Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

The Relationship between Dialysis Adequacy and Fatigue in Patients on Maintenance Hemodialysis Sri Suparti; Sodikin Sodikin; Endiyono Endiyono
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 8 No. 1 (2020): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (738.668 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v8i1.1165

Abstract

Fatigue and inadequacy dialysis are common problem in hemodialysis patients. The dialysis inadequacy can cause an increased progression of impaired renal function, as well as the increased morbidity and mortality, and declining productivity of hemodialysis patients. Fatigue prevalence ranged from 44,7–97% from mild to severe. Fatigue is a common complaint of hemodialysis patients that can lower physical function and life quality. To determine the correlation between adequacy and the fatigue level of the patients with End Stage Renal Disease (ESRD) undergoing hemodialysis. This study used a descriptive analytic and cross sectional approach involving 75 respondents and the FACIT-G Questionnaire was used to collect the data. The inclusion criteria are male and female patients aged 18–70, undergoing hemodialysis for more than 3 months with a frequency of 2 times at least 4 hours, composmentis patients. The adequacy hemodialysis was assessed using the Kt/V formula. All data were collected during the session of hemodialysis. Pearson Product moment test wes used to analyze the data. The mean dialysis adequacy was 1.43±0.380, 57(76%) only 13 (17.3%) patients had adequate dialysis (minimum laboratory standard Kt / v = 1.8) and inadequate were 62 (82.7%) patients. The mean of fatigue was 20.07 and 62 (82.7%) respondents experienced severe fatigue. There was no significant correlation between adequacy and the fatigue level of the patients with ESRD undergoing hemodialysis with p value 0.504 (α> 0.05). Mostly patients had inadequate dialysis, both adequate and inadequate dialysis patients had experience fatigue from mild to severe. Multiple individuale and personnel factors affect dialysis adequacy directly or conversely.
Pengaruh pendidikan mitigasi bencana tanah longsor terhadap kesiapsiagaan masyarakat didesa melung kecamatan kedungbanteng kabupaten banyumas Rachmi Ariyani; Endiyono - Endiyono
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Vol 5, No 2 (2020): JURNAL KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/jkm.v5i2.4906

Abstract

Objective: Understand Effect of Education Mitigation of Disasters Land landslide against Preparedness Society in Rural Melung District of Kedungbanteng Regency of Banyumas. Methods: This study uses quantitative methods with quasy experimental designs through the one group pretest-posttest design approach. Test were used in research this is a test paired sample t test with a number of 50 respondents were taken by proposive sampling. Results: Result statistical test p-value = 0.0001 ( p-value < 0.05) which means that there are significant landslide disaster mitigation education to the knowledge society in the village of the District Melung Kedungbanteng Banyumas Regency. This influence is indicated by an increase of 5,640 points from the score before training of 6,140. The difference of 5,640 is statistically significant.Conclusion: The preparedness of the village community in melung is included in the category of being ready to face the possibility of a landslide disaster, before the training knowledge of the people of 6,15 but after the knowledge of the rise of 11,78.Keywords: Mitigation disasters soil landslides, Preparednes, Education.
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Keterampilan Anggota Polisi Lalu Lintas Kepolisian Resor Kebumen Tentang Bantuan Hidup Dasar Dwi Agustina; Endiyono Endiyono
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2020: JKM EDISI KHUSUS SEPTEMBER 2020
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/jkm.v0i0.5543

