Melalui media sosial, cyberspace sebagai ruang publik baru mampu menarik perhatian publik untuk berkomunikasi dan berinteraksi kapanpun dan di manapun. Cyberspace menggeser kontestasi politik yang semula tentang pertarungan gagasan dan idelogi politik menjadi ajang penampilan aktor. Penggambaran aktor politik yang muncul di media sosial mengarah pada hoaks, ujaran kebencian, dan gosip. Di pedesaan, gosip adalah lokalitas budaya di kalangan ibu-ibu. Budaya gosip membuat seseorang mudah diterima dalam sebuah kelompok atau komunitasnya. Dalam pertarungan politik, gosip dapat digunakan untuk membunuh karakter lawan politik. Seperti dalam Film Pendek “Tilik” ketika gosip tersebut disebarkan ketika situasi pemilihan kepala desa. Gosip mengenai seorang bernama Dian menjadi pemantik obrolan yang ditujukan untuk menjatuhkan lurah petahana. Sebuah film dapat menjadi sebuah cermin atas realitas sosial, sekaligus sebagai agen konstruksi realitas. Perpaduan antara realitas sosial dan agen konstruksi realitas menjadi sarana untuk memahami fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Sebagai sebuah refleksi realitas sosial, film seringkali menjadi cerminan keadaan di sekitar kita. Dalam Film Pendek “Tilik”, penokohan Bu Tejo, budaya gosip, dan pertarungan antar kontestan politik adalah sebuah realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gosip dapat digunakan sebagai alat pembunuhan karakter lawan politik di kalangan ibu-ibu pedesaan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan analisis naratif dari Tzvetan Todorov yang dimodifikasi oleh Lacey & Gillispie. Struktur narasi Todorov dipakai untuk melihat pembunuhan karakter lawan politik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembunuhan karakter lewat gosip yang diceritakan berulang dan terus-menerus dapat menjadikan orang lain mempercayai gosip sebagai sebuah kebenaran.