Kresna Tri Dewi
Marine Geological Institute of Indonesia, Jl. DR. Junjunan No. 236, Telp. 022 603 2020, 603 2201, Faksimile 022 601 7887, Bandung

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

ABNORMAL MICROFAUNAL SHELLS AS EARLY WARNING INDICATOR OF ENVIRONMENTAL CHANGES SURROUNDING BERAU DELTA, EAST KALIMANTAN Kresna Tri Dewi; Yusuf Adam Priohandono
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 26, No 1 (2011)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (707.917 KB) | DOI: 10.32693/bomg.26.1.2011.32

Abstract

A total of 25 sediment samples from surrounding Berau Delta, East Kalimantan have been used for microfaunal study. It is found some abnormal shells of ostracoda, foraminifera and other forms with darkish shells (black, dark green and dark brown). These forms were analyzed using SEM-Energy Dispersive X-ray spectroscopy (EDX or EDS) to know their chemical composition. The result shows that these abnormal forms composed of CaO, SiO2, C, FeO, Al2O3, K2O, and small amount of Na2O and Cl. They may derive from different sources: CaO and MgO from neutralized component during the environmental management to handle the Acid Mine Drainage (AMD). The other components may derive from coal ash during combustion process or other activities. From this result, the small amount (less than 5%) of abnormal shells may be used as early warning indicator of environmental changes in the study area. Keywords: abnormal microfaunal shells, chemical composition, Berau Delta. Sebanyak 25 sampel sedimen dari sekitar Delta Berau, Kalimantan Timur telah digunakan untuk studi mikrofauna. Ditemukan cangkang abnormal dari ostracoda, foraminifera dan spesimen bentuk lain dengan cangkang kegelapan (hitam, hijau tua dan coklat tua) Bentuk-bentuk ini kemudian dianalisa menggunakan SEM-Energy Dispersive X-ray spectroscopy (EDX or EDS) untuk mengetahui komposisi kimiawinya. Hasilnya menunjukkan bahwa cangkang-cangkang mikrofauna yang abnormal ini mengandung CaO, SiO2, C, FeO, Al2O3, K2O, dan sedikit kandungan Na2O dan Cl. Komponen ini kemungkinan mempunyai sumber yang berbeda: CaO dan MgO mungkin berasal dari bahan penetral selama pengelolaan lingkungan untuk mengatasi air asam tambang (AMD). Komponen lain berasal dari abu batubara saat proses pembakaran atau aktivitas lain. Jumlah cangkang abnormal yang sedikit (kurang dari 5%) ini kemungkinan dapat digunakan sebagai indikator peringatan dini adanya perubahan lingkungan di daerah penelitian. Kata kunci: cangkang mikrofauna abnormal, komposisi kimiawi, Delta Berau
OSTRACODA FROM SUBSURFACE SEDIMENTS OF KARIMATA STRAIT AS INDICATOR OF ENVIRONMENTAL CHANGES Kresna Tri Dewi; Riza Rahardiawan
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 29, No 1 (2014)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1768.258 KB) | DOI: 10.32693/bomg.29.1.2014.60

