Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PERAN BANK SEBAGAI LEMBAGA PERANTARA (INTERMEDIARY) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 SUMARNI, SUMARNI
GANEC SWARA Vol 15, No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Universitas Mahasaraswati Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35327/gara.v15i1.188

Abstract

      The purpose of this study was to determine the role of banks as intermediary institutions in terms of Law Number 10 of 1998. To answer the problem formulation, the author uses normative legal research, namely by studying / analyzing primary and secondary legal materials by understanding law as a set of rules or positive norms in the statutory system that governs the issues under study. Based on the results of the study, it is concluded that the bank as one of the most important financial institutions and has a major role in people's lives has a function, namely First is as a fund trader (money lender), namely a vehicle that can collect and channel public funds effectively and efficiently. The bank becomes a place for safekeeping and safekeeping of money, which in practice serves as a sign of safekeeping and safekeeping of the money, so the custodian and the depositor shall be given a sheet of paper and proof. Meanwhile, in its function as a channel of funds, the bank provides credit or includes it in the form of securities. The second is as an institution that launches trade transactions and payments of money. The bank acts as a liaison between one customer and another if both make transactions. In this case the two persons do not directly make the payment but pay enough attention to the bank to settle it
Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Untuk Mendapatkan Kredit Pada Perusahaan Asuransi Sumarni Sumarni; Abdul Tayib
Unizar Law Review (ULR) Vol 2 No 1 (2019): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.882 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah polis asuransi jiwa sebagai jaminan untuk mendapatkan kredit pada perusahaan asuransi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan metode pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Polis asuransi jiwa dapat digolongkan sebagai benda bergerak, sehingga dapat dijadikan jaminan atas kredit, baik dengan menggunakan gadai maupun fidusia, dan polis asuransi jiwa dapat dijadikan sebagai jaminan dalam perjanjian kredit. Proses Perjanjian kredit dengan jaminan gadai polis asuransi hanya bisa terjadi antara anggota (pemegang polis) dengan perusahaan asuransi. Perjanjian kredit dengan jaminan gadai polis asuransi antara perusahaan asuransi dengan anggota tidak dapat dilakukan begitu saja, tetapi harus melalui tahap-tahap atau langkah-langkah tertentu yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Menggunakan Alat Penyadapan dalam Penanganan Kasus Korupsi menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Abdul Tayib; Sumarni Sumarni
Unizar Law Review (ULR) Vol 3 No 1 (2020): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.005 KB)

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menggunakan alat penyadapan menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk menjawab rumusan masalah penulis menggunakan penelitian hukum normatif, yaitu dengan mengkaji/ menganalisis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai seperangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan tindakan penyadapan berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menentukan bahwa tindakan penyadapan sebagai bagian dari tindakan yang boleh dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Namun sebelum dilakukannya penyadapan harus mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas yang mana untuk mendapat izin tersebut harus dilaksanakan berdasarkan permintaan secara tertulis dari Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B, 12 C, dan Pasal 12 D Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.