Septiawadi Septiawadi
IAIN Raden Intan Lampung

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Pergolakan Pemikiran Tasawuf di Indonesia: Kajian Tokoh Sufi ar-Raniri Septiawadi, Septiawadi
KALAM Vol 7 No 1 (2013)
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Study, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/klm.v7i1.448

Abstract

Polemik antara pemikiran tasawwuf Falsafi dan tasawwuf akhlaki telah muncul seiring pertumbuhan Islam di Nusantara. Artikel ini berupaya mengungkap konsep tasawuf al-Raniri dengan membandingkannya dengan pemikiran tasawwuf yang ada sebelumnya. Dengan konsep tasawwuf akhlakqinya, ar-Raniri berusaha memurnikan konsep tasawuf para pendahulunya yang bercorak falsafi yang dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam. Perbedaan mendasar dari ajaran tasawuf ar-Raniri dengan lainnya dapat dianalisa pada konsep wujudiyah. Berbeda dengan Hamzah Fansuri dan Syamsuddin yang menggambarkan hanya ada satu wujud yang memancarkan wujud lain (makhluk) dan itu masih wujud yang satu, al-Raniri mengakui adanya dua wujud tersendiri (Khaliq dan Makhluq). Selain itu, berbeda dengan pendahulunya yang lebih mementingkan hakikat., ar-Raniri sangat mementingkan pelaksanaan syari’at dalam kehidupan. Meski hasil pemikiran atau konsep yang kemukakan Hamzah dan Syamsuddin ini berbeda dengan pemikiran al-Raniri, tidak berarti bahwa konsepsi dan pemikiran yang dikembangkan oleh dua orang sufi pendahulunya itu menyimpang dari ajaran Islam. Sebab konsep tersebut tidak ada yang bertentangan dengan ajaran dasar Islam itu sendiri.
Tafsir Sufistik Tentang Taubat Dalam al-Qur'an Septiawadi, Septiawadi
KALAM Vol 7 No 2 (2013)
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Study, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/klm.v7i2.462

Abstract

Islam sesungguhnya memberikan ruang untuk penghapusan dosa, yaitu Taubat. Namun demikian tidak semua ummat Islam memahami hakekat Taubat yang sesungguhnya (taubat an-Nasuha). Tulisan ini mengkaji ayat-ayat yang terkait dengan makna taubat. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan sufistik berdasarkan pada kitab tafsir karya Ibnu Arabi, at-Tustari dan Sa‘i>d H}awwa. Dalam perspektif sufistik, makna taubat yang mendasar adalah yang dilakukan secara istimrar (berkelanjutan) serta diikuti oleh amal saleh. Taubat seperti ini yang dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. Taubat juga harus diiringi dengan amal saleh yang dapat disaksikan orang lain. Sebab, taubat tidak mencapai sasaran yang diharapkan untuk mengganti keburukan dengan kebaikan bila tidak ada usaha perbaikan diri sendiri dan masyarakat. Karena itu, menurut perspektif ini, upaya menciptakan masyarakat yang selalu dekat dengan Allah hanya dapat dicapai melalaui tasawuf kolektif. Taubat harus didahului dengan pengakuan diri sebagai orang yang tunduk pasrah (muslimain) secara totalitas sehingga merasa luluh dalam kefana’an.
Simbolisasi Alam Semesta Dalam Ajaran Tasawuf (Perspektif Penafsiran Isyari) Septiawadi, Septiawadi
AL-DZIKRA: JURNAL STUDI ILMU AL-QUR'AN DAN AL-HADITS Vol 12 No 2 (2018)
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Study, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/al-dzikra.v12i2.3894