Abstract

Karimata Strait is a part of Sunda Shelf connected South China Sea with Malacca Strait, Indian Ocean and Java Sea. This shelf was a large Sunda Land that has been detected by many evidences as records of various paleo-environments. The purpose of this study is to recognize the characteristic community of ostracoda related to the environmental history of this shelf. Three selected cores sediments represented east (A), middle (B) and west (C) parts of Karimata Strait were used for Ostracoda based on standard method on micropaleontology. Additional method was applied of SEM-EDX analysis to abnormal specimens. The result shows that there are 43 species of ostracoda belonging to 34 genera identified in the study area. The highest number of ostracoda is found in Core B, in the middle part of the strait, and the lowest value belongs to the Core A that close to the land of Kalimantan. Several genera of Ostracoda were documented in all cores: Actinocythereis, Cytherella, Cytherelloidea, Keijia, Keijella, Hemicytheridea, Hemikrithe, Neocytheretta, Neomonoceratina, Loxoconcha, Pistocythereis, Stigmatocythere and Xestoleberis. Vertically, ostracoda are mostly found in the upper part of the cores and decrease or disappear in the lower part of Cores A and C where dominated by black organic materials. It may relate to a wide swampy area before the last sea level rise as part of the history of the SundaShelf about 15,000 years ago. Some major elements (C, CaO, Al2O4, FeO, SiO2, MgOdan SO3 covered or filled abnormal specimens that can provide additional information about environmental changes in the study area, such as Carbon may relate to charcoal from land of Kalimatan and Sumatera Keywords: Ostracoda, subsurface sediment, EDX, environmental changes, Karimata Strait Selat Karimata merupakan bagian dari Paparan Sunda menghubungkan Laut China Selatan dengan Selat Malaka, Samudera Hindia, dan Laut Jawa. Paparan ini merupakan sebuah Dataran Sunda yang luas yang terdeteksi dari bukti-bukti sebagai rekaman berbagai lingkungan purba.Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui karakteristik komunitas ostracoda berkaitan dengan sejarah lingkungan paparan ini. Terpilih tiga sedimen pemercontoh inti mewakili bagian timur (A), tengah (B) dan barat (C) Selat Karimata digunakan untuk studi Ostracoda berdasarkan metoda standar pada mikropaleontologi. Metoda tambahan adalah aplikasi SEM-EDX terhadap spesimen abnormal. Hasil menunjukkan bahwa di daerah penelitian teridentifikasi 43 spesies ostracoda termasuk dalam 34 genera. Jumlah ostracoda tertinggi ditemukan di Core B dari bagian tengah selat dan terendah di Core A yang berdekatan dengan daratan Kalimantan. Beberapa genera ostracoda ditemukan di semua sampel: Actinocythereis, Cytherella, Cytherelloidea, Keijia, Keijella, Hemicytheridea, Hemikrithe, Neocytheretta, Neomonoceratina, Loxoconcha, Pistocythereis, Stigmatocythere dan Xestoleberis. Secara vertikal, ostracoda umumnya ditemukan di bagian atas dari core dan menurun atau menghilang di bagian bawah Core A dan C yang di dominasi oleh material organik berwarna hitam. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan daerah rawa yang luas dan sebelum muka laut naik terakhir pada sejarah Paparan Sunda sekitar 15.000 tahun yang lalu. Beberapa zat kimia (C, CaO, Al2O3, FeO, SiO2, MgO dan SO3) menutupi atau mengisi spesimen abnormal dapat memberi informasi tambahan tentang perubahan lingkungan di daerah penelitian, seperti karbon mungkin berkaitan dengan arang dari daratan Kalimantan dan Sumatera. Kata kunci: Ostracoda, sedimen bawah dasar laut, EDX, perubahan lingkungan, Selat Karimat
THE CORRELATION BETWEEN BENTHIC FORAMINIFERA AND SEDIMENT TYPES OF SOUTH MAKASSAR STRAIT Sheilla Zallesa; Kresna Tri Dewi; Noor C.D. Aryanto
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 29, No 2 (2014)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1504.344 KB) | DOI: 10.32693/bomg.29.2.2014.65

