Abstract: The purpose of this study is to review the concept of ta’āwun taught by Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam and the reality of ta’āwun practice in the Islamic insurance industry in Indonesia. This research is also intended as a critique and input on the current practice of implementing ta’āwun. In contrast to conventional insurance, which uses a sale and purchase contract in its transactions, Sharia insurance uses the concept of ta’āwun in its transaction contracts. Qs. Al-Maidah verse 2 is the legal basis of this ta’āwun concept. This research used qualitative methods, the descriptive approach, and library research. The results of this study conclude that the concept of ta’āwun used by Islamic insurance currently needs to fully reflect the concept of ta’āwun in Qs Al-Maidah verse 2, which has been practised by Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam and his friends. In practice, Sharia insurance companies set a maximum age limit for prospective participants, while the maximum age for participation is 65 years. This maximum age limit for participation means that not all prospective Sharia insurance participants can be accepted as customers. It is undoubtedly different from the practice of ta’āwun that existed at the time of Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, where the concept of ta’āwun was carried out without knowing the conditions. It is fitting for Sharia insurance to adhere to the principle of monotheism properly and rely on Allah Subhanallahu Wata'ala to carry out the wheels of its Sharia insurance business by not limiting participation age. Sharia insurance practitioners naturally adhere to the principles of ta’āwun and monotheism and believe with certainty that to worship Allah Subhanallahu wa Ta'ala, even though there is no age limit for participation, the company will still get the benefits expected in other ways.Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengulas konsep ta’āwun yang diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dan realita praktik ta’āwun di dunia industri asuransi syariah di Indonesia. Penelitian ini juga dimaksudkan sebagai kritik dan masukan terhadap praktik penerapan ta’āwun yang berlangsung saat ini. Berbeda dengan asuransi konvensial yang mempergunakan akad jual beli dalam transaksinya, asuransi Syariah menggunakan konsep ta’āwun dalam akad transaksinya. Qs. Al-Maidah ayat 2 adalah landasan hukum dari konsep ta’āwun ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah kualitatif, adapun pendekatan yang digunakan adalah desktiptif. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah Kepustakaan (Library Research). Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa konsep ta’āwun yang digunakan asuransi Syariah saat ini masih belum mencerminkan sepenuhnya konsep ta’āwun yang ada di dalam Qs. Al-Maidah ayat 2 yang sudah dipraktikan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dan para sahabatnya. Dalam praktiknya, perusahaan asuransi Syariah menetapkan batas maksimal usia bagi calon peserta, adapaun maksimal usia kepersertaan adalah 65 tahun. Pembatasan maksimal usia kepersertaan ini membuat tidak semua calon peserta asuransi Syariah dapat diterima menjadi nasabah. Hal ini tentu berbeda dengan praktik ta’āwun yang ada di jaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam di mana konsep ta’āwun yang dilakukan tanpa mengenal syarat. Sudah sepatutnya asuransi Syariah memegang prinsip tauhid dengan benar serta bertawakal kepada Allah Subhanallahu Wata’ala dalam menjalankan roda bisnisnya dengan tidak membatasi usia kepersertaan. Para praktisi asuransi Syariah sudah sewajarnya memegang prinsip ta’āwun, tauhid dan yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa dengan niat beribadah kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala, walaupun tidak ada pembatasan usia kepersertaan, tetap akan mendapatkan keuntungan sebagaimana yang diharapkan oleh perusahaan.