Abstract

 THE EFFECT OF HEALTH EDUCATION ON KEBUMEN TRAFFIC POLICES' LEVEL OF KNOWLEDGE AND SKILL ABOUT BASIC LIFE SUPPORT ABSTRACTDwi Agustina1 Endiyono2Departmen of nursing, Faculty of Health Science, Muhammadiyah University Purwokertoe-mail: dwiagustina315@gmail.comMuhammadiyah University Purwokerto; Sokaraja, Banyumas  Background: Traffic accident victims will get worse or lead to death if the accident is not handled quickly and properly. The proper handling, the first one hour for saving the victims, can reduce up to 85% mortality.Objective: To determine the effect of health education on Kebumen police's level of knowledge and skill about basic life support.Method: This is a quantitative research using pre-experimental with one group pre and post-test without control group design. The population includes all Kebumens traffic officers as many as 80 officers. There were 30 samples, which were taken through kuota sampling.Result: The research result shows that the respondents are 20-40 years old. There are 23 male respondents. There are 23 respondents whose education degree is senior high school. There are 17 respondents whose length of service is 5 years. The level of traffic polices knowledge before being given health education is 13 people (poor), 10 people (fair). Meanwhile, their knowledge level after being given the treatment is 6 people (poor), 15 people (fair), 2 people (good). Moreover, the traffic polices skill after being given health education is: 13 people are skilled and 10 people are unskilled.Conclusion: The traffic polices level of knowledge, before and after being given the treatment, belongs to fair category. Moreover, the traffic police officers are categorized as skilled in giving basic life support.Keywords: Basic Life Support, Knowledge, Skill, Traffic Police1. Student of Nursing Study Program Faculty of Health Sciences UMP.2. Faculty of Health UMP Teaching Staff. PENDAHULUANPeningkatan pembangunan kesehatan bagian utama yaitu dalam pelayanan yang bersifat darurat. Untuk mewujudkan peningkatan mutu pelayanan dalam penanganan korban atau pasien gawat darurat diperlukan suatu sistem penanganan korban yang dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan beberapa pihak (Depkes, 2016).Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan sudah menjadi tugas dari petugas kesehatan untuk menangani masalah tersebut. Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi pada daerah yang sulit untuk membantu korban sebelum ditemukan oleh petugas kesehatan menjadi sangat penting (Sudiharto & Sartono, 2011). Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disengaja dan tidak disangka kejadiannya, melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas bisa berupa korban mati, luka berat dan luka ringan (Pamungkas, 2011).Data WHO “Global Status Report on Road 2018” menyebutkan bahwa setiap tahun lebih dari 1,35 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Kawasan di Afrika dikatakan sebagai kecelakaan lalu lintas tertinggi. Sebagian besar (93%) dari kematian ini terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, meskipun negara-negara ini hanya memiliki sekitar 60% kendaraan dunia. Sejumlah negara berpenghasilan tinggi dan menengah telah berhasil mengurangi kecelakaan lalu lintas (meskipun motorisasi meningkat). Membuat jalan lebih aman, membutuhkan peningkatan infrastruktur, membuat kendaraan lebih aman, mengubah perilaku pengguna jalan dan meningkatkan perawatan pasca-kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas mengakibatkan kerugian ekonomi bagi para korban dan keluarga mereka, seringkali membuat mereka jatuh miskin (WHO, 2018).Data Korlantas Polri jumlah kecelakaan di Indonesia selama tahun 2018 mencapai 4050 kecelakaan dimana korban meninggal 1144 jiwa, luka berat sebanyak 889 jiwa, dan luka ringan 4612 jiwa. Pelaku kecelakaan lalu lintas di dominasi oleh usia antara 15-19 tahun dengan jumlah 119 jiwa. Hal itu dikarenakan kurangnya pengawasan orang tua terhadap remaja saat ini dan gaya hidup remaja yang sangat tinggi  (Korlantas Polri, 2018).Provinsi Jawa Tengah merupakan Provinsi dengan angka kecelakaan yang cukup tinggi. Dari jumlah data kecelakaan lalu lintas Operasi Patuh Candi 2018, sebanyak 423 kejadian mengalami kenaikan sebanyak 9% dibandingkan dari periode yang sama dari tahun 2017 yaitu sebanyak 392 kejadian. Korban meninggal dunia patuh candi sebanyak 36 orang, mengalami kenaikan sebanyak 12 orang atau 50% dibandingkan dari periode yang sama dari tahun 2017 sebanyak 24 orang. Jumlah korban luka berat operasi patuh candi 2018, sebanyak 30 orang mengalami penurunan sebanyak 21% dibandingkan periode yang sama dibandingkan 38 orang. Jumlah pelanggar lalu lintas operasi patuh candi 2019 sebanyak 125.650 pelanggar lalu lintas mengalami penurunan sebanyak 11% dibandingkan 2017 yatu sebanyak 141.539 pelanggar lalu lintas. Dari hasil evaluasi tersebut, dominasi pelanggaran adalah penggunaan helm tidak standar, melawan arus, dan penggunaan safety belt. (TribataNews,2019). Di Kabupaten Kebumen pada tahun 2013 terdapat 380 kasus kecelakaan dimana terdapat 