Abstract

AbstrakSalah satu kitab tafsir yang menggunakan pendekatan secara isyari adalah kitab tafsir as-Sulami yang disusun oleh Imam Abu Abdurrahman Muhammad bin Husain as-Sulami. Tulisan ini mengangkat penafsiran as-Sulami dengan makna isyarinya mengenai pengungkapan unsur alam semesta. Untuk membahas persoalan diatas, peneliti mendeskripsikan ayat-ayat mengenai pengungkapan alam yang disinyalir bermakna sufistik. bahwa data-data yang terhimpun diwacanakan, diuraikan dan dijelaskan sebagaimana terdapat dalam kitab tafsir kemudian dilakukan analisis. Pendekatan tasawuf dipakai untuk menggali makna sufistik untuk memahami pesan wahyu yang abstrak. Dengan demikian, simbolisasi ayat tentang alam, dikupas dengan mengungkap isyarat-isyarat yang dipahami ahli tasawuf. Hasil kajian, menyimpulkan bahwa pemaknaan secara isyari terhadap alam semesta berorientasi pada penggambaran terhadap diri manusia dalam rangka penyadaran akan kesucian manusia. Kata Kunci: Simbol Alam, Tafsir Isyari
Pemaknaan Waliy (Awliya’) Sebagai Pemimpin Dalam Pandangan Mufassir Klasik dan Modern Septiawadi, Septiawadi
AL-DZIKRA: JURNAL STUDI ILMU AL-QUR'AN DAN AL-HADITS Vol 16 No 1 (2022)
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Religious Study, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/al-dzikra.v16i1.10324

Abstract

AbstractThe study of the scriptures through interpretations is a way to provide solutions to stem conflicts in socio-political relations in a pluralistic society. By using a qualitative method with a library research approach, this research will examine the meaning of waliy or awliya' from classical and modern commentators. The commentator's view explains that the mention of waliy or awliya' is a term that indicates close friendship, help from enemies used in asylum asking for protection. Wali is closer to its use outside of political leadership, while its use in political space and regional power uses the term waalin. AbstrakKajian terhadap kitab suci melalui penafsiran-penafsiran adalah suatu jalan untuk memberikan solusi membendung pertikaian dalam hubungan social politik ditengah masyarakat yang majemuk. Dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kepustakaan (library research) penelitian ini akan mengkaji makna waliy atau awliya’ dari mufassir klasik dan modern. Pandangan mufassir menjelaskan bahwa penyebutan waliy atau awliya’ merupakan istilah yang menunjukkan persahabatan dekat, pertolongan dari musuh yang digunakan dalam persuakaan minta perlindungan. Wali lebih dekat penggunaannya diluar kepemimpinan politik, sedangkan penggunaan pada ruang politik dan kekuasaan wilayah memakai istilah waalin.Kata Kunci: Pemimpin; Penafsiran; Waliy-Awliya’.
Moral Education in the Story of Prophet Yusuf: A Thematic Study of Classical and Contemporary Tafsir Lischontina, Maylina; Septiawadi, Septiawadi; Badi'ah, Siti
Ensiklopedia: Jurnal Pendidikan dan Inovasi Pembelajaran Saburai Vol 5, No 02 (2025): ENSIKLOPEDIA: Jurnal Pendidikan dan Inovasi Pembelajaran
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/esp.v5i02.4453

Abstract

Moral education is a crucial aspect of human character formation. The moral crisis of the modern era demands a strengthening of education grounded in divine values. The Qur’an presents the story of Prophet Yusuf as a moral exemplar encompassing honesty, patience, self-control, and leadership. This study aims to examine the moral educational values in the story of Prophet Yusuf based on classical and contemporary exegesis. The research employs library research with a thematic (tafsir maudhu’i) approach. The findings show that classical exegesis (such as Ibn Kathir and al-Ṭabari) emphasizes moral aspects through a narrative-based approach, while contemporary exegesis (such as Quraish Shihab and al-Maraghi) highlights the moral relevance for modern life. The study concludes that the moral education embedded in the story of Prophet Yusuf remains relevant and can serve as a foundation for Islamic education in the present era.