This Author published in this journals
All Journal Al-Fath
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

NAFS (JIWA) DALAM AL-QUR’AN Muhammad Sari; Titi Lusyati
Al-Fath Vol 8 No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v8i2.3060

Abstract

Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1) Kata nafs dengan segala bentuknya terulang 331 kali dalam Al-Qur’an, sebanyak 72 kali di antaranya disebut dalam bentuk nafs khusus yang berdiri sendiri. Pengklasifikasian tentang ayatayat nafs sebagai berikut: QS. Al-Infithaar: 6-7, QS. Al-Maidah: 32, QS. Al-Baqarah: 286, QS. Ar-Ra'd: 11, QS. Asy-Syams: 7-10 dan QS. Al-An'am: 93. 2) Penafsiran Al-Alusi tentang ayat-ayat nafs( jiwa) yaitu: nafs muthmainah itu adalah jiwa yang tenang yang beriman dan percaya,selalu condong kepada kebenaran yang sampai pada keyakinan dan sekiranya tidak tercampur dengan keraguan dan juga tidak di campuri suatu kegelisahan dalam jiwa dari segi yang baik. Nafs Al-Ammarah yaitu nafs yang selalu menyuruh kepada kejahatan dan kejelekan yang lebih condong kepada hawa nafsu, nafs al-lawwamah yaitu jiwa yang tenang yang cocok atau sesuai untuk jiwa yang ammarah. 3) Eksistensi dan hikmah ayat-ayat nafs adalah secara garis besar nafs itu menjadi dua bagian yaitu: nafs yang ta'at melaksanakan perintah-perintah Allah meninggalkan semua larangannya. Kedua adalah nafs yang cenderung melawan ketentuanketentuan Allah, keinginan-keinginannya selalu berlawanan. Nafs laksana Api bagi kehidupan alam raya ini bagi manusia di umpamakan sebagai motor atau penggerak dalam memenuhi kebutuhan manusia jadi nafs sangat berpotensi sekali bagi kita. Adapun hikmahnya yang bisa kita ambil bahwa segala sesuatuyang kita lakukan harus di barengi dengan niat dan jiwa yang ikhlas agar kita tidak salah melangkah, dengan adanya pengertian nafs di atas kita bisa mengetahui baik buruknya jiwa yang ada pada diri kita masing-masing.
KAJIAN ULAMA SALAF DALAM MEMAHAMI AYAT – AYAT MUTASYABIHAT Muhammad Sari; Sartika Dewi
Al-Fath Vol 7 No 1 (2013): Juni 2013
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v7i1.3111

Abstract

Ulama Salaf tidak menggunakan ta'wil tafsili dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, mereka hanya memberlakukan metode tafwid dan taslim saja sebagai aplikasinya. Terlebih ketika mereka para teolog hanya mendukung pendapatnya saja, tanpa melihat data-data konkrit sebagaimana generasi awal telah mempraktekannya pada metode ta'wil tafsili. Metode ta'wil tafsili ini tidak begitu dominan seperti metode tafwid dan taslim yang pada aplikasinya tidak menyimpangkan makna. Oleh sebab itu ulama Salaf disamping menggunakan metode tafwid dan taslim juga mengunakan metode ta’wil tafsili.
Peranan Bahasa Arab dalam Kajian Ilmu Agama Islam Muhammad Sari
Al-Fath Vol 9 No 1 (2015): Juni 2015
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v9i1.3331

Abstract

Bahasa Arab sudah dikenal sejak zaman pra-Islam. Pada zaman ini Bahasa Arab sering dijadikan perlombaan, khususnya yang bersifat apresiatif kesenian. Lahirnya agama baru yang dibawa Nabi Muhammad Saw, yang sumber utamanya al-Qur’an ditulis dalam Bahasa Arab dan susunan kalimatnya serta bahasanya tidak dapat ditandingi, karena ia bukan ciptaan manusia (Muhammad) melainkan wahyu Allah Swt. Bahasa dan kehidupan beragama erat sekali hubungannya. Semua agama mempunyai kitab suci yang diturunkan dalam bahasa ummatnya. Adapun naskah kitab suci dirasa lebih agung dan syahdu bila ditulis dalam bahasa aslinya. Kitab suci agama Islam, yakni al-Qur’an ditulis dalam Bahasa Arab, bukan dalam bentuk terjemahan. Penerjemahan kitab suci kurang berfaedah, sebab tidak mampu mencakup makna hakiki dari yang diterjemahkan. al-Qur’an dan al-Sunnah serta al-ijtihad pada awalnya ditulis dalam Bahasa Arab. Ketiga sumber hukum tersebut secara original merupakan lahan kajian ajaran Islam secara utuh. Realitas itu memperlihatkan bahwa Bahasa Arab tak dapat dipisahkan dari hakikat wujud Islam itu sendiri. Keharusan bagi siapapun yang ingin mendalami dan mengkaji Islam secara luas menguasai Bahasa Arab sebagai alat bantunya.
Konsep Wahyu dan Nabi pada Agama Samawi Muhammad Sari
Al-Fath Vol 12 No 2 (2018): Desember 2018
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v12i2.3186

Abstract

Hampir semua agama besar dunia, khususnya yang sering disebut “agama-agama semitik.” (Yudaisme, Kristianisme, dan Islam) yang memang disebabkan latar-balakang sejarah dan “nasab” yang sama, secara fundamental bertumpu pada “wahyu” dan “nabi” untuk menegaskan eksistensinya baik secara ontologis maupun legalistiknya. Oleh karena itu, “wahyu” menjadi salah satu dari tiga pilar utama epistemologgi dalam islam.1 Namun dapat dikatakan bahwa dalam hal yang menyangkut konsep dan detail tentang “wahyu” dan “nabi”, terdapat perbedaan yang sangat mendasar diantara ketiga agama tersebut, makalah singkat ini ingin mencoba mengkaji secara ketauhidin ilmiah, kedua konsep “wahyu” dan “kenabian” dalam ajaran islam, dengan merujuk sumber-sumber utama islam dan analisis-analisis rasional yang dikembangkan oleh para sarjana atau ilmuwan baik klasik maupun modern.
Al-Dakhil (Infiltrasi ) Ajaran Islam Muhammad Sari
Al-Fath Vol 6 No 1 (2012): Juni 2012
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v6i1.3207

Abstract

Hamba-hamba Allah yang shalih-shalih dan yang cerdas-cerdas. Mereka itu semuanya pencari kebenaran dan telah ditemukan kebenarannya itu. Allah meng-informasikan kebenarannya dalam (q.1:7,2:127,4:69). Sehingga mereka diberi (dititipi) kepekaan terhadap kebenaran atau faham atas kekekliruan penyimpangan-penyimpangan ajaran islam (al-qur’an), baik penyim-pangan dari segi praktisi (pengamal)nya dan teoritisnya, baik yang datang dari dirinya maupun dari luar dirinya. Dan dia tanggap terhadap penyimpangan dan pema-haman atas ajaran-ajaran islam (al-qur’an dan al-hadis). Karena memiliki standar kebenaran (pema-haman) ajaran islam (al-qur’an). Disebabkan mereka rajin membaca, mentadabur dan memahami serta meng-amalkan ajarandan nilai-nilai al-qur’an (islam) dalam keseharianyua. Sehingga ajaran (keyakinan)nya terhin-dar (terjaga) dari virus-virus (ad-dakhil) atau kisah-ki-sah yang menyimpang dan sesat serta yang berten-tanga; merusak keyakinan dan kepercayaan ajaran-ajaran (agamanya) al-islam. Mereka langsung mem-perbaiki terhadap prilaku-prilaku dan teori-teori doku-men ajarannya (al-Qur’an dan al-Hadis). Langsung memfilter dan mengiditnya serta menerbitkan (men-syi’arkan) keseluruh dunia muslim (islam). Sebagai pelurus dan penawar (penyembuh) dari segala virus-virus neatis ajaran (jiwa) al-Islam (al-Qur’an dan Sunah-Rasul Muhammad saw).