121 korban meninggal, 10 luka berat, dan 507 luka ringan dan menduduki peringkat ke 10 kecelakaan lalu lintas di Jawa Tengah. (Badan Pusat Statistik Prov Jawa Tengah, 2018).Berdasarkan studi pendahuluan kepada anggota polantas di Polres Kebumen dan menanyakan belum pernah dilakukan pendidikan kesehatan dan masih kurang pengetahuan tentang bantuan hidup dasar (BHD). Saat terjadi kecelakaan biasanya langsung memanggil ambulance atau tenaga kesehatan profesional dan hanya membantu kelancaran perjalanan.Maka berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan keterampilan anggota polisi tentang bantuan hidup dasar (BHD).METODEDesain metode yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis metode penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan desain pre experimental with one group pre and posttest without control group design . Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2019. Penelitian ini dilakukan di Polres Kebumen. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh anggota Polantas Polres Kebumen yang berjumlah adalah 80 orang. Dalam penelitian ini sampel yang diambil menggunakan syarat minimal sampel yang berjumlah 30 sampel. Teknik pengambilan sampel menggunakan kuota sampling. Uji statistik yang digunakan menggunakan uji analisis univariat dan analisis bivariat. HASIL DAN PEMBAHASAN1.         Karakteristik Responden Berikut adalah paparan dari hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti:Tabel 4.1 Karakteristik respondenVariabelFrekuensi (23)Persentase (100%)Usia20 – 40 Tahun41 – 60 Tahun> 65 Tahun 21  2  0 91,3  8,7   0,0Jenis KelaminLaki – laki. Perempuan 23  0 100   0PendidikanSMAStrata 1Strata 2  23  0  0  100    0    0Masa kerja di Polantas< 5 Tahun 5 - 10 Tahun> 10 Tahun   17   2   4 73,9  8,717,4 Berdasarkan WHO karakteristik usia terdapat tiga kelompok yaitu responden dengan umur 20 - 40 tahun sebanyak 21 responden (91,3 %) dan responden dengan umur 41 - 60 tahun sebanyak 2 responden (8,7 %) dan responden dengan umur > 60 tahu sebanyak 0 responden (0,0%). Potter (2005) menambahkan bahwa individu pada umur muda sangat mampu untuk menerima ataupun mempelajari hal baru. Pada umur muda juga belum ada perubahan kognitif dan pada masa dewasa tengah juga belum ada penurunan kognitif dalam mengingat informasi. Berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa semua responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 23 responden (100%) dan perempuan sebanyak 0 responden (0%). Berdasarkan karakteristik pendidikan dengan tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 23 responden (100%) sedangkan tingkat pendidikan Strata 1 dan Strata 2 yaitu 0 responden (0%). Berdasarkan masa kerja dipolantas terdapat tiga kelompok yaitu responden dengan masa kerja < 5 tahun sebanyak 17 responden (73,9%), responden dengan masa kerja 5 - 10 tahun sebanyak 2 responden (8,7%) dan responden dengan masa kerja > 10 tahun sebanyak 4 responden (17,4%).2.         Tingkat pengetahuan anggota polantas tentang bantuan hidup dasar sebelum diberikan pendidikan kesehatanTabel 4.2 Tingkat pengetahuan anggota polantas tentang bantuan hidup dasar sebelum diberikan pendidikan kesehatan. VariabelKategoriFrekuensiPersentasePengetahuan -          Baik (skor 23-30)-          Cukup (skor 17-22)-          Kurang (0-16)0 10  130% 43%  57%                   Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan bahwa pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah sebanyak 0 resnden (0%) memiliki pengetahuan yang baik, 10 responden (43%) memiliki pengetahuan yang cukup, dan sebanyak 13 responden (57%) memiliki pengetahuan yang kurang baik. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan atau perilaku seseorang. Pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.3.         Tingkat keterampilan anggota polantas tentang bantuan hidup dasar sesudah diberikan pendidikan kesehatanVariabelKategoriFrekuensiPersentaseKeterampilan-          Bisa (skor 5 )-          Tidak bisa ( skor < 5)131056,5%43,5%Tabel 4.3 Tingkat keterampilan anggota polantas tentang bantuan hidup dasar sesudah diberikan pendidikan kesehatan                          Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa keterampilan anggota polantas sesudah diberikan pendidikan kesehatan yaitu 13 responden (56,5%) bisa melakukan BHD dan 10 responden (43,5%) tidak bisa melakukan BHD.                        Penelitian yang dilakukan oleh Januarista (2019) pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar terhadap keterampilan anggota palang merah remaja sekolah menengah atas al azhar palu memiliki perbedaan pada responden namun memiliki kesaamaan pada  hasil penelitian yaitu terdapat responden yang masih kurang terampil dalam melakukan BHD. Hasil penelitian ini ditemukan masih ada 6 orang yang kurang terampil melakukan BHD meskipun sudah diberikan pelatihan BHD. Adapun ha-hal yang masih kurang terampil dilakukan oleh anggota PMR yaitu masih ada 18% yang belum terampil memeriksa nadi dengan benar, 24% belum terampil melakukan tindakan evaluasi pasca tindakan BHD dan 12% belum terampil menentukan titik tumpuh serta membuka jalan napas. Menurut peneliti, ada beberapa hal yang bisa mempengaruhi hal tersebut, diantaranya adalah kurangnya motivasi dan perhatian saat dilakukan pelatihan serta kurangnya minat dengan tindakan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan terutama dalam memberikan bantuan hidup dasar pada korban henti jantung dan henti napas.4.         