Gusti Ayu Putu Nia Priyantini
Universitas Pendidikan Ganesha

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM PEREDARAN OBAT TANPA IZIN EDAR LEMBAGA BERWENANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS : PUTUSAN PN SINGARAJA NOMOR 80/PID.SUS/2017/PN SGR) I Kadek Sukadana Putra; Gusti Ayu Putu Nia Priyantini
Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 3 No 2 (2021): Oktober
Publisher : Program Studi PPKn Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Undiksha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non-fisik. Selain itu, masyarakat Indonesia mempunyai tujuan untuk membangun manusia seutuhnya, yakni terpenuhinya kebutuhan jasmani dan rohani termasuk kesehatan. Untuk mencapai tujuan itu, maka setiap orang harus bersaing secara sehat dan kuat sehingga akan memberikan begitu banyak tantangan-tantangan bagi konsumen, produsen/pengusaha ataupun sebagai pemerintah untuk melakukan hal tersebut. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen, sedangkan yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang pemakai barang/atau jasa. Selanjutnya Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Ada beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam kasus-kasus perlindungan konsumen yaitu Masyarakat bawah yang menjadi korban Karena tidak punya pilihan lain, masyarakat ini terpaksa mengkonsumsi barang/jasa yang hanya semampunya di dapat, dengan standar kualitas dan keamanan yang sangat minim. Kondisi ini menyebabkan diri mereka selalu dekat dengan bahaya- bahaya yang bisa mengancam kesehatan dan keselamatan dirinya kapan saja. Dilihat dari kasus-kasus di atas maka dari itu masyarakat dihimbau harus lebih berhati-hati dalam penggunaan terhadap barang-barang yang berhubungan dengan kesehatan, karena sudah bayak contoh yang dapat dilihat, agar tidak terulang kejadian yang sama.
PERLINDUNGAN HAK CIPTA TERHADAP EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL GEGURITAN BALI DI INDONESIA I Kadek Sukadana Putra; Gusti Ayu Putu Nia Priyantini
Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 3 No 2 (2021): Oktober
Publisher : Program Studi PPKn Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Undiksha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Geguritan adalah bentuk kesusastraan Bali Tradisional yang dapat digolongkan ke dalam bentuk puisi. Namun apabila ditinjau dari segi isinya geguritan merupakan salah satu karya sastra yang tergolong prosa, sehingga geguritan dapat dikategorikan ke dalam puisi naratif. Geguritan adalah puisi naratif yang tidak bisa dikaji hanya dengan menggunakan teori puisi modern saja, namun dikaji berdasarkan unsur-unsur yang khas. Geguritan dibentuk oleh pupuh-pupuh dan pupuh tersebut diikat oleh beberapa syarat. Proses penciptaan geguritan tidak hanya pada masa lampau tetapi penciptaan geguritan sampai saat ini masih tetap hidup dan berkelanjutan dengan berbagai tema seperti kepahlawanan, percintaan, politik, sosial. Selain itu mengandung berbagai lukisan kebudayaan, buah pikiran, budi pekerti, nasihat, hiburan dan termasuk kehidupan beragama. Geguritan juga mengandung nilai- nilai yang banyak dijadikan pedoman oleh orang-orang sebagai tuntunan moral. Geguritan Bali hak ciptanya dipegang oleh Negara dalam ketentuan dari Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam hal ini, perlindungan karya cipta Geguritan Bali Hak Cipta belum dapat dilindungi secara ekspresi budaya tradisional dengan utuh karena adanya kekaburan norma serta perbedaan karater antara Hak Kekayaan Intelektual dan Ekpresi Budaya Tradisional. Sehingga Pemerintah Daerah diharapkan dapat mengajukan gugatan atas kewenangannya terkait dengan perbanyakan Geguritan Bali tanpa izin untuk kebutuhan komersial.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TRADISI MEGOAK-GOAKAN SEBAGAI WUJUD PELESTARIAN IDENTITAS BUDAYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMAJUAN KEBUDAYAAN (STUDI KASUS TRADISI Gusti Ayu Putu Nia Priyantini; Ketut Sudiatmaka; Ni Ketut Sari Adnyani
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 5 No. 2 (2022): Agustus, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v5i2.51689

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa upaya perlindungan hukum terhadap tradisi Megoak-goakan di Desa Adat Panji sebagai wujud pelestarian identitas budaya ditinjau dari perspektif pasal 38 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan Pasal 1 butir 3 Undang-Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan serta menganalisa peran wadah kountas Bala Goak dalam pemasyarakatan tradisi Megoak-goakan di Desa Adat Panji. Jenis Penelitian yang dugunakan adalah yuridis empiris. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian ini yaitu di Desa Adat Panji, Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara yang nantinya data yang diperoleh tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil menunjukan bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta belum mampu memberikan perlindungan hukum yang optimal terhadap tradisi Megoak-goakan, hal ini dikarenakan belum adanya peraturan pemerintah yang secara mengkhusus mengatur mengenai keberadaan ekspresi budaya tradisional dan pengimplementasian Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang pemajuan kebudayaan dapat dikatakan cukup optimal hal ini dibuktikan dengan diakuinya tradisi Megoak-goakan sebagai warisan budaya tak benda dengan diberikannya sertifikat Nomor129254/MPKF/KB/20 oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.