden Verzet adalah salah satu Upaya Hukum Luar biasa yang di ajukan oleh pihak ketiga dalam suatu sengketa keperdataan. Pihak ketiga disini ialah pihak yang pada perkara sebelumnya tidak ikut berperkara dan atau sama sekali tidak terlibat. Derden Verzet diajukan ketika hak milik dari pihak ketiga tersebut telah dilanggar karena adanya suatu putusan. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana aspek keadilan atas putusan terhadap gugatan Derden Verzet dalam perkara Nomor 14/PK/Pdt/2019 jo Nomor 133/Pdt.Bth/2012/PN.BB, dan excess atau akibat hukum atas putusan Derden Verzet tersebut. Adapun yang menjadi metode penelitian skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif, dengan metode analisi hukum berupa penghalusan hukum, berdasarkan sumber data yang berkaitan dengan Hukum Acara Perdata. Saran yang dapat di sampaikan untuk Majelis Hakim dalam penulisan skripsi ini adalah untuk lebih berhati-hati dalam mengabulkan permohonan sita eksekusi agar penetapan sita eksekusi tersebut tidak melanggar hak milik pihak ketiga.
Hak Penumpang yang Tidak Terdaftar di Manifest Atas Asuransi dalam Kecelakaan Pesawat Ditinjau dari Undang-Undang No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Dihubungkan dengan Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Farhan Bhadrika Arya Putra; Toto Tohir Suriaatmadja
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.497 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.1217

Abstract

Abstract. Insurance is an agreement, whereby an insurer binds himself to an insured, by receiving a premium to compensate him for a loss, damage, or loss of expected profit, which may occur due to a certain event. Insurance is an important aspect of aviation and air transportation. This is because the field of aviation and air transportation is a field that is related to the problem of risk. In a flight, a passenger has a ticket as a form of agreement with the carrier and the condition for the ticket is to use a valid identity card, which then enters the passenger data into the flight manifest. The object of this research is a passenger who is not registered in the manifest for the flight accident of Sriwijaya Air SJ-182 where in that case two passengers bought tickets using other people's personal data. Based on this phenomenon, the problems in this study were formulated as follows: (1) To what extent are passengers' rights to insurance other than mandatory insurance as stipulated by Law No. 40 of 2014 concerning Insurance? (2) What is the airline's responsibility to passengers who are accident victims who are not registered in the manifest according to Law No.1 of 2009 concerning Aviation. The researcher used a normative juridical approach. The data collection technique used in this study was a literature study. The results of this study are: Insurance other than mandatory insurance can be obtained if the passenger buys voluntary insurance which is outside the mandatory insurance and the carrier remains responsible for the victims of passenger accidents as regulated in the Aviation Law. Abstrak. Asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tertentu. Asuransi merupakan salah satu aspek yang penting dalam penerbangan dan pengangkutan udara. Hal itu disebabkan, bidang penerbangan dan pengangkutan udara merupakan suatu bidang yang berakaitan dengan masalah risiko. Dalam penerbangan, penumpang memiliki tiket sebagai bentuk polis perjanjian dengan pengangkut dan syarat tiket adalah dengan menggunakan identitas diri yang sah, yang kemudian data penumpang tersebut masuk kedalam Manifes penerbangan. Yang menjadi objek penelitian ini yaitu penumpang yang tidak terdaftar di manifes atas kecelakaan penerbangan maspakai Sriwijaya Air SJ-182 dimana dalam kasus tersebut dua orang penumpang membeli tiket menggunakan data pribadi oranglain Berdasarkan fenomena tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Sejauh mana hak penumpang mendapatkan asuransi selain asuransi wajib yang telah ditentukan Undang-Undang No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian? (2) Bagaimana tanggungjawab maskapai penerbangan terhadap penumpang korban kecelakaan yang tidak terdaftar di manifes menurut Undang-Undang No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Peneliti menggunakan metode Pendekatan secara Yuridis Normatif Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah: Asuransi selain asuransi wajib bisa didapatkan apabila penumpang membeli asuransi sukarela yang terdapat diluar asuransi wajib dan pengangkut tetap bertanggungjawab atas korban kecelakaan penumpang yang diatur dalam UU Penerbangan.
Perjanjian Kredit secara Online dengan Fitur Paylater Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Rizki Amelia Firdaus; Toto Tohir Suriaatmadja
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v3i1.5046