Hasil Uji Normalitas data tingkat pengetahuan sebelum danesudah diberikan pendidikan kesehatanTabel 4.4 Hasil Uji Normalitas data tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatanVariabelNilai p-value Shapiro WilkPretest0,131Posttest0,507 Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa nilai uji normalitas pretest  sebesar 0, 131 dan nilai uji normalitas posttest sebesar 0,507. Data yang telah diuji normalitas memiliki nilai pretest 0,131 > 0,05 yang artinya data pada saat sebelum dilakukan pendidikan kesehatan berdistribusi normal. Selain itu nilai posttest sebesar 0,507 > 0,05 yang berarti data pengetahuan sesudah diberikan pendidikan kesehatan berdistribusi normal. Sesua dengan hasil statisti bahwa kedua data tersebut berdisribusi normal, maka uji statistik bivariat menggunakan uji parametik yaitu uji paired t test normal.5.         Tingkat pengetahuan anggota polantas tentang bantuan hidup dasar sesudah diberikan pendidikan kesehatanTabel 4.5 Tingkat pengetahuan anggota polantas tentang bantuan hidup dasar sesudah diberikan pendidikan kesehatanVariabelKategoriFrekuensiPersentasePengetahuanBaik (skor 23-30)Cukup (skor 17-22)Kurang (0-16)2 15  69 % 65%  26%           Berdasarkan tabel 4.5 menunjukan bahwa pengetahuan responden sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang bantuan hidup dasar sebagian besar responden atau sebanyak 2 responden (9%)  memiliki pengetahuan yang baik, sebanyak 15 responden (65%) memiliki pengetahuan yang cukup dan sebanyak 6 responden (26%) memiliki pengetahuan yang kurang. Menurut Notoadmodjo (2010), informasi diperoleh dari data yang sudah diolah sehingga mempunyai arti. Kemudian data ini akan disimpan dalam neuron-neuron (menjadi memori) di otaknya. Informasi yang sudah tersimpan ini akan saling terhubung dengan masalah yang dihadapi oleh manusia dan tersusun secara sistematik sehingga memiliki model untuk memahami atau memiliki pengetahuan yang terkait dengan masalah tersebut.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kose (2019) mengenai The effectiveness of basic life support training on nursing students’ knowledge and basic life support practices: a non-randomized quasi-experimental study memiliki perbedaan pada responden namun memiliki kesamaan pada tingkat pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan siswa tentang BLS diteliti menggunakan formulir pengetahuan sebelum pelatihan, sementara keterampilan praktik BLS dinilai menggunakan formulir observasi. Dalam penelitian ini, peneliti mengungkapkan bahwa mahasiswa tahun pertama keperawatan memiliki pengetahuan dan keterampilan praktik yang tidak memadai terkait dengan BLS sebelumnya ke pelatihan. Menimbang bahwa sampel hanya termasuk siswa tahun pertama, diharapkan siswa tersebut akan memiliki tingkat pengetahuan dan praktik yang memadai terkait dengan BLS.6.    Perbedaan tingkat pengetahuan anggota polantas tentang bantuan hidup dasar sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan Tabel 4.6 Perbedaan tingkat pengetahuan anggota polantas tentang bantuan hidup dasar sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.VariabelMeanSDMin - Maxp-valuetPengetahuanPretestPosttest 15,8718,43 2,2623,488 15 – 2112 - 25 0,001 -3,743        Berdasarkan hasil uji paired t-test pada tabel 4.4 diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan mean tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar. Perbedaan mean tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan yaitu sebesar 15,87 menjadi 18,43 dengan rerata perbedaan sebesar 2,565.     Dilihat dari p-value tingkat pengetahuan diperoleh hasil p = 0,001  (p < 0,05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara skor pengetahuan pretest dan posttest. Maka dengan kata lain hipotesis diterima, yaitu terdapat pengaruh pendidikan terhadap tingkat pengetahuan anggota polantas tentang bantuan hidup dasar. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan 191 pengetahuan responden juga dipengaruhi metode pelatihan yang diberikan yaitu melalui demonstrasi dan tanya jawab. Pelatihan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar seseorang semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawab dengan semakin baik, sesuai dengan standar (Mangkuprawira, 2013). Materi yang disampaikan dalam pelatihan akan menjadi pesan atau informasi yang diterima oleh peserta.Berdasarkan penelitian Sylviana (2018) mengenai pengaruh penkes terhadap tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar pada siswa keperawatan tingkat 2 di smk medika samarinda tahun 2017 didapatkan hasil analisis koefisien proporsi (p) sebesar 0.000. Dengan demikian p=0.000 adalah lebih kecil dibandingkan dengan taraf kesalahan yang digunakan pada taraf α = 