Etty Susilowati
Faculty Of Law, Diponegoro University

Published : 25 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

AKIBAT HUKUM PELANGGARAN MEREK TERKENAL PRADA PADA PRODUK FASHION DI INDONESIA Bernadetta Ides Bidhari, Etty Susilowati*, Hendro Saptono
Diponegoro Law Journal Vol 2, No 2 (2013): Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (363.551 KB)

Abstract

Brand is the symbol in the form of pictures, names, words, letters, numbers, color composition, or the combination of those elements having distinguishing features and used in the commercial activities of goods and services. Then, famous brand is the trade mark commonly recognized and used to the traded goods by someone or institution, both in Indonesia and other countries. Brand is closely related to unfair business competition in the form of famous brand violation, which is the imitation of famous brand.This legal research was conducted with the aims to recognize the legal causes of the violation against Prada famous brand in fashion products in Indonesia in which the brand registration is misused to imitate the existing famous brand. This research was conducted by adjusting the case occurred with the existing laws in the Act No. 15, 2001 on Brand referring to the decision of Judicial Review on the Dispute of Prada Brand. Based on the research results, it is found that the legal causes of the violation against Prada famous brand in fashion products in Indonesia (the Commercial Court Decision in Central Jakarta No. 200/Pdt.G/1998/PN.Jkt.Pst. and the Judicial Review Decision No. 274 PK/Pdt/2003) are that the legal protection for the fashion products committing brand violation against Prada brand is over after the Judicial Review Decision and the ownership returns to the original owner of Prada brand.       
TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS TERHADAP KARYAWAN SEBAGAI KREDITOR PREFEREN DALAM KEPAILITAN Dimas Hanif Alfarizi*, Etty Susilowati, Siti Mahmudah
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (358.533 KB)

Abstract

Kepailitan sebagai salah satu sarana hukum pada hakikatnya tidak hanya bertitik tolak pada penyelesaian pembayaran utang kepada para kreditor-kreditornya, tetapi selain itu terdapat kewajiban-kewajiban lain bagi perusahaan yang harus dilaksanakan yaitu terkait dengan para karyawan di mana perusahaan berkewajiban membayarkan upah.Permasalahan pertama yang dikaji dalam penulisan hukum ini yaitu bagaimana tanggung jawab perseroan terbatas terhadap karyawan sebagai kreditor preferen serta permasalahan yang kedua yaitu bagaimana tanggung jawab kurator terhadap karyawan sebagai kreditor preferen dalam hal terjadi kepailitan.Penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis yaitu dengan mengkaji dan menganalisis tanggung jawab perseroan terbatas terhadap karyawan sebagai kreditor preferen dalam kepailitan.Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dalam kepailitan perseroan memiliki tanggung jawab terhadap karyawan sebelum dan sesudah dinyatakan pailit. Sebelum dinyatakan pailit, perseroan bertanggung jawab untuk memenuhi hak karyawan, termasuk upah maupun hak-hak karyawan lainnya. Setelah dinyatakan pailit, perseroan yang diwakili oleh direksi tetap memiliki tanggung jawab terhadap karyawan, meskipun perseroan kehilangan hak untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya. Kurator sebagai pihak yang melakukan pemberesan harta pailit memiliki tanggung jawab agar selama proses pemberesan harta pailit, kedudukan karyawan sebagai kreditor preferen terlindungi hak-haknya sesuai dengan undang-undang yang memberikan para karyawan hak istimewa untuk didahulukan pembayaran utang-utangnya. 
KEDUDUKAN HUKUM HARTA BERSAMA SUAMI ISTRI SETELAH PUTUSAN PAILIT (STUDI PADA PUTUSAN PT GPF) Ardi Hanum Bratakusuma*, Etty Susilowati, Hendro Saptono
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (466.808 KB)

Abstract

Badan Usaha di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir berkembang cukup pesat. Sebuah badan usaha atau bentuk perusahaan yang paling banyak digunakan dalam bisnis dewasa ini dan dimasa yang akan datang adalah Perseroan Terbatas (PT). Di dalam Perseroan Terbatas, perjanjian dipergunakan dalam sebuah transaksi, maupun keperluan lain supaya kesepakatan yang kita buat dengan pihak lain diluar Perusahaan Terbatas berkekuatan hukum. Perjanjian melahirkan hak dan kewajiban antara dua pihak, Kewajiban memenuhi prestasi dari Debitor selalui disertai dengan tanggung jawab (liability), artinya Debitor mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan Utangnya kepada Kreditor. Mengenai wanprestasi, di dalam dunia perniagaan mengenal adanya keadaan dimana apabila Debitor tidak mampu atau tidak mau membayar Utangnya kepada Kreditor, untuk menyelesaikan persoalan tersebut, terdapat lembaga Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.  Penulisan hukum ini mempunyai tujuan mengetahui kedudukan hukum terkait dengan harta bersama suami istri setelah putusan Pailit dan mengetahui akibat hukum bagi Ahli Waris Debitor yang diputus Pailit menggunakan metode penelitian hukum yuridis normative dengan metode pendekatan yang bersifat deskriptif analitis, menggunakan pedoman data-data yuridis normative. Penulisan hukum ini menggunakan contoh kasus PT GPF.Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor, Dalam hal Debitor perorangan yang terikat dalam perkawinan, perlu dicermati pada saat itu terjadi berlaku azas percampuran harta kekayaan atau persatuan harta, dalam hal salah satu dari suami dan istri itu meninggal, timbul adanya Harta Waris. Dalam hal Debitor terikat pada Perkawinan yang sah, yang dimaksud dengan seluruh kekayaan Debitor terbatas pada harta Bawaan Debitor dan Harta Bersama. Dalam hal ada percampuran Utang yang terjadi di antara Debitur meninggal sebagai Debitur utama dan Ahli Waris Debitor meninggal sebagai penanggung Utang, maka menurut Pasal 1846 KUHPerdata Kreditor dapat memohonkan pernyataan Pailit terhadap Ahli Waris yang bersangkutan, kedudukan hukum Ahli Waris Debitor meninggal pada saat Debitor dimohonkan Pailit adalah untuk didengar keterangannya berkenaan dengan adanya permohonan Kepailitan tersebut. Pada contoh kasus PT GPF, kedudukan Alm. AS dan Alm. GS adalah penjamin Utang PT HI dengan Hak Tanggungan Hak Tanggungan memberi kedudukan yang diutamakan kepada pemegang jaminan (droit de preference), yaitu Kreditor.
PENGATURAN LELANG PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH SEBAGAI PERWUJUDAN PERSAINGAN USAHA SEHAT Ellyana Santi*, Hendro Saptono, Siti Mahmudah
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (398.345 KB)

Abstract

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah merupakan bentuk campur tangan pemerintah secara normatif untuk mengatur kegiatan usaha yang dilakukan oleh para pelaku usaha, dimana kegiatan usaha akan berimplikasi terhadap maju mundurnya neraca keseimbangan perekonomian Indonesia, terkait dengan pelaksanaan persaingan usaha yang sehat. Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan salah satu perwujudan persaingan usaha sehat. Peraturan perundang-undangan pengadaan barang/jasa adalah sebagai pedoman pelaksanaan sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku, dan sebagai perlindungan hukum bagi para pelaku usaha yang berpartisipasi dalam persaingan usaha. Peneliti melakukan studi pustaka dalam penulisan hukum ini, yaitu tentang hukum anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, serta pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah. Metode pendekatan yang penulis gunakan adalah metode yuridis normatif, yang dilakukan dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian. Data yang digunakan adalah data sekunder, mencakup bahan hukum primer dari peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder dari artikel maupun buku. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagai langkah pemerintah untuk mewujudkan persaingan usaha sehat. Peraturan perundang-undangan pengadaan barang/jasa pemerintah telah mencakup keseluruhan proses penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku agar terwujudnya persaingan usaha sehat. 
EKSISTENSI BADAN USAHA MILIK DESA DALAM PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DESA PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA (STUDI DI KAB.SEMARANG DAN KAB.MAGELANG) Muhammad Faza Ulinnucha *, Etty Susilowati , Hendro Saptono
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (589.285 KB)

Abstract

Diundangkanya UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa telah memberikan pengaturan tentang pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).  desa dapat membentuk unit usaha badan hukum dan non badan hukum,  unit usaha berbadan hukum yang dinaungi BUM Desa “Sido Sari”  ialah berbentuk  koperasi dan BUM Desa “Graha Mandala” berbentuk  Perseroan Terbatas. unit usaha ini  dibentuk sesuai  potensi ekonomi desa guna sebesar besarnya kesejahteraan masyarakat desa.Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yaitu suatu pendekatan yang dilakukan untuk  melihat bagaimana pelaksanaan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa pada BUM Desa. dan sejauh mana hukum yang berlaku secara efektif di lapangan.Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh suatu kesimpulan, bahwa eksistensi BUM Desa pada unit usaha berbadan hukum berbentuk Koperasi dan PT telah memberikan kontribusi dalam memajukan perekonomian desa dan menambah PAD Desa. unit usaha berbadan hukum berbentuk koperasi  merupakan unit usaha yang efektif berlaku di desa, unit usaha pada BUM Desa “Sido Sari” yang berbentuk koperasi  mampu memberikan pembiyayaan pada usaha skala mikro (UMKM) pada masyarakat, serta dapat memberikan bantuan kepada masyarakat miskin yang membutuhkan. Sumberdaya manusia masih menjadi kendala utama dalam pengembangan dan pengelolaan BUM Desa, baik di unit usaha koperasi maupun PT pada BUM Desa.
IMPLEMENTASI ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON INTELLECTUAL PROPERTY COOPERATION DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN MEREK BAGI USAHA MIKRO KECIL DAN MENEGAH MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY Hemastuti Arini*, Etty Susilowati, F.X. Djoko Priyono
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (505.967 KB)

Abstract

Terbentuknya ASEAN Economic Community (AEC) 2015 yang berpengaruh terhadap UMKM karena semakin ketatnya persaingan pasar, maka diperlukan perlindungan hukum untuk melindungi UMKM yaitu melalui perlindungan kekayaan intelektual khususnya pada merek yang digunakan oleh UMKM pada Perjanjian ASEAN Framework Agreement on Intellectual Property Cooperation 1995.Tujuan penulisan ini untuk mengetahui implementasi perjanjian mengenai perlindungan merek untuk UMKM dalam menghadapi AEC 2015 dan hambatan yang menghalangi terwujudnya ASEAN Framework Agreement on Intellectual Property Cooperation. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian yaitu AWGIPC sebagai organisasi pelaksana perjanjian berdasarkan IPR Action Plan 2011-2015 yang difokuskan pada perlindungan kekayaan intelektual bagi UMKM. Pelaksanaannya, AWGIPC telah melakukan perbaikan tentang administrasi merek dari segi infrastuktur pelayanan pendaftaran merek di kantor IP dan terbentuknya database Tmview dan Case Law. Namun, tidak semua rencana terlaksana, seperti dibatalkannya pembuatan sistem merek ASEAN dan pendirian Trademark Office ASEAN. Selain itu program khusus untuk UMKM hingga kini masih belum terealisasi yaitu Strategic Plans for Promotion of Innovation  SME dan  Training Module. Hambatan tidak terwujudnya perjanjian karena adanya kelemahan dari perjanjian sendiri yang hanya berupa komitmen yang sifatnya soft law, selain itu sulitnya harmonsasi peraturan merek antar negara ASEAN, dan hambatan internal dan eksternal dari UMKM.
LEGALITAS USAHA UNIT PENGELOLA KEGIATAN (UPK) EKS PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MPd) YANG BELUM BERBADAN HUKUM DI KABUPATEN KENDAL Radityo Muhammad Harseno*, Etty Susilowati, Siti Mahmudah
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 2 (2017): Volume 6 Nomor 2, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (535.005 KB)

Abstract

Unit Pengelola Kegiatan (UPK) adalah unit yang menjalankan kegiatan usaha berupa jasa simpan pinjam yang bertujuan memberdayakan masyarakat perdesaan secara mandiri guna pengentasan kemiskinan masyarakat sesuai amanat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd). Dalam perjalanannya PNPM-MPd dihentikan oleh Pemerintah Pusat, oleh karenanya hal tersebut berdampak pada legalitas usaha yang dijalankan UPK serta upaya mewujudkan bentuk usaha badan hukum UPK yang belum berbadan-hukum salah satunya di Kabupaten Kendal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui legalitas usaha UPK eks PNPMMPd yang belum berbadan-hukum di Kabupaten Kendal dan untuk mengetahui hambatan dalam upaya mewujudkan badan hukum usaha UPK eks PNPM-MPd di Kabupaten Kendal. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yang berfungsi untuk melihat bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat. Spesifikasi yang digunakan adalah deskriptif analitis. Jenis pengumpulan data dilakukan oleh penulis dengan menggunakan data primer dengan wawancara dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa legalitas usaha UPK eks PNPM-MPd yang belum berbadan-hukum di Kabupaten Kendal belum dapat dipenuhi. Hal itu terlihat melalui belum terpenuhinya unsur-unsur menjalankan perusahaan yang dilakukan UPK dan belum adanya dokumen legalitas usaha. Hambatan dalam upaya mewujudkan badan hukum usaha UPK eks PNPM-MPd terletak pada ketidak-pastian peraturan perundang-undangan yang mengatur keberlanjutan program PNPMMPd, sehingga hal tersebut menghambat stakeholder UPK dalam mewujudkan badan hukum usaha UPK eks PNPM-MPd yang belum berbadan-hukum di Kabupaten Kendal.
TANGGUNG JAWAB KOMISARIS INDEPENDEN DALAM MEWUJUDKAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk Zahruddin Adhi Prakoso*, Etty Susilowati, Siti Mahmudah
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (494.297 KB)

Abstract

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebagai BUMN yang sudah Go Public dan bergerak dibidang perbankan, diwajibkan menjalankan Good Corporate Governance. Untuk menjalankan konsep tersebut maka diperlukan Komisaris yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi, dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya yang dikenal dengan Komisaris Independen. Komisaris Independen di dalamnya bertanggung jawab dalam melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance tersebut.Jurnal ini menggunakan metode yuridis empiris dengan spesifikasi penulisan deskriptif analitis. Pembahasan dari jurnal ini adalah Komisaris Independen mempunyai kedudukan yang sama dengan Komisaris lainnya, berarti Dewan Komisaris harus bertindak secara bersama-sama (majelis). Komisaris Independen dengan Komisaris lainnya (Dewan Komisaris) mempunyai kesamaan dalam hal tugas, fungsi, wewenang, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta anggaran dasar PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kendala yang dihadapi oleh Komisaris Independen dalam mewujudkan Good Corporate Governance dikategorikan menjadi dua yaitu kendala internal dan kendala eksternal.
IMPLEMENTASI LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF NASIONAL (LMKN) SEBAGAI COLLECTING SOCIETY DALAM KARYA CIPTA LAGU (MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA) Yosepa Santy Dewi Respati*, Etty Susilowati, Siti Mahmudah
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (418.344 KB)

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui implementasi Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dalam penarikan royalti sebagai hak ekonomi dalam karya cipta lagu dan untuk mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan apabila Pengguna (Users) menolak untuk membayar Royalti. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa dalam penarikan dan pengelolaan Royalti di setiap LMKN harus sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Pencipta, Pemegang Hak Cipta, maupun Pemilik Hak Terkait mendapatkan Royalti dari LMKN atas karya cipta lagunya yang digunakan oleh commercial user yang telah memperoleh lisensi/izin dari LMKN. Di dalam prosedur LMKN tersebut terdapat hak dan kewajiban dari para pihak. Apabila para pihak tidak melaksanakan hak dan kewajiban maka terdapat akibat hukum yang akan ditanggung. Jika Pengguna (Users) tidak membayar Royalti atas pemanfaatan suatu karya cipta lagu dan musik kepada LMKN yang telah memberikannya izin resmi/ lisensi maka LMKN dalam penyelesaiannya dilakukan seperti yang telah tercantum dalam isi perjanjian. Akibat hukum yang ditimbulkan akibat dari adanya pelanggaran dapat berupa pembayaran ganti rugi dan Putusan Provisi atau Putusan Sela. Dengan adanya pengaturan tentang LMKN tersebut, diharapkan pencipta dapat terpenuhi hak ekonominya dan tidak dirugikan atas penggunaan karya cipta lagu tanpa izin pencipta. 
PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DITINJAU UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (STUDI PADA PT. GUDANG GARAM TBK) Fakhrusy Taufiqul Hafiz*, Hendro Saptono, Siti Mahmudah
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (663.751 KB)

Abstract

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk misi baru agar perusahaan tidak hanya beroperasi untuk mencari laba atau keuntungan semata, namun dapat pula membagi sejumlah persentase keuntungan yang didapatkan dari produksi dan penjualan untuk dapat dimanfaatkan dalam bidang pemberdayaan lingkungan dan masyarakat. PT. Gudang Garam Tbk adalah perusahaan yang bergerak di industri rokok yang melaksanakan Corporate Social Responsibility. Gudang Garam melaksanakan CSR untuk mematuhi perintah Undang-undang Perseroan Terbatas serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Program-program CSR Gudang Garam yaitu program pembangunan dan/atau perbaikan fisik, program bantuan sosial, program perayaan hari besar dan kegiatan keagamaan, program lingkungan hidup, dan program olahraga serta pendidikan. Program-program CSR tersebut diimplementasikan dan mendapat persetujuan dari jajaran organ perusahaan.