Abstract

Abstract. Shopee Paylater is an electronic payment facility provided by an e-commerce, namely Shopee.co.id. Shopeepaylater offers an alternative electronic payment facility for consumers to make purchases using bailout funds previously lent by Shopee and paid at a specified time in accordance with the terms and conditions that apply. There is an increase in public interest in using Shopee Paylater, and many people still do not understand their rights and obligations, so it is necessary to regulate this in order to provide certainty and protection for users and business actors providing Paylater services. The existence of this research is to look at the forms of credit agreements that arise in the implementation of buying and selling with the Shopee Paylater feature, including the legal relationship between parties in Paylater transactions. Research method In this normative juridical study, only library data or secondary data were examined, which included primary, secondary, and tertiary legal materials. Based on the results of research and discussion, credit agreements that occur in Shopeepaylater transactions with consumers based on an analysis of Article 1313 of the Civil Code are not contradictory and the credit agreement is valid as stated in Article 1320 of the Civil Code. Credit agreements that arise in these transactions are standard agreements, namely agreements where the existing terms and conditions have been arranged unilaterally by the agreement giver. The standard agreement that exists for credit transactions between Shopeepaylater and consumers is regulated in Article 1319 of the Civil Code. The legal relationship between the parties involved in the shopee paylater transaction is between PT. Commerce Finance as a creditor with Shopee paylater consumers as debtors occurs on the basis of a loan agreement as referred to in Article 1754 of the Civil Code. The legal relationship that occurs between PT. Commerce Finance with PT. LDN is the principal and the principal. This then makes PT. LDN has the right to distribute funds to Shopee paylater consumers. Abstrak. Shopee Paylater merupakan salah satu fasilitas pembayaran elektronik yang disediakan oleh salah satu e-commerce yaitu Shopee.co.id. Shopeepaylater menawarkan fasilitas pembayaran elektronik alternatif konsumen melakukan pembelian menggunakan dana talang yang dipinjamkan sebelumnya oleh Shopee dan dibayarkan pada waktu yang ditentukan sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Adanya peningkatan minat masyarakat dalam menggunakan Shopee Paylater masih banyak masyarakat belum memahami hak dan kewajibannya dengan itu perlu adanya pengaturan hal tersebut guna memberikan kepastian dan perlindungan bagi pengguna dan pelaku usaha bisnis penyedia layanan Paylater. Adanya penelitian ini untuk melihat bentuk perjanjian kredit yang timbul dalam pelaksanaan jual beli dengan fitur Shopee Paylater tersebut, termasuk hubungan hukum antara pihak dalam transaksi Paylater. Metode penelitian Dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang diteliti hanya data kepustakaan atau data sekunder, yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, perjanjian kredit yang terjadi pada transaksi Shopeepaylater dengan konsumen berdasarkan analisis Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak bertentangan dan perjanjian kredit tersebut sah sebagaimana pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian kredit yang timbul pada transaksi tersebut merupakan perjanjian baku yaitu perjanjian yang sebab syarat dan ketentuan yang ada telah diatur secara sepihak oleh pemberi perjanjian. Perjanjian baku yang ada pada transaksi kredit antara Shopeepaylater dan konsumen telah diatur pada Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hubungan hukum para pihak yang terlibat dalam transaksi shopee paylater yaitu antara PT. Commerce Finance selaku kreditur dengan konsumen Shopeepaylater selaku debitur terjadi atas dasar perjanjian pinjam meminjam sebagaimana Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Adapun hubungan hukum yang terjadi antara PT. Commerce Finance dengan PT. LDN ialah pemberi kuasa dan penerima kuasa. Hal ini lantas menjadikan PT. LDN berhak menyalurkan dana kepada konsumen Shopeepaylater.