0,05 maka dapat disimpulkan Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar pada siswa keperawatan tingkat 2 di SMK Medika Samarinda Tahun 2017. Hasil penelitian Samar Toubasi, R. Alosta, Darawa dan Demeh (2015) mengungkapkan bahwa program pelatihan tentang bantuan hidup dasar memiliki efek yang signifikan pada pengetahuan. Data penelitian tersebut menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam nilai post-test dibandingkan dengan nilai pre- test. KESIMPULANResponden rata - rata berumur 20-40 tahun. Responden didominasi oleh yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 23 responden (100%) dan dengan tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 23 responden (100%). Responden dalam penelitian ini rata-rata memiliki masa kerja < 5 tahun sebanyak 17 responden (73,9%). Rata rata tingkat pengetahuan sebelum dilakukan pendidikan kesehatan adalah  dengan pengetahuan kurang baik sebanyak 13 responden (56,5%). Sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang bantuan hidup dasar sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup sebanyak 15 responden (65%) . Adapun keterampilan anggota polantas sesudah diberikan pendidikan kesehatan yaitu 13 responden (57%) bisa melakukan BHD dan 10 responden (43%) tidak bisa melakukan BHD. Perbedaan mean tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan yaitu sebesar 15,87 menjadi 18,43 dengan rerata perbedaan sebesar 2,565. Dilihat dari p-value tingkat pengetahuan diperoleh hasil p = 0,001  (p < 0,05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara skor pengetahuan pretest dan posttest. Hal ini dapat disimpulkan terdapat pengaruh pendidikan terhadap tingkat pengetahuan anggota polantas tentang bantuan hidup dasar.           UCAPAN TERIMA KASIHTerima kasih atas suport Kepala Polres Kebumen yang memberikan izin kepada peneliti sehingga dapat melakukan penelitian di Polres Kebumen. DAFTAR PUSTAKABadan Pusat Statistik Prov Jawa Tengah. (2018). Banyaknya Kecelakaan Lalu Lintas, Korban dan Nilai Kerugiannya di Wilayah Polda Jawa Tengah Tahun 2013&2018. https://jateng.bps.go.id/statictable/2015/02/09/899/banyaknya-kecelakaan-lalu-lintas-korban-dan-nilai-kerugiannya-di-wilayah-polda-jawa-tengah-tahun-2013.html (Accesed 16 September 2019)Depkes RI. (2016). Kesehatan Kegawatdaruratan dan Penanganannya. Jakarta: Depkes RIHardisman. (2014). Gawat Darurat Medis Praktis.Yogyakarta:Gosyen PublishingJanuarista, A. (2019). Pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar terhadap keterampilan anggota palang merah remaja sekolah menengah atas al azhar palu. Ejournal Stikeswnpalu, 0–5. Retrieved from https://ejournal.stikeswnpalu.ac.id/index.php/JNWNP/article/download/27/13Korlantas POLRI. (2018). Jumlah Kejadian & Korban Kecelakaan. http://korlantas.polri.go.id/artikel/korlantas/113?Statistik_Laka . (Accesed 09 September 2019)Kose, S., Akin, S., Mendi, O., & Goktas, S. (2019). The effectiveness of basic life support training on nursing students’ knowledge and basic life support practices: A non-randomized quasi-experimental study. African Health Sciences, 19(2), 2252–2262. https://doi.org/10.4314/ahs.v19i2.51Mangkuprawira (2014) Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Penerbit Ghalia. Indonesia, JakartaNotoatmodjo,S. (2007). Kesehatan masyarakat Ilmu Dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta.                                    . (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.Pamungkas,Nur Setiaji. (2011). Analisis Karakteristik Kecelakaan dan Faktor – fakktor kecelakaan pada jalan bebas hambatan. Teknik.Vol 6. No 2.Potter, P.A., dan Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.Sudiharto & Sartono. (2011). Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: CV.Sagung SetoSylviana, E., Sukamto, E., & Rahman, G. (2018). Pengaruh Penkes Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Bantuan Hidup Dasar Pada Siswa Keperawatan Tingkat 2 Di Smk Medika Samarinda Tahun 2017. Husada Mahakam: Jurnal Kesehatan, 4(6), 368. https://doi.org/10.35963/hmjk.v4i6.139Toubasi, Samar., R. Alosta, Mohammed., W. Darawad., Demeh, Waddah. (2015). Impact of simulation training on Jordanian nurses’ performance of basic life support skills: A pilot study. Elsevier, doi:dx.doi.org/10.1016/j.nedt.2015.03.0 17TribataNews. (2019) . Tekan Angka Kecelakaan Lalulintas, Polda Jateng Gelar Operasi Patuh Candi 2019.  https://tribratanews.jateng.polri.go.id/2019/08/29/tekan-angka-kecelakaan-lalulintas-polda-jateng-gelar-operasi-patuh-candi-2019/ (Accesed 10 September 2019)WHO . (2018) . Global Status Report on Road 2018 . https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/road-traffic-injuries (Accesed 09 September 2019)    
Respiration Status of Asthma Patients Who Get Nebulisation Using Jet Nebulizer Compared to Nebulizer Using Oxygen Agus Santosa; Endiyono Endiyono
Jurnal Respirologi Indonesia Vol 38, No 4 (2018)
Publisher : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)/The Indonesian Society of Respirology (ISR)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1399.66 KB) | DOI: 10.36497/jri.v38i4.19

