Nurul Dhewani Mirah Sjafrie
Pusat Informasi dan Pelatihan Terumbu Karang, COREMAP-LIPI.

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Identifikasi Sistem Sosial-Ekologis (SES) Ekosistem Lamun di Kabupaten Bintan Sjafrie, Nurul Dhewani Mirah
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Oseanologi dan Limnologi di Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/oldi.v3i2.180

Abstract

Ekosistem lamun merupakan ekosistem yang produktif, dihuni oleh berbagai hewan dan tumbuhan baik yang bernilai ekonomis maupun nonekonomis Ekosistem lamun di pesisir timur Kabupaten Bintan telah dimanfaatkan sejak tahun 1970-an. Sejauh ini hubungan antara sumber daya ekosistem lamun dan pemanfaatan ekosistem lamun di Kabupaten Bintan belum teridentifikasi secara rinci. Kedua interaksi tersebut akan dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang membentuk suatu sistem sosial-ekologis (SES). Sistem sosial-ekologis merupakan interaksi antara unit ekologi dan sistem sosial yang dapat digunakan dalam pengelolaan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi komponen SES dan 2) memetakan pemanfaatan ekosistem lamun di Kabupaten Bintan. Lokasi penelitian terletak di Desa Teluk Bakau, Malang Rapat, Berakit dan Pengudang. Data yang digunakan adalah data kuesioner dari 64 reponden yang diambil pada bulan September-Desember 2014 yang selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan focus group discussion (FGD). Komponen SES dianalisis secara deskriptif, sedangkan untuk mengetahui pola pemanfaatan ekosistem lamun, hasil FGD diberikan pembobotan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SES ekosistem lamun membentuk hubungan antara sumber daya alam, pengguna sumber daya, penyedia infrastruktur publik serta infrastruktur publik. Sumber daya ekosistem lamun berupa ikan, rajungan, sotong serta kekerangan. Pemanfaat adalah nelayan tradisional, nelayan, pembuat kerupuk, pengumpul desa, pengumpul kabupaten, kaum ibu dan turis domestik. Hasil pembobotan memperlihatkan bahwa keempat desa memiliki pola interaksi sistem sosial ekologi yang hampir sama. Interaksi yang terjadi diperlihatkan oleh peran ekosistem lamun sebagai sumber pendapatan, hasil tangkapan, penanganan hasil tangkap serta pemasaran
Sipuncula (Peanut Worms) in Indonesia Waters: A Review Cintra, Allsay Kitsash Addifisyukha; Fitrian, Tyani; Novianty, Hilda; Jasmadi, Jasmadi; Sjafrie, Nurul Dhewani Mirah
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 29, No 1 (2024): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ik.ijms.29.1.104-118

Abstract

Sipunculans, or peanut worms, are unsegmented worm-like marine organisms with distinctive trunk-like bodies. They play important roles in marine ecosystems, such as bioerosion, bioturbation, and food sources. Sipunculans are also harvested as human food in some regions worldwide. Despite their importance, a comprehensive understanding of the Sipuncula in Indonesia is still limited. This work aimed to compile a study of the distribution, ecology, and potency of Sipuncula species in Indonesian waters. The distribution of Sipuncula species in Indonesian waters was recorded from the northernmost to the easternmost part of Indonesia. So far, nineteen species have been found in Indonesian waters and are dominated by Sipunculus nudus. In Indonesia, Sipuncula exhibits a diverse range of habitats, they can be found in seagrass, mangrove and coral reef ecosystems, in both sandy and muddy sediments. Sipunculans found in Indonesia have ecosystem function as bioturbator, shell-utilizer, and coral-symbiotic species. Sipuncula also has potency as a food and nutraceutical for human health maintenance because it contains highly nutritious such as protein, carbohydrates, ash, lipids, moisture, minerals, amino acids, and fatty acids. In some areas in Indonesia, local communities use Sipuncula as a traditional food source and fishing bait. Given its significance for marine ecosystems and human livelihoods in Indonesia, future management strategies should include regulations on catch size and management practices, data collection, promotion of sustainable fishing practices, and research on Sipuncula biology and ecology. Addressing these knowledge gaps will help to ensure the sustainable use and conservation of Sipuncula in Indonesia.