Abstract

South Makassar Strait is located between Kalimantan and Sulawesi Islands that is an important oceanographic pathway connecting between the Pacific and Indian oceans. This area is a part of sedimentary basin that has specific seabed morphology and sediment characteristics, including foraminifera as a component of sediments. The purpose of this study is to determine community structure of benthic foraminifera related to sediment characteristics. This study used 20 top core sediment samples from water depth between 200 and 1500 m. There are identified 38 species of benthic foraminifera and some of them are characterized the study area: Anomalinoides colligerus, Lenticulina suborbicularis, Planulina wuellerstorfi, , and Pseudonodosaria discrete. The diversity index is categorized as moderate values (1.0=H'= 3) and the average of evenness values is about 0.79. The dominance values are less than 0.5 indicate that there is no dominant species in the study area. In relation to sediment characteristics, it shows that the high abundance of benthic foraminifera occurs in sediment type of silty sand and sandy silt. Moderate abundance appears in sand following by low abundance in silt and sandy silt sediment types. Keywords: benthic foraminifera, community structure, sediment types and Makassar Strait Makassar bagian selatan terletak diantara Pulau Kalimantan dan Sulawesi yang merupakan jalur oseanografik yang penting menghubungkan Samudera Pasifik dan. Wilayah ini merupakan bagian dari cekungan sedimen yang mempunyai morfologi dasar laut dan karakteristik sedimen tertentu termasuk foraminifera sebagai komponen sedimen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas foraminifera bentik dalam kaitannya dengan tipe sedimen dasar laut. Penelitian ini menggunakan 20 sampel sedimen bagian atas dari pemercontoh inti pada kedalaman antara 200 dan 1500 m. Ada 38 spesies foraminifera bentik dan beberapa diantaranya mencirikan daerah penelitian: Anomalinoides colligerus, Lenticulina suborbicularis, Planulina wuellerstorfi, dan Pseudonodosaria discrete. Indeks keanekaragaman termasuk dalam kategori sedang (1,0=H’=3) dan nilai rata-rata keseragaman sekitar 0,79. Nilai dominasi lebih kecil dari 0,5 itu menandakan tidak ada spesies yang dominan pada lokasi penelitian. Terkait dengan karakteristik sedimen menunjukkan bahwa kelimpahan foraminifera bentik tinggi terdapat pada jenis sedimen pasir lanauan dan lanau pasiran. Kelimpahan sedang ditemukan pada jenis sedimen pasir diikuti kelimpahan rendah yang dijumpai pada sedimen lanau dan lanau pasiran. Kata kunci: foraminifera bentik, struktur komunitas, jenis sedimen, Selat Makassar.
LAND-SEA INTERACTIONS IN COASTAL WATERS OFF NE KALIMANTAN: EVIDENCE FROM MICROFAUNAL COMMUNITIES Kresna Tri Dewi; Noor C.D. Aryanto; Yogi Noviadi
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 22, No 1 (2007)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2687.123 KB) | DOI: 10.32693/bomg.22.1.2007.1

Abstract

Microfauna (ostracoda and foraminifera) as component of sediments has been used to detect the dynamics of sea floor condition in NE Kalimantan, particularly off Nunukan and Sebatik Islands. In general, the microfaunal components tend to increase (both number of species and specimens) from near shore to the open sea. The microfauna occur rarely at locations surrounding the islands due to high content of plant remains from the land. The marine origin of microfaunas occurs very abundantly in the inner part of the study area between Tinabasan and Nunukan Islands. This finding is interested due to their occurrence as unusual forms: brownish shells, broken and articulated ostracod carapaces. Additional interested findings are: the incidence of abraded test of Elphidium, the occurrence of dominant species of both ostracoda and foraminifera at some stations; various morphological forms of foraminiferal genus, Asterorotalia that reaches about 1% and distributed in the open sea. The various unusual forms may relate to the dynamics of local environmental changes such as postdepositional accumulation in the sediment, biological activities, and drift currents from open sea to landward. Keywords: Ostracoda, Foraminifera, North East Kalimantan, land-sea interaction Mikrofauna (ostracoda dan foraminifera), sebagai komponen sedimen dapat digunakan untuk mendeteksi dinamika kondisi dasar laut di Kalimantan Timur, tepatnya di sekitar Pulau Nunukan dan Sebatik. Secara umum, komponen mikrofauna cenderung bertambah (baik dalam jumlah spesies maupun spesimen) dari perairan sekitar pantai ke arah laut lepas. Mikrofauna yang ditemukan sangat jarang di lokasi sekitar pulau-pulau disebabkan oleh keterdapatan sisa-sisa tanaman dari daratan. Mikrofauna asal lautan ditemukan sangat melimpah di bagian dalam daerah penelitian antara Pulau Tinabasan dan Nunukan. Temuan ini sangat menarik karena adanya bentukan abnormal: cangkang berwarna kecoklatan, rusak dan cangkang ostracoda berbentuk tangkupan. Temuan tambahan yang juga menarik adalah: keterdapatan cangkang Elphidum yang rusak, keterdapatan beberapa spesies ostracoda dan foraminifera secara dominan di titik lokasi tertentu, dan kenampakan morfologi yang bervariasi dari genus foraminifera, Asterorotalia, yang mencapai 1% dan tersebar di laut lepas. Berbagai bentukan abnormal tersebut kemungkinan berkaitan dengan dinamika kondisi lingkungan setempat seperti akumulasi setelah pengendapan dalam sedimen, aktivitas biologis dan alur arus dari laut terbuka kearah daratan. Kata kunci: ostracoda, foraminifera, Kalimantan Timur, interaksi daratan-lautan
PALEOENVIRONMENTAL RECONSTRUCTION FROM BENTHIC FORAMINIFERAL ASSEMBLAGES OF EARLY HOLOCENE, SHALLOW MARINE DEPOSITS IN GOMBONG, CENTRAL JAVA Luli Gustiantini; Kresna Tri Dewi; Anne Muller; Praptisih Praptisih
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 22, No 1 (2007)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1236.234 KB) | DOI: 10.32693/bomg.22.1.2007.2