Abstract

Background: Some of regional hospitals still provide oxygen gas for nebulizer to therapies in astma patiens. The study was aimed to observe the effectiveness of jet nebulizer vs oxygen as a driving gas for nebulizer on respiratory parameters of asthma patients which is breath pattern, respiration rate (RR), breath sound, oxygen saturation (SpO2), peak expiratory flow rate (PEF}. Method: The research was an experimental with a combination design, pre-post test with control group and post test only with control group in RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga consisted of 60 respondents selected by proportional stratified random sampling. Data analysis used was independent t-test and fisher’r exact test. Result: There was no difference in the respiratory pattern variables between jet nebulizer and oxygen as a driving gas nebulizers (p> 0.05). The jet nebulizer was better in reducing RR in asthma patients than the oxygen as a driving gas nebulizer (p
The relationship between body mass index with quality of CPR compression in Nursing Students Endiyono Endiyono; M. Hanif Prasetya Adhi; Ragil Setiyabudi
JNKI (Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia) (Indonesian Journal of Nursing and Midwifery) Vol 9, No 4 (2021)
Publisher : Alma Ata University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21927/jnki.2021.9(4).305-309

Abstract

Background: Coronary Heart Disease is one of the diseases that causes the most deaths in Indonesia. One of the causes of death from coronary heart disease is cardiac arrest. One of the help that can be given is CPR (Cardiopulmonary Resuscitation). CPR can be performed by ordinary people or trained personnel. The phenomenon that often occurs is that when compression is performed, students are often not optimal in providing compression in terms of compression depth. The impact of poor quality CPR can cause death, economic, psychological, social, and length of treatment.Objectives: This study aims to determine the relationship between Body Mass Index (BMI) and the Quality of Cardiac and Lung Resuscitation Compression in Nursing Students.Method: This study uses a descriptive analytic research, with an observational method using a cross sectional design using a total sampling of 46 respondents.Result: Based on the results of Fisher's Exact test, p-value < (0.001 < 0.05) was obtained so that there was a relationship between student BMI and quality into compression. The quality of nurses' chest compressions in performing chest compressions is lacking, even though some nurses have had cardiopulmonary resuscitation training. Someone who has a high and low BMI in the hospital, it was found that when doing chest compressions the patient gets tired quickly, a high BMI is difficult to do chest compressions when getting into bed.Conclusion: Body Mass Index can improve the quality of student compression in cardiopulmonary resuscitation. BMI indirectly plays an important role in the performance of nurses in order to provide optimal cardiopulmonary resuscitation.
A Report of Post-Concussion Syndrome in Post-Moderate Traumatic Brain Injury Patients Yuanita Eka Maulinda; Endiyono Endiyono
Proceedings Series on Health & Medical Sciences Vol. 2 (2021): Proceedings of the 2nd International Nursing and Health Sciences Universitas Muhammad
Publisher : UM Purwokerto Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.858 KB) | DOI: 10.30595/pshms.v2i.250

