Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

MODEL KONSULTASI DIGITAL DALAM MEMBANTU TIM PENGAWAL, PENGAMANAN PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH (TP4D) GUNA MEWUJUDKAN KEJAKSAAN YANG PROFESIONAL, KOMUNIKATIF, DAN AKUNTABEL Moch. Marsa Taufiqurrohman
Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 2 No 2 (2020): Oktober
Publisher : Program Studi PPKn Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Undiksha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelayanan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Republik Indonesia, khususnya dalam layanan konsultasi Pemerintah Daerah, BUMD, maupun perusahaan yang berkaitan dengan pembangunan masih belum terlaksana secara profesional, komunikatif, dan akuntabel. Keberadaan TP4D dalam praktiknya justru menggunakan celah konsultasi untuk melakukan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Untuk itu, karya tulis ilmiah ini menggagas suatu strategi model layanan konsultasi dengan memanfaatkan teknologi digital. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif yang dikombinasikan dengan pendekatan deskriptif analitis-kualitatif, artikel ini hendak memberikan gagasan mengenai model layanan konsultasi digital ini akan menunjang upaya pencegahan KKN di dalam internal TP4D maupun objek pengamanan dan pengawalan TP4D itu sendiri. Model konsultasi digital ini akan terdiri dari dua kategori. Pertama, berupa pendapat hukum yang bersifat kasuistik. Kedua, berupa pendampingan hukum yang bersifat berkelanjutan. Pendapat hukum di sini berupa jasa hukum yang diberikan oleh TP4D secara online sesuai dengan fakta hukum tentang suatu permasalahan hukum yang dibuat atas permintaan dan untuk kepentingan negara atau pemerintah. Pendampingan hukum berupa jasa hukum yang diberikan oleh TP4D berupa pendapat hukum secara berkelanjutan atas suatu kegiatan yang diajukan oleh pemohon. Setelah itu akan diakhiri dengan kesimpulan atas pemberian pendapat Hukum tersebut dalam bentuk kertas kerja. Selain itu, titik fokus dalam model konsultasi digital ini adalah bagaimana pengawasan dan evaluasi berkala tetap terus dilakukan. Untuk mengukur seberapa jauh pengawalan dan pengamanan memberi manfaat optimal dalam upaya pencegahan korupsi.
Penggunaan Daluwarsa sebagai Dasar Gugatan Praperadilan di Indonesia: Antara Formil atau Materiil Peter Jeremiah Setiawan; Xavier Nugraha; Moch. Marsa Taufiqurrohman
Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi Vol. 3 Issue 2 (2020) Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi
Publisher : Faculty of Sharia, Universitas Islam Negeri (UIN) Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri Purwokerto, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.158 KB) | DOI: 10.24090/volksgeist.v3i2.4125

Abstract

This article aims to answer what is the scope of pretrial in statutory regulations and whether expiration can be used as an excuse to file a pretrial lawsuit. By using legal research methods through statutory, conceptual, and case-based approaches, this article concludes that the absence of a clear categorization regarding the formal and material aspects of the expiration case creates a dilemma. In its development, expiration has begun to be recognized as a formal reason which incidentally does not touch the subject matter of the case, an thus can be used as a pretrial excuse. This can be seen in the Pre-trial Decision Number: 143/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel. Ultimately, this article suggests the need for a clear regulation in the Perma regarding the categorization of formal and material aspects in pretrial hearings.
Meninjau Penerapan Ambang Batas Pemilihan pada Sistem Pemilihan Umum Proporsional di Indonesia Moch. Marsa Taufiqurrohman
Politika: Jurnal Ilmu Politik Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Program Magister Ilmu Politik, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/politika.12.1.2021.128-143

Abstract

Sejak dekade awal reformasi, sejumlah besar partai politik (parpol) telah didirikan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia di era pasca-Soeharto tidak dapat menghalangi munculnya fragmentasi politik. Dengan mempertimbangkan sistem multi-partai ideal Sartori, pemerintah yang efisien harus mengadopsi pluralisme moderat di parlemen. Alih-alih mampu mendorong pluralisme moderat, hasil pemilihan umum (Pemilu) Indonesia setelah reformasi justru menghasilkan pluralisme ekstrem dengan partai-partai pemenang minoritas yang mengakibatkan pemerintahan yang lemah. Meskipun tidak ada ketentuan konstitusional tentang ambang batas pemilihan ini, dalam praktiknya, ambang batas pemilihan dipandang sebagai alternatif untuk menyederhanakan sistem multi-partai yang kompleks. Di sisi lain, penentuan jumlah persentase ambang batas pemilihan dilakukan tanpa metode dan argumen yang memadai. Dari Pemilu ke Pemilu persentase ambang batas pemilihan selalu berbeda-beda. Selain itu, para pembuat kebijakan hanya berpendapat bahwa semakin tinggi ambang pemilihan proses politik dan pengambilan keputusan akan lebih sederhana dan lebih efisien, tanpa dapat menjelaskan secara terukur angka ideal untuk setiap pemilihan dalam keadaan apa pun. Akibatnya, sistem ini dapat mengabaikan aspirasi pemilih yang suaranya sudah hangus tanpa sempat dihitung untuk konversi kursi DPR.