Sebagian besar orientalis berasumsi bahwa Al-Qur’an bukanlah wahyu murni, melainkan teks religius yang sarat dengan jejak tradisi Yahudi dan Kristen. Artikel bertujuan menganalisis kajian orientalis, yang secara umum menegaskan bahwa kandungan ajaran Yahudi serta sejumlah unsur doktrin Kristen memberikan pengaruh signifikan terhadap konstruksi al-Qur’an. Orientalis secara umum memahami bahwa dogma serta kisah para nabi yang disampaikan Muhammad dalam Al-Qur’an tidak bisa dilepaskan dari rujukan Alkitab. Bahkan, mereka menilai bahwa tanpa acuan kitab suci Yahudi-Kristen, banyak narasi dalam Al-Qur’an yang tidak bisa dipahami secara utuh. Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif-analitis serta telaah pustaka. Dari hasil kajian literatur, terungkap bahwa orientalisme tidaklah monolitik, di satu sisi terdapat kritik tajam dan kecenderungan reduksionis terhadap asal-usul Islam, namun di sisi lain ada pula kontribusi ilmiah yang objektif, khususnya dalam bidang filologi, kajian bahasa Semantik, serta kronologi sejarah teks. Dengan demikian, orientalisme dapat dipandang sebagai medan akademik yang ambivalen, di mana bias ideologis bercampur dengan capaian ilmiah yang bernilai. Penelitian ini berkontribusi dalam melengkapi kajian pengaruh pemikiran orientalis terhadap studi Al-Qur’an, mengakui sumbangan orientalis dalam bidang bahasa dan sejarah teks, serta menekankan perlunya sikap kritis umat Islam agar tidak menolak atau menerima pandangan mereka secara berlebihan.