Abstract

Traumatic brain injury is the most common injury, especially in motorcycle riders who do not wear helmets or those who wear unsafe helmets. This injury can be fatal and result in death, but it can also be healed without any sequelae or with varying sequelae. The type of sequelae that commonly occurs after a traumatic brain injury is Post-Concussion Syndrome. Moreover, it has some symptoms such as headaches, impaired concentration, tiredness, anxiousness, dementia, and impaired cognitive function. Based on its onset, Post-Concussion Syndrome is classified into 3: acute (the symptoms appear less than one month after injury), subacute (the symptoms appear from 1 to 12 months), and chronic (the symptoms appear more than a year). The purpose of this research is to provide an overview of symptoms in cases of Post Concussion. Syndrome that occurs after 6 months after moderate head injury.The design of this study used a case report method in order to report cases in detail through interviews and direct observation on respondents. The results of Rivermead, Galveston Orientation and Amnesia Tests conducted 6 months after moderate traumatic brain injury, indicated that respondents experienced Post-Concussion Syndrome and Retrograde Amnesia. The conclusion of Post-Concussion Syndrome experienced by the respondents was subacute with several symptoms such as headache, dementia, impaired concentration, anxiousness, and memory loss of before injury.
The Relationship between Dialysis Adequacy and Fatigue in Patients on Maintenance Hemodialysis Sri Suparti; Sodikin Sodikin; Endiyono Endiyono
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 8 No. 1 (2020): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jkp.v8i1.1165

Abstract

Fatigue and inadequacy dialysis are common problem in hemodialysis patients. The dialysis inadequacy can cause an increased progression of impaired renal function, as well as the increased morbidity and mortality, and declining productivity of hemodialysis patients. Fatigue prevalence ranged from 44,7–97% from mild to severe. Fatigue is a common complaint of hemodialysis patients that can lower physical function and life quality. To determine the correlation between adequacy and the fatigue level of the patients with End Stage Renal Disease (ESRD) undergoing hemodialysis. This study used a descriptive analytic and cross sectional approach involving 75 respondents and the FACIT-G Questionnaire was used to collect the data. The inclusion criteria are male and female patients aged 18–70, undergoing hemodialysis for more than 3 months with a frequency of 2 times at least 4 hours, composmentis patients. The adequacy hemodialysis was assessed using the Kt/V formula. All data were collected during the session of hemodialysis. Pearson Product moment test wes used to analyze the data. The mean dialysis adequacy was 1.43±0.380, 57(76%) only 13 (17.3%) patients had adequate dialysis (minimum laboratory standard Kt / v = 1.8) and inadequate were 62 (82.7%) patients. The mean of fatigue was 20.07 and 62 (82.7%) respondents experienced severe fatigue. There was no significant correlation between adequacy and the fatigue level of the patients with ESRD undergoing hemodialysis with p value 0.504 (α> 0.05). Mostly patients had inadequate dialysis, both adequate and inadequate dialysis patients had experience fatigue from mild to severe. Multiple individuale and personnel factors affect dialysis adequacy directly or conversely.
Relationship of comorbid factors diabetes mellitus with oxygen saturation (SaO2) among people with Covid-19 in the Quarantine House M. Hanif Prasetya Adhi; Endiyono Endiyono
JNKI (Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia) (Indonesian Journal of Nursing and Midwifery) Vol 10, No 2 (2022)
Publisher : Alma Ata University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21927/jnki.2022.10(2).124-131

Abstract

Background: The Covid-19 has infected a hundred people countries, in Indonesia at 8.9%, this figure is the highest in Southeast Asia. The phenomenon, shows that nursing volunteers who work in quarantine place for Covid-19 patients not maintenance to screen of SaO2 value of Covid-19 patients, even though the impact of happy hypoxia on mortality will be high if the oxygen saturation value is below the normal value. Comorbid factors, Diabetes Mellitus can worsen the physical condition and clinical assessment thereby increasing mortality.Objectives: The purpose of research to determine the relationship between age, gender, and comorbid factors with the value of oxygen saturation (SaO2) in Covid-19 patients at the Baturaden Quarantine Place. Methods: This study is a quantitative study using an analytical observational method with a crossectional approach. The sample in this study used random sampling of 93 respondents with the Fisher Exact test.Results: The results of this study, fisher exact test obtained with a p-value = 0.007, there is a relationship between the respondent's comorbidity factor and SaO2 in patients with confirmed COVID-19. Respondents with 95-100% SaO2 who have comorbid factors as many as 20 respondents (21.5%) are fewer than respondents who do not have comorbid factors as many as 29 respondents (30.5%). Blood glucose levels can increase viral replication and suppress the antiviral immune response. This causes DM patients to be more likely to be malnourished and susceptible to cytokine storms that cause a rapid deterioration of clinical conditions compared to non-diabetic patients.Conclusions: The comorbid factors will increase mortality of COVID-19 patients due to risk factors, comorbid of diabetes mellitus factors, with COVID-19 associated with advanced age, obesity, chronic systemic inflammation, increased coagulation, which can significantly increase blood pressure, indirectly lead to more severe complications due to COVID-19.
Pengaruh Edukasi Gempa Bumi Dengan Media Buku Pop Up Terhadap Tingkat Pengetahuan Anak Usia Sekolah Amrih Mugi Rahayu; Endiyono Endiyono
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.12674

Abstract

Gempa bumi adalah bencana alam yang cukup sering terjadi di Indonesia. Kesiapsiagaan dan respon bencana yang efektif sangat penting untuk mengurangi dampak bencana. Sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang paling banyak terdampak bencana dan gempa bumi merupakan jenis bencana yang paling berdampak pada satuan pendidikan. Pengurangan risiko bencana sangat diperlukan terutama untuk bencana gempa bumi karena masih rendahnya pengetahuan anak-anak usia sekolah yang merupakan risiko paling rentan saat terjadinya bencana. Untuk mengetahui pengaruh pemberian edukasi gempa bumi dengan media buku pop up terhadap tingkat pengetahuan anak usia sekolah. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, dengan metode pre eksperimental dengan pendekatan pretest-posttest without control group design. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 38 responden, teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang berarti yang ditujukan dengan nilai p value 0,000 perbedaan point bermakna ditandai dengan sum of rank sebesar 465,00. Hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test 0,000 yang lebih kecil dari ? = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian edukasi gempa bumi dengan media buku pop up terhadap tingkat pengetahuan anak usia sekolah dan dapat meningkatkan pengetahuan anak usia sekolah.
Effectiveness of digital resuscitation pad technology innovation on the accuracy of cardiac and lung resuscitation compression Endiyono Endiyono; M. Hanif Prasetya Adhi; Royan Royan; Arif Johar Taufiq
JNKI (Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia) (Indonesian Journal of Nursing and Midwifery) Vol 12, No 1 (2024)
Publisher : Alma Ata University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21927/jnki.2024.12(1).11-20

Abstract

Background: Cardiac arrest is a crucial problem because it has a short rescue time and requires optimal assistance competence. The global incidence of cardiac arrest is 50-60 per 100,000 per year, while in Indonesia it is 10,000 per year or 30 incidents every day. This is an important problem that must be addressed immediately, apart from improving skills, by using innovative supporting tools. This tool is still very limited and does not even exist in Indonesia.Objectives: To determine the effectiveness of digital resuscitation pads (petitions) on the accuracy of compression of cardiac and pulmonary resuscitation.Methods: The number of samples in this study was 46 respondents as the case group and as the control group. In the case group, we provided the innovative Digital Resuscitation Pad tool and the rhythm of tapping to perform compressions, while in the control group they were only guided by the rhythm of tapping. The inclusion criteria include respondents who have practiced CPR for lay people appropriately. The instrument uses a questionnaire with a validity test of r table 0.621 and reliability r table 0.539. The analysis uses the Wilcoxon test using total sampling.Results: Based on the researchers' findings in this research, in the control group, 56.52% of respondents performed inappropriate compression, meaning that 26 respondents, more than half of the respondents provided compression that was not of good quality. After being given the Digital Resuscitation Pad, compression quality increased to 86.95% or 29 respondents provided quality compression.Conclusions: There is an influence of the Digital Resuscitation Pad on the accuracy of Cardiac and Pulmonary Resuscitation compressions. Researchers concluded that the Pad Digital Resuscitation device could improve the quality of student compressions over a measurable distance even though BMI indirectly plays an important role in nurses' performance in providing optimal cardiopulmonary resuscitation