Abstract

A 30m-long sediment core covering the Holocene period was taken from the area of Gombong in the southern part of Central Java. The sediments were deposited in a shallow marine to lagoonal environment that was confirmed by the dominance of Ammonia beccarii along the core intervals. In addition, the species Quinqueloculina poeyana, Miliolinella lakemacquariensis, and Miliolinella subrotunda were also found in the sediments that are typical of normal shallow marine conditions. The decrease and increase in the abundance of these species throughout the core is an expression of sea level change in the area, which results the environmental changes. Low sea level is expressed by the dominance of Ammonia beccarii, and the low abundances or absence of the other three species. In contrast, high sea level stands are reflected by the presence of all four species. The high sea level would imply favorable conditions for benthic foraminifera because it would result in normal shallow marine conditions in the area. Finally, from this benthic assemblages study, it can be assumed that the environmental transformation from the originally shallow marine environment into land was occurred at level 5.5m depths of the sediment core, when all benthic foraminifera were terminated, including Ammonia beccarii. These new results from the shallow marine deposits in the Gombong area are a new contribution to the understanding of paleoenvironmental change in the region, which in turn is important for understanding sea level change as well as climate change in the region. Keywords: Benthic foraminifera, Holocene, paleoenvironmental changes, sea level changes Southcoast of Central Java Sebuah percontoh sedimen bor sepanjang 30m yang berumur Holosen diambil dari daerah Gombong, bagian selatan Jawa Tengah. Percontoh sedimen diendapkan pada lingkungan laut dangkal –laguna, berdasarkan kelimpahan foraminifera bentik Ammonia beccarii di sepanjang sedimen bor. Selain itu ditemukan juga spesies-spesies Quinqueloculina poeyana, Miliolinella lakemacquariensis, dan Miliolinella subrotunda, yang merupakan penciri lingkungan laut dangkal dengan kondisi normal. Penurunan dan kenaikan dari kelimpahan masing-masing spesies foraminifera bentik di atas, dapat mencerminkan perubahan permukaan air laut daerah studi, yang menghasilkan terjadinya perubahan lingkungan. Penurunan muka air laut dapat dicirikan dengan hadirnya Ammonia beccarii yang sangat dominan, sementara spesies lainnya cenderung berkurang bahkan hampir tidak ada. Sebaliknya ketika muka air laut naik, maka keempat spesies foraminifera tersebut cenderung hadir dengan jumlah yang seimbang satu sama lainnya. Kenaikan muka air laut akan menghasilkan lingkungan laut normal yang merupakan kondisi ideal bagi foraminifera. Akhirnya, dari kajian perubahan kelimpahan foraminifera bentik ini, dapat diperkirakan bahwa pada level kedalaman bor 5,5m, terjadi perubahan lingkungan dari lingkungan laut dangkal-laguna menjadi daratan, yang ditandai dengan musnahnya semua jenis foraminifera bentik, termasuk Ammonia beccarii. HAsil kajian ini merupakan kontribusi baru untuk mempelajari perubahan lingkungan pada lokasi penelitian, terutama penting untuk lebih mengerti mengenai perubahan muka air laut dan perubahan iklim. Keywords: Benthic foraminifera, Holocene, paleoenvironmental changes, sea level changes