Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Manajemen Program Siaran Suara Persada, Radio Persada FM Dalam Mempertahankan Eksistensi di Era Digitalisasi Yefi Dyan Nofa Harumike; Endah Siswati; Fera Tara Batari
Translitera : Jurnal Kajian Komunikasi dan Studi Media Vol 10 No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Universitas Islam Balitar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35457/translitera.v10i2.1431

Abstract

Radio is one of the communication media that used to be a primadonna in society. However as media technology grew rapidly, radio became less attractive. Radio had to fight to maintain its existence in the media community. Various efforts are made by radio to reclaim the hearts of its listeners through improving the quality of broadcasting until the renewal, improvement and development of the program. Radio Persada faces the same problem. Radio Persada is a Local Public Broadcasting Institution (LPPL) in Blitar Regency that is independent, neutral, and non-commercial. It produces broadcast programs not solely to meet the demands of capitalism, liberalism, market tastes, or government mouthpiece, but primarily to carry out its function as a mass media serving the interests of the public. Persada is the flagship program of Radio Persada that seeks to realize the function of the service. Programs whose content prioritizes local information or news and live reportage is broadcast since 2018 and still exists today. This research aims to understand the management of Suara Persada program in an effort to maintain its existence in the era of digitization. Research is conducted using qualitative methods with data collection techniques through interviews, observations and documentation studies. This research found several faktors that influence the existence of Suara Persada program, namely; 1) excellence in serious but relaxing packaged local content, 2) community engagement through citizen journalism in Suara Persada program, 3) implementation of program management that follows developments in all stages of planning, organizing, influencing and controling activities, 4) the use of streaming channels and the utilization of social media (Facebook and Instagram), 5) consistency in maintaining a two-way communication system using various communication media including social media.
Sikap Perempuan Terhadap Wacana Perselingkuhan dalam Serial Layangan Putus Endah Siswati; Yefi Dyan Nofa Harumike; Fera Tara Batari; Gracelia Imelda S
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 6 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling: Special Issue (General)
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v4i6.9875

Abstract

Perselingkuhan di Indonesia menduduki peringkat kedua se-Asia berdasarkan survei yang diadakan JustDating. Di Blitar tahun 2019, sebanyak 2.288 perempuan menjanda akibat menggugat cerai suaminya dengan kasus perselingkuhan. Baru-baru ini sebuah serial berjudul Layangan Putus viral di Indonesia. Serial berjumlah 10 episode ini menceritakan perselingkuhan rumah tangga muda. Alur ceritanya berpotensi membentuk banyak persepsi dan sikap dari penonton. Penelitian ini meneliti sikap penonton perempuan yang pernah menikah terhadap wacana perselingkuhan dalam serial tersebut. Data dalam penelitian kuantitatif deskriptif ini dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner dan melibatkan 50 orang responden yang ditentukan dengan teknik quota sampling. Hasil analisis data menemukan bahwa secara kognitif responden memiliki pengetahuan, kesadaran, dan pandangan yang jelas tentang wacana perselingkuhan. Secara afektif, mayoritas responden memiliki perasaan dan emosi negatif terhadap perselingkuhan dan pelaku perselingkuhan. Secara afektif, mayoritas responden memihak atau membela korban perselingkuhan. Secara konatif, mayoritas responden menolak perselingkuhan dan poligami. Mayoritas responden menginginkan pelaku perselingkuhan mengakui kesalahan, meminta maaf dan meninggalkan selingkuhannya. Mayoritas responden menyatakan bahwa memilih laki-laki yang belum menikah sebagai pasangan, atau melajang merupakan tindakan yang lebih baik daripada berselingkuh dengan